Home / Romansa / Fragile Heart / Bab 6. Kita Berdua Tepat Waktu

Share

Bab 6. Kita Berdua Tepat Waktu

last update Last Updated: 2023-09-05 00:05:50

Shit!” umpat Jasmine berulang kali saat dia dengan susah payah mengenakan sepatunya di ruang gantinya dengan gerakan tergesa-gesa. Dia mengambil tas dengan asal, memasukkan barang-barangnya ke dalam, lalu menarik sebuah mantel berwarna cokelat dari lemari dan melangkah setengah berlari keluar dari kamarnya.

Jasmine melirik arlojinya, lalu terbelalak. “Aku terlambat!” ucapnya dan kini dia benar-benar berlari. Saat turun dari tangga, Jasmine memelankan langkahnya, teringat pada kejadian semalam ketika dia hampir terjatuh. Setelah sampai di lantai bawah, Jasmine pergi ke ruang makan untuk berpamitan dengan kedua orang tuanya yang saat itu tengah sarapan.

“Mom! Dad! Aku pergi dulu!” seru Jasmine, tidak perlu merasa repot-repot untuk sarapan terlebih dahulu.

Mila memanggilnya, tapi Jasmine tidak berhenti dan sudah lebih dulu berada di teras. Saat di sana, langkah Jasmine sontak terhenti. Dia bisa merasakan keringat mulai terbentuk di permukaan kulitnya.

“Jasmine?” Jelena berdiri di hadapan Jasmine bersama Xavier di sampingnya yang juga tengah menatap ke arah Jasmine.

Jasmine berdeham berusaha tenang. “Jelena, kau mau ke mana sepagi ini?”

Jelena tersenyum lebar. Dia melirik Xavier sebelum melangkah ke arah Jasmine dan berkata dengan riang, “Aku hendak pergi fitting baju untuk acara pertunangan nanti. Kalau kau ada waktu untuk sekitar dua jam ke depan, temani aku, ya?”

Jasmine menarik napas yang tajam sebelum memberikan anggukan pada kakaknya. Meski hatinya berat, tapi bagaimanapun dia tidak enak jika sampai tak menemani kakaknya.

Jelena tampak semakin senang. Wajah wanita itu merekah dan tampak segar. Ada sedikit perubahan yang Jasmine sadari saat melihat kakakknya semenjak dia pulang kemarin, bahwa Jelena tampak bahagia. Dia tidak pernah terlihat sebahagia dan seceria ini.

Jasmine seharusnya merasa senang, dia seharusnya ikut berbahagia unutk kakaknya. Namun, yang saat ini Jasmine rasakan justru sebaliknya. Tidak ada kebahagiaan, hanya rasa sakit tajam yang mencubit ulu hati. Itu semua karena sumber kebahagiaan Jelena sekarang, juga pernah menjadi milik Jasmine dulu. Dengan bodohnya hati Jasmine masih belum juga bisa merelakan pria itu sepenuhnya.

Tapi setidaknya, Jasmine mencoba.

Dia membalas senyuman Jelena dan berkata, “Akan aku pastikan untuk datang, semoga saja pertemuan pagi ini tidak memakan waktu lama.”

“Ya! Terima kasih, Jas!” ucap Jelena dengan tulus, membuat Jasmine semakin merasa bersalah dan dihantui oleh ketakutan bahwa suatu hari nanti kakaknya akan kecewa karena kebenaran yang Jasmine sembunyikan sekarang.

Mobil berhenti di depan teras, sementara mobil Jasmine di belakangnya. Tanpa membuang lebih banyak waktu, dia langsung melangkah mendekati mobilnya saat tiba-tiba saja suara Xavier terdengar.

“Jasmine, kenapa kau tidak berangkat saja bersama kami?”

“Ah, tidak. Aku buru-buru!” tolak Jasmine langsung. Beruntung kakaknya sudah masuk lebih dulu ke dalam mobil, sehingga kemungkinan besar hanya Xavier yang mendengar ucapannya, juga nada dingin yang dia gunakan.

Tidak akan Jasmine mau berada di satu mobil bersama dua orang itu. Jasmine memang menyayangi kakaknya, tapi dia jauh lebih menyayangi dirinya sendiri. Dia tidak mau hatinya terus-terusan merasa sakit, apalagi kalau melihat dua orang itu bermesraan di malam mobil sementara Jasmine hanya akan menjadi nyamuk yang mengganggu.

Jasmine masuk ke dalam mobilnya dan langsung melajukannya pergi meninggalkan rumah dengan kecepatan tinggi. Tampak mata Xavier terus menatap mobil Jasmine yang sudah pergi meninggalkan halaman parkir.

***

Jasmine melangkah sangat cepat menuju lift, menyapa beberapa orang dan bertemu dengan Ivy.

“Ivy!” sapa Jasmine.

“Ya ampun, Jasmine! Kau mengejutkanku!” ucap Ivy seraya memegangi dadanya. Mereka berdiri di depan lift, menunggu pintunya terbuka.

“Maaf. Aku sangat buru-buru pagi ini. Aku bangun kesiangan dan kupikir aku akan telat,” jelas Jasmine. Pintu lift kemudian terbuka dan mereka masuk. Ada seorang staff yang juga masuk bersama mereka dan menyapa dengan sopan.

“Beruntung kau tidak telat,” ucap Ivy sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Jasmine memutar bola matanya dengan jengah. “Sepuluh menit sebelum itu bagiku sudah telat, Ivy.”

Ivy mengulum senyumannya. “Kau memang benar-benar seorang pekerja yang teladan. Tidak heran kalau diusia muda, kau bisa jadi seorang Direktur.”

Jasmine mendengkus sebal mendengar ledekan Ivy.

Pintu lift sudah akan menutup sepenuhnya saat tiba-tiba saja seseorang mencegahnya dan pintu itu pun kembali membuka.

Jasmine tengah merapikan anak rambutnya yang menempel di wajah saat dia mendongak dan pandangannya bertemu dengan manik mata kelam milik Xavier. Seketika itu juga, Jasmine membelalakkan matanya terkejut.

Sementara Xavier membalasnya dengan senyum kecil di bibir yang bahkan nyaris tidak terlihat.

“Apa yang—” Ucapan Jasmine terhenti saat Xavier masuk ke dalam dan menutup pintu lift. Lift mulai bergerak ke atas membawa mereka ke lantai yang hendak dituju.

“Kenapa?” tanya Ivy, menyadari gelagat Jasmine yang tiba-tiba menjadi tegang.

Jasmine menggelengkan kepalanya. “Tidak ada.”

Lift terus bergerak. Jasmine memakukan tatapannya ke bawah, berpura-pura bermain dengan ponselnya saat dia merasakan gesekan di bahunya dan juga aroma yang begitu dia kenal. Jasmine sontak menoleh, lagi-lagi matanya melebar melihat Xavier berdiri sangat dekat di sampingnya, bahkan mereka terkesan berdesakan di sana di mana bahu Jasmine dan bahu Xavier saling bersentuhan.

Bahkan dengan itu saja, Jasmine sudah merasa sengatan yang tajam menjalar ke tubuhnya. Dia sontak beringsut menjauh

“Selamat pagi, Nona Welsh!” bisik Xavier tiba-tiba.

Jasmine berjengit. Bagaimana tidak? Xavier berbisik tepat di dekat telinganya sehingga Jasmine bahkan bisa merasakan embusan napas pria itu. Wanita itu memutuskan untuk mengabaikan sapaan Xavier.

Tidakkah ucapannya semalam dimengerti oleh Xavier? Jasmine merasa risih dan sangat marah sekarang. Dia berharap Xavier mau menghargai keputusannya, tapi pria ini rupanya sangat keras kepala dan memang ... bajingan! Jasmine tidak bisa menghentikan umpatan itu di kepalanya.

Lift berhenti dan orang-orang mulai keluar, termasuk Ivy yang berjanji akan mentraktir Jasmine makan siang di café nanti. Kini hanya tersisa Jasmine dan Xavier saja di sana yang hendak menuju lantai yang berbeda tempat pertemuan mereka akan diadakan.

Jasmine merutuki keberuntungannya yang begitu tipis karena harus berada dalam situasi seperti ini.

“Kau memiliki urusan di sini, Tuan Coldwell?” tanya Jasmine, tanpa melirik sedikit pun ke arah lawan bicaranya tersebut.

Xavier terdengar terkekeh. Suaranya dalam dan begitu enak di dengar di telinga Jasmine. Wanita itu sontak teringat pada saat-saat kekehan berat itu terdengar begitu dekat di telinganya bersamaan dengan kata-kata manis penuh cinta yang Xavier lontarkan dan selalu berhasil membuat Jasmine tersipu.

Menggeleng, Jasmine menepis ingatan tersebut dan melirik Xavier.

Pria itu juga tengah menatapnya, tatapannya tampak dalam dan intens tertuju pada Jasmine.

“Panggil aku seperti biasa. Aneh rasanya mendengarmu memanggilku dengan seformal itu.”

Kini giliran Jasminelah yang ingin tertawa. Dia menyahutnya dengan sinis, “Well, aku juga merasa begitu aneh mengetahui bahwa kau masih merasa seperti itu. Kita dua orang asing, memang sudah seharusnya bersikap sopan.”

“Kita bukan dua orang asing!” bantah Xavier dengan penuh ketegasan.

“Terserah apa katamu!” ucap Jasmine dengan helaan napas pasrah.

“Kita lihat saja nanti, Jasmine, seberapa asingnya kita,” sahut Xavier dengan tenang, dan tentu saja kata-kata yang mengandung sarkas yang sangat nyata.

Jasmine lagi-lagi memutuskan untuk mengabaikannya.

Lift berhenti lagi, dan kali ini adalah lantai tujuan mereka. Jasmine menduga bahwa Xavier akan menuju lantai yang lebih tinggi, karena mungkin dia memiliki urusan dengan atasan Jasmine. Namun yang terjadi, Xavier justru keluar bersamanya.

Lagi, Jasmine berusaha untuk tidak memedulikan pria itu dan berpikir bahwa mungkin Xavier memiliki urusan lain di lantai ini. Saat Jasmine sampai di ruangan tempat pertemuan akan diselenggarakan, langkahnya terhenti melihat ruangan itu kosong dan dia juga menyadari bahwa bukan hanya dirinya yang masuk ke dalam.

“Kita berdua tepat waktu,” kata Xavier, senyum puas tampak di bibir pria itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Fragile Heart    Bab 80. Ending Scene (TAMAT)  

    Pagi-pagi, Xavier sudah meminta sopir menjemput kedua anaknya. Ya, pria itu tak ingin merusak rencana yang sudah dia buat. Untungnya keluarganya dan keluarga Jasmine mengerti bahwa Xavier ingin mengajak Jasmine dan juga dua anaknya berlibur.“Xavier, kenapa kita harus membawa paspor?” tanya Jasmine bingung.Xavier membelai lembut pipi Jasmine. “Kita akan pergi ke luar negeri, Sayang. Tentunya membutuhkan paspor.”Mata Jasmine membelalak terkejut. “Apa? Kau ingin mengajakku dan anak-anak ke luar negeri? Kenapa mendadak sekali, Sayang. Aku pikir kau hanya mengajakku berlibur ke luar kota saja.” Jasmine sama sekali tidak menyangka Xavier akan mengajaknya dan anak-anak berlibur ke luar negeri. Dia pikir Xavier akan mengajak berlibur ke luar kota saja. Namun, ternyata dugaannya salah besar. Suaminya itu malah mengajaknya untuk berlibur ke luar negeri.Xavier mendekat, dan memeluk pinggang istrinya itu. “Aku ingin mengajakmu ke negara yang ingin kau kunjungi. Tahun lalu kita tidak jadi ke

  • Fragile Heart    Bab 79. Extra Part II

    Jasmine dan Xavier harus merelakan dua anaknya dibawa oleh keluarga mereka. Sopir keluarga Xavier menjemput Jacob, dan sopir keluarga Jasmine menjemput Xavera. Meski masih kecil, tapi Xavera tidak pernah rewel jika berada di keluarga Jasmine ataupun Xavier. Kedua anak mereka akan menginap satu hari di keluarga mereka. Mereka terpisah, demi agar kedua orang tua Jasmine dan kedua orang tua Xavier tidaklah berdebat.Jasmine hendak mengajak Xavier ke dalam rumah mereka, tapi gerak mereka sama-sama terhenti di kala ada sebuah mobil masuk ke dalam halaman parkir. Tampak kening Jasmine mengerut dalam, menatap sosok pria tak asing di matanya baru saja turun dari mobil.“Dylan?” Xavier menatap pria yang menghampirinya.“Hi, lama tidak jumpa, Xavier,” ucap pria bernama Dylan itu.Xavier mendesah kasar. “Kenapa kau di sini?”Dylan terkekeh rendah. “Apa begini menyambut sepupumu, huh?”Jasmine langsung teringat di kala Dylan mengatakan ‘Sepupu’. Kepingan memorinya mengingat sosok pria tampan yang

  • Fragile Heart    Bab 78. Extra Part

    Tiga tahun berlalu … “Bibi Jelena coming!” Jacob berseru melihat sosok Jelena yang muncul. Tampak jelas raut wajah bocah laki-laki tampan berusia tiga tahun—menunjukkan jelas kebahagiaannya.“Halo, Sayang.” Jelena langsung menggendong Jacob, dan menciumi pipi bulat Jacob. “Kau semakin tampan dan menggemaskan.”Jacob berbinar menatap Jelena. “Apakah aku sudah seperti Dad, Bibi?”Jelena mencubit pelan hidung mancung Jacob. “Kau bahkan jauh lebih tampan dari Daddy-mu.”Jacob tersenyum riang mendengar ucapan bibinya.“Wah, Jelena, rupanya kau datang.” Jasmine tersenyum seraya mendekat menghampiri kakaknya. Belakangan ini kakaknya sangat sibuk berpergian ke luar negeri. Hal tersebut yang membuat Jasmine jarang sekali bertemu dengan kakaknya. “Hi, Jasmine. Aku ke sini merindukan dua keponakanku.” Jelena tersenyum manis, seraya menatap Jasmine.Jasmine membalas senyuman Jelena.“Mommy, Bibi Jelena bilang aku lebih tampan dari Daddy,” ucap Jacob bangga. Jasmine membelai pipi bulat Jacob.

  • Fragile Heart    Bab 77. Perfect Ending

    Beberapa bulan berlalu …. “Jelena, kau yang benar saja, kenapa kau ingin ke Argentina selama enam bulan? Apa kau berniat meninggalkan keluargamu?” Mila mengomel pada Jelena yang ingin pergi ke Argentina selama enam bulan. Wajar saja jika Mila marah, karena putri sulungnya itu mendadak ingin pergi. Padahal putrinya tidak membuka cabang salon.Johan dan Jasmine yang berada di sana memilih duduk dengan tenang, menunggu penjelasan Jelena. Mereka menikmati minuman dan cemilan yang diantar sang pelayan. Sudah cukup Mila saja yang mengomel. Johan dan Jasmine tak ingin mengomeli Jelena—yang sudah tampak kepusingan.“Mom, aku ke Argentina karena ingin liburan dan melihat pontensi bisnis di sana. Mungkin saja aku bisa membuka cabang salonku di sana.” Jelena menjelaskan pada sang ibu.Mila memijat keningnya. “Kau pergi sampai enam bulan. Lama sekali! Dulu waktu di New York, kau bertahun-tahun di sana. Sudahlah lebih baik kau fokus pada cabang salonmu saja yang sudah ada. Mommy lebih setuju kau

  • Fragile Heart    Bab 76. Resmi Menjadi Suami Istri

    Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Hari di mana Jasmine dan Xavier akan menjadi satu. Tidak pernah mereka sangka akan tiba dititik ini. Berbagai hantaman badai telah mereka lalui. Berpisah empat tahun, dan semesta kembali mempertemukan dengan cara yang unik. Sebuah cara yang tidak pernah mereka sangka.Sebuah gaun pernikahan mewah sudah terbalut di tubuh Jasmine. Semua orang di ruang rias, memuji penampilan Jasmine yang sangatlah cantik. Jelena dan Mila yang ada di sana sampai menangis karena melihat penampilan Jasmine luar biasa cantik.“Jasmine, kau sangat cantik.” Jelena dan Mila memeluk Jasmine bergantian.Jasmine tersenyum lembut. “Kalian juga sangat cantik.”Mila membelai pipi Jasmine. “Mommy tidak menyangka kau akan menikah lebih dulu dari kakakmu.”“Mom, Jasmine berhak bahagia. Siapa pun yang menikah duluan tidak masalah,” sambung Jelena lembut dan hangat.“Maafkan aku,” ucap Jasmine merasa bersalah.Jelena menggelengkan kepalanya. “Kau tidak bersalah. Kau dan Xavier berhak

  • Fragile Heart    Bab 75. Persiapan Pernikahan

    Rencana pernikahan Xavier dan Jasmine telah tercium di media. Sebagai pengusaha ternama tentunya nama Xavier Coldwell tentunya bahan perbincangan. Bagaimana tidak? Seharusnya yang menjadi istri Xavier adalah Jelena, tapi malah berubah menjadi Jasmine—adik kandung Jelena.Berbagai gossip miring masuk ke media. Namun, Xavier langsung menegaskan bahwa sejak awal yang dia cintai adalah Jasmine. Pun pria itu sampai memberikan keterangan bahwa dia pertama kali memiliki hubungan dengan Jasmine. Baik Xavier ataupun Jelena sama-sama memberikan keterangan, karena tak ingin Jasmine dijelek-jelekkan di hadapan publik.Sikap Jelena dan Xavier yang membela Jasmine, membuat publik yang tadinya menjelek-jelekkan Jasmine, menjadi tak lagi menjelek-jelekkan. Xavier tak menceritakan secara lengkap kisahnya dengan Jasmine di media. Hanya sekilas saja. Tentu Xavier tidak ingin orang tak dikenal mengetahui tentang masa lalunya dengan Jasmine.Saat ini persiapan pernikahan Xavier dan Jasmine bisa dikatakan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status