LOGINDunia Fall William Reed yang teratur tiba-tiba dibuat jungkir balik sejak kepindahannya ke kota New York, dan bertemu dengan gadis pirang di sebuah bar retro, yang kabur keesokan harinya saat one night stand. Namun takdir berkata lain. Fall kembali bertemu dengan si gadis penggoda. Summer Reese, penulis novel sekaligus tetangga seapartemennya yang kembali memberikan penawaran nakal pada Fall: Teman Bercinta. Apakah Fall akan menerimanya? Atau Fall malahan jadi penasaran dan mencari tahu: Kenapa gadis seseksi Summer, segampang itu memberikan penawaran nakal pada dia, pria yang baru dikenalnya dalam waktu satu hari? This book contains emotional roller coaster, sexual tension and situation, humor, and of course Sexy gentleman who's curse with a sexy British accent.
View MoreRun. Stop. Breathe.
The Makati skyline loomed in the distance, its glass towers catching the first blush of dawn. I ran toward them, my shoes slapping against the empty pavement of Ayala Avenue. The city was still half-asleep, save for the restless hum of taxis and the flicker of street lamps giving way to sunlight. The wind cut through the humid air, fanning my face, burning my lungs. I welcomed it. Pain I could measure. Pain I could control.
I didn’t look behind me. I never do. There’s nothing worth seeing there anyway, nothing but the life I refuse to return to. The life I refuse to surrender to.
Step after step, I forced my body forward, desperate to outpace the ache that lived in my chest. Music roared in my ears, Hozier’s voice drowning the thoughts I refused to let surface. No memories. No weight. Just the rhythm. Just the burn.
A delivery motorcycle sped past, the driver throwing me a curious glance. Runners are common here, but not at this hour. Not with this intensity. I knew what I looked like: a woman trying to outrun something that kept pace no matter how fast she sprinted.
Breath in. Breath out. Keep moving.
Ahead, the road bent toward the heart of the city. And there, looming like an omen and a promise, was the tower that held my life inside its glass walls, the L. V. Lorenzo Building.
The closer I got, the more the world sharpened. Jeepneys began to rattle awake at terminals. Security guards switched shifts, their uniforms still crisp and their faces still hopeful, not yet drained by the caffeine-to-survive grind.
Twenty-four floors up, my office awaited. My kingdom. My fortress. Echelon Magazine.
Some days, that title still startled me.
Power. Influence. Control.
By daylight, I was Editor-in-Chief. The woman who curated Manila’s elite, who commanded glossy covers and whispered exclusives. The one who never faltered, never let the cracks show. But here, in the quiet hours before the city woke, I was simply a woman trying to run far enough, fast enough, to forget.
I slowed to a stop, chest heaving, eyes fixed on the name etched into the stone façade: Lorenzo. A name that carried weight in every ballroom and boardroom. A name I could never escape. A name tied to him.
Sweat dripped from my jaw, leaving a trail down my collarbone. I dragged an arm across my forehead, wiping away the sting. The sun finally crested the skyline, bathing the building in warm gold, as if the universe had chosen it to be blessed and untouchable.
He wasn’t supposed to matter. Not to me. Not to Echelon. Not to the carefully constructed empire I had built in this tower of glass. And yet, every step forward seemed to bring me closer to him.
I hated how the past had claws.
A jogger passed me, earbuds in, oblivious. A group of baristas exited a nearby coffee shop, laughing, their bags slung over their shoulders, ready for an early shift. Life was moving on. Everyone was moving on.
Except me.
My breath shook. My pulse refused to settle. I pressed my palm against the cool stone exterior of the building, grounding myself. The marble felt indifferent to my anxiety. The glass reflected my figure back to me, flushed cheeks, damp hair, eyes carrying a tired kind of fire.
That girl in the reflection didn’t look like an Editor-in-Chief.
She looked like someone standing at the edge of a choice.
I straightened. Pulled the elastic from my hair. Let the wind take over.
The day would start soon. Meetings. Emails. Deadlines. People depending on me to be decisive, influential, unshakeable. I would step into the elevator, onto the twenty-fourth floor, into my role.
Mask on. Backbone straight.
Makati never slept. And lately, neither did I.
SUMMER Selama perjalanan satu jam lebih dengan subway menuju pantai Brighton di Brooklyn, aku memberikan silent treatment pada Fall. Tidak, sih, aku masih berbicara tapi hanya yang perlu-perlu saja. Seperti saat dia bertanya naik subway jurusan apa, mau kamar hotel tipe apa, dan hal-hal penting lainnya. Pertanyaan tentang hal-hal yang menjurus kejadian semalam, aku menjawabnya dengan bungkam. "Sugar-ku, kok, ngambeknya lama banget?" tanya Fall dengan nada manja, menaruh tas-tas kami di lantai hotel Brooklyn Bay. Jelas kuberikan tampang sebal padanya, lalu kualihkan dengan melihat kamar yang cukup besar bertemakan sedikit khas Rusia, dilihat dari lukisan di dinding yang memperlihatkan salju di Kremlin, juga terdapat boneka kayu Matryoshkas di samping meja TV. Fall malahan menggeleng-geleng, membuka pintu balkon, dan menghirup udara akhir musim panas di area yang kebanyakan dihuni oleh orang Rusia. Aku malahan makin kesal dibuatnya. Bagaimana tidak kesal, kalau semalam rencanaku
SUMMER"Ada apa dengan tampang cemberut manismu ini, hmm?" sudut-sudut mulut Fall membentuk senyuman sedikit geli dan takjub.Mataku menyapu ruangan restoran Tocqueville bernuansa Perancis yang meneriakkan kemewahan tingkat tinggi, dengan kaca yang memenuhi salah satu dinding yang membuat efek ruangan lebih luas, belum lagi lampu gantung gelas opaline, juga lilin putih dengan alas ukiran perak berkilauan di depanku ini.Ya, semuanya tampak sempurna dan romantis. Namun saat pelayan muda itu menggoda Fall secara terang-terangan di hadapanku, suasana hatiku berubah seketika. "Kau tahu, kan, kenapa?""Harusnya aku yang cemberut, Sugar. Saat aku membukakan pintu taksi itu untukmu, semua pasang mata tertuju padamu. Apalagi para Wanker--idiot itu berlama-lama menatap," pandangannya tertuju ke dadaku, membuatku tak kuasa menggoyangkan buah dadaku. "Kau membunuhku," erangnya. Aku hanya tergelak. Kali ini wajahnya terfokus padaku, dan dia memb
SUMMER"Dengar, aku tidak mau tahu sebelum jam pulang, ide-ide segar kalian tentang pakaian dalam edisi musim dingin harus tersedia di mejaku. Selamat siang," ujar Raline, mengakhiri rapat dadakan ini."Siang, Raline," balas rekan-rekanku sambil merapikan map, berkas-berkas, dan laptop lalu bersiap keluar dari ruangan rapat untuk makan siang.Raline memang keren. Dia mengubah beberapa sistem di sini, salah satunya sesama karyawan Femme Fatale harus saling memanggil nama depan atau nama panggilan yang tidak rasis tanpa terkecuali. Alasannya agar bekerja lebih nyaman, lebih produktif, dan tidak ada rasisme juga kesenjangan sosial."Kecuali kau," desah Raline padaku."Aku?""Ya. Ada apa dengan tema hijau, merah dan Sinterklas, hmm?""Musim dingin, kan, selalu berkaitan dengan Natal," belaku."Merek kita itu, merek pakaian dalam manis sekaligus provokatif--yang membuat lelaki tulen mana pun yang me
Still... Adult content.SUMMERAku duduk di tepi ranjang, Warrior-nya sudah berada di hadapanku. Aku menggenggam batangnya, menjilat kepalanya yang sehalus sutra, dan perlahan mulutku masuk ke dalam, bersamaan dengan tangannya yang masuk ke sela-sela rambutku, dan yang lain meremas bahuku.Tidak butuh waktu lama, dia sudah memujiku. Pinggulnya juga bergerak seirama dengan isapanku. Saat kulihat wajahnya, dia sedang menatapku dengan bergairah dan rahang menegang.Fall menyumpah, mengusap keningku. "Luar biasa seksi, seksi..." dia menggeleng-geleng, pinggulnya masih bergerak, mulutku juga, walaupun hanya masuk sampai setengah Warrior-nya. Lalu tangannya bergerak ke buah dadaku, meremasnya, memainkan puncaknya.Sudah pasti aku mengerang, salah satu tanganku yang asalnya mencengkram pahanya naik ke bokongnya, meremasnya. Dan hal itu malahan membuat Fall menggila, mempercepat gerakannya, lalu menggumamkan ses






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
reviews