“Apa kau lelah, Jonas?” Tanya Anna saat akhirnya mereka telah memasuki kembali kota Balikpapan.
Jonas memperbaiki topinya dan menoleh pada Anna. “Tidak. Perjalanan kita cukup singkat. Hanya satu jam setengah.”
“Satu jam?” Anna mengangkat kepalanya untuk memperhatikan awan yang masih memerah. Jonas tidak bohong. “Apa kau ngebut?”
Jonas menutup matanya karena sudah jelas kalau wanita ini tidak bisa dibohongi. Ia tidak bilang kalau jalan tol yang baru saja dibangun pemerintah pusat itu sudah buka, yang dapat mempersingkat perjalanan antara kedua kota itu.
Sial, umpatnya dalam hati. Ia lalu mengaku, “sebenarnya, jalan tol itu sudah dibuka dari minggu lalu.”
“Astaga Jonas, jadi untuk apa kita berlama-lama di jalan?”
Anna tahu kalau Jonas sangat menyukainya. Tetapi tidak seperti ini juga. Tidak seharusnya Jonas buang-buang waktu dan tenaga hanya untuk dapat berlama-lama dengannya. “Kau sudah bolak balik menjemputku, banyak waktu yan
Ketika hari jumat tiba, suasana hati Anna telah menjadi lebih baik. Ia menampakkan diri di kantornya dengan percaya diri dan sumringah. Semua orang telah bersikap lebih baik, meski ada beberapa yang masih suka bergosip tentangnya, namun ia tidak akan mengambil pusing. Hatinya cukup bersemangat untuk menuntaskan pekerjaan yang ia kan hadapi hari ini. “Semoga harimu menyenangkan,” ucap Jonas di ujung telepon ketika Anna telah duduk di mejanya. Pria itu semakin aktif menghubunginya dan membuat Anna merasa diperhatikan. Lalu tiba-tiba, Anna dipanggil oleh kepala yayasan ke ruangannya. Di sana sudah ada Rian yang duduk dengan santainya di atas sofa kulit itu sambil membaca koran. Ia tidak menyadari kalau Anna masuk, hingga wanita itu mendaratkan bokongnya tepat di sofa yang ada di seberangnya. “Selamat pagi, Anna.” Ucap Rian sambil meletakkan koran itu di atas meja. Pikrian Anna sudah melayang ke mana-mana. Ia belum mengetahui alasa
Akhir pekan yang ditunggu-tunggu Anna kembali datang. Ia menyempatkan dirinya untuk mengunjungi Darryl dan membawakan pizza pesanannya. Soal pria misterius bernama Aldo itu belum pernah mengunjungi Darryl lagi. Anna berharap orang itu tidak akan pernah datang lagi. Sesampainya di rumah, ia menghubungi Jonas hari untuk menanyakan kemana Jonas akan membawanya. “Halo?” “Ya, Anna?” “Apa hari ini kita jadi pergi?” “Tentu, aku akan hubungi Elis sebentar untuk memastikan kedai aman. Acara yang akan kita datangi dimulai jam 7 malam, tapi lebih baik kita ke sana jam 8 malam saja. Apa tidak masalah bagimu pulang larut?” “Tidak. Memangnya kita mau kemana?” “Ikuti saja. Sebelum kita pergi, pastikan kau makan malam terlebih dulu, oke?” “Setidaknya beritahu aku pakaian seperti apa yang harus kukenakan.” “Kasual saja. Kita akan pergi ke tempat yang tidak memerlukan pakaian khusus. Akan ku jemput kau dengan mobil.” “Oke
Keesokan harinya, Anna bangun cukup terlambat. Sangat siang hingga ia tidak sempat sarapan. Dan ia sendiri mendapati dirinya tidur dengan sangat nyenyak tanpa ada mimpi buruk belakangan ini. Jonas telah mengambil alih pikirannya, dia bukan hanya menjadi pelariannya saat sedang kalut, tetapi ada kebahagiaan tersendiri saat menemukan cinta dalam hidupnya. Anna mempertanyakan pada dirinya sendiri, apakah ini keputusan yang benar? Apakah Jonas dengan tulus mencintainya seperti yang ia katakan setelah ia mencium Anna? “Ku rasa, aku jatuh cinta padamu.” Kata-kata Jonas itu terus berulang dalam pikiran Anna hingga ia hampir kehilangan kewarasannya dan tersenyum-senyum seperti orang gila. Ia juga sendiri mempertanyakan apakah ia memiliki perasaan yang sama dengan Jonas. Tapi bahasa tubuhnya itu tidak bisa bohong, ia juga memiliki perasaan yang sama dengan pria itu. Namun, sesuatu dalam hatinya membuatnya tersadar. Lebih tepatnya, waspada
“Anna, aku sudah sampai,” kata Jonas. Senin itu, Jonas berinisiatif untuk mengantar dan menjemput Anna dari kantor. Ia ingin mengetahui di mana Anna bekerja dan jam berapa saja tepatnya ia pulang. Tentu saja Anna tidak menolak tawaran itu. Dengan Jonas, Anna merasa lebih dilindungi. Sesampainya di parkiran kantor itu, sebelum Anna naik, mata Jonas tertuju pada seseorang yang sedang berdiri di depan pintu masuk kantor. Jonas melihatnya dengan wajah yang tidak senang. Anna bisa memperhatikan bahwa betapa amarah menguasai kedua pria itu mengingat Rian dan Jonas sedari remaja tidak pernah akur. Jonas membisu sepanjang perjalanan. Anna tidak percaya setelah ia marah pada Jonas, kali ini kondisinya berbalik. Sesampainya di apartemen, Jonas meletakkan semua bahan makanan yang mereka beli di pasar tadi di atas meja dan mulai memasak. Anna mendekatinya dan menyentuh lengannya. “Kau marah?” “Aku bukan marah. Aku h
“Kak, hari sabtu nanti pembagian rapor. Setelah itu kami akan libur kenaikan kelas, aku mau di rumah kakak saja. Aku ingin ganti suasana, bosan sekali di asrama,” ucap Darryl lewat telepon. Mendengar adiknya akan menginap di rumahnya setidaknya satu minggu, ada perasaan senang dan sedih yang terjadi secara bersamaan. Anna pun mengiyakan permintaan Darryl. Setelah sambungan telepon dengan Darryl selesai, Anna lalu menelepon Jonas. Jonas mengangkat telepon dari Anna setelah beberapa detik. “Halo?” “Hai Jonas.” “Ya Anna. Bagaimana kabarmu hari ini?” “Aku baik-baik saja. Aku masih berkutat dengan semua lamaran pekerjaan ini dan berencana akan mengirim semuanya hari ini.” “Ku harap kau bisa segera dapat pekerjaan lagi,” ucap Jonas. “Hei, bisakah aku minta tolong?” “Ada apa, Anna?” “Bisakah kau mengantarku untuk menjemput Darryl dari asramanya?” Jonas terdiam beberapa detik, sampai Anna memanggil naman
Gina yang tadi diam, akhirnya berbicara. “Ibumu dan Ayah Jonas punya hubungan terlarang. Darryl adalah anak mereka, sekaligus adik kalian berdua.” Bak disambar petir, Anna jatuh terduduk di sofa itu. Tangannya lemas, kepalanya pening mendengar hal itu. “Tidak… Tidak mungkin…” Bisik Anna. “Ku rasa, ayahmu… membunuh ibumu setelah tahu kalau Darryl adalah anak ibumu dengan ayahku,” kata Jonas. Ia masih bergeming di tempatnya dan tidak tergerak untuk menghampiri Anna yang terlihat sangat tergoncang. “Apa kau yakin Darryl itu juga adikmu?” Gina menatap Anna dan menjelaskannya. “Jonas menemui Darryl tempo hari untuk mendapatkan sampel DNA. Hasilnya… dia memang adalah adik kalian berdua.” Jonas menambahkan. “Alasan sebenarnya kenapa aku tidak mendekatimu lagi dari dulu karena aku marah pada orang tuamu dan membenci kalian semua. Awalnya aku tidak tahu kalau Darryl itu adikku juga. Tetapi semakin anak itu dewasa, ia semakin mirip denganku dan
“Anna.” Panggil ibunya sayup-sayup dari dalam kamarnya. Anna menggosok matanya seketika suara ibunya membangunkannya dari tidurnya yang lelap di malam hari itu. Ia menoleh pada jam yang ada di dinding di mana jarum pendeknya telah menunjukkan pukul 5 subuh. Suara ayam berkokok yang bersahut-sahutan terdengar jelas sekali, berasal dari kandang yang dimiliki oleh para tetangga. “Iya ma,” kata Anna setelah kakinya menyentuh lantai yang dingin dan berjalan menuju kamar ibunya. Sesampainya di sana, Anna disuguhi pemandangan yang membuat mata Anna terlepas dari belenggu kantuk seketika. Ibunya tengah duduk di atas ranjang dengan napas berat sambil memegangi perut besarnya yang seakan-akan siap meledak. Ia bisa melihat dengan jelas lantai yang basah karena cairan bening. Cairan itu juga membasahi sprai yang tengah diduduki oleh ibunya saat ini. “Mama? Ada apa?” Tanya Anna yang bingung
“Aku tidak bermaksud menyembunyikan hal itu darinya. Aku hanya tidak siap jika Darryl ikut terluka.” Jonas berbalik kembali dan menatap balkon. “Aku tidak siap jika Darryl memiliki reaksi yang sama denganmu.” “Maka pergilah dari hidup kami,” bisik Anna lirih. Jonas berbalik lagi dan terperangah. “Aku tidak bisa kehilangan kalian sekaligus!” Gina mencoba berargumen dengan Anna. “Aku tidak mengerti denganmu, awalnya kau ingin memberitahu semua pada Darryl, sekarang kau menyuruh Jonas pergi darimu. Kau sebenarnya kenapa?” “Aku di sini sedang memberi pilihan.” “Ini sulit untukku, Anna.” “Darryl itu bukan anak kecil lagi, Jonas. Dia sudah dewasa dan punya pemikiran sendiri.” “Tetap saja, aku sendiri tidak berpikir memberitahunya adalah hal yang benar,” kata Gina sambil melipat tangannya di depan dadanya. “Jonas. Aku ingin kau memberitahunya,” kata Anna sambil berjalan mendekati Jonas. “Beritahukan saja padanya, dia akan hanc