/ Romansa / Fragile Heart / Bab 5. Penjelasan Tidak akan Mengubah Apa pun!

공유

Bab 5. Penjelasan Tidak akan Mengubah Apa pun!

last update 최신 업데이트: 2023-07-25 18:11:11

Malam itu, Jasmine tidak bisa tidur. Dia berguling di atas ranjangnya untuk mencari posisi yang nyaman, berharap kantuk akan segera menjemputnya, tapi tidak juga bisa. Dia tidak bisa berhenti memikirkan Xavier.

Pria itu seolah menghantui benaknya dengan cara yang paling mengganggu. Padahal besok, dia harus berangkat pagi sekali untuk sebuah rapat penting di perusahaannya. Dia tidak ingin datang dengan keadaan yang buruk.

Tidur biasanya selalu bisa menjadi obat bagi Jasmine, namun kali ini rasanya begitu sulit. Kalau dia memberikan Xavier kesempatan untuk berbicara, akankah pria itu mau meninggalkannya sendiri?

 Empat tahun lalu, Xavier pergi tanpa penjelasan apa pun dan Jasmine lelah untuk memikirkan jawabannya. Namun kali ini, Xavier telah kembali dengan cara yang sangat buruk dan kembali menimbulkan pertanyaan serta badai perasaan baru dalam diri Jasmine.

Jasmine bangkit dari posisi berbaringnya seraya menghela napas panjang. Dia memegangi kepalanya yang terasa berat dan kembali berpikir. Sementara sinar bulan di luar masuk melalui celah gordennya yang terbuka dan membasuh tubuh mungil Jasmine di ranjang besarnya.

Mungkin Xavier berniat untuk menjelaskan apa yang terjadi empat tahun lalu? Mungkin pria itu ingin menyelesaikan apa yang belum terselesaikan di antara mereka? Itu kenapa, dia sangat ingin bicara. Apalagi sebentar lagi dia dan Jelena akan bertunangan. Tentu saja orang tidak ada yang mau masa lalu masih menghantui masa depannya.

Haruskah Jasmine setuju untuk berbicara dengan pria itu?

Setelah beberapa saat berpikir, lagi-lagi Jasmine menghela napas yang lebih panjang dan berat. Jauh di dalam hatinya yang terdalam, alasan kenapa dia menghindari Xavier dan menolak berbicara dengannya adalah karena Jasmine takut.

Ya, dia takut pada kenyataan. Dia takut hatinya yang sudah pecah dan rapuh ini akan semakin berantakan setelah kebenarannya terungkap. Jadi lebih baik menganggap semuanya tidak pernah terjadi. Lebih baik dia dan Xavier tidak pernah berinteraksi lagi. Lebih baik menganggap bahwa, apa yang terjadi empat tahun lalu adalah kesalahan Jasmine sendiri.

Dengan pemikiran itu, Jasmine merasa lebih baik. Tenggorokannya terasa kering dan saat dia hendak mengambil gelas di atas nakas—yang selalu tersedia di sana untuk jaga-jaga kalau tengah malam dia terbangun dengan perasaan haus—Jasmine menemukan kalau gelas itu telah kosong. Jasmine lupa bahwa dari tadi dia sudah bangun berkali-kali dan minum.

Turun dari ranjang, Jasmine mengambil gelas tersebut dan membawanya keluar. Dia berniat untuk mengambil air minum sendiri ke dapur. Jasmine berpikir untuk membuat susu juga. Orang bilang susu bisa membantu untuk membuat ngantuk dan tidur yang lebih baik.

Jasmine keluar dari kamar dan mempercepat langkahnya di lorong saat tiba-tiba saja dia berhenti dengan napas yang juga terasa ikut terhenti. Di hadapannya, berdiri Xavier yang baru saja keluar dari kamar Jelena. Sama seperti Jasmine, pria itu juga tampak terkejut.

Mereka berdua mematung di lorong yang sepi itu dengan tatapan yang tertuju pada satu sama lain. Jasmine tanpa sadar menatap Xavier terlalu lama dari yang seharusnya dan terlalu intens.

Wajah pria itu tampan, tampak segar seolah dia baru selesai mandi. Saat Jasmine menarik napas, dia memang mencium aroma yang sangat harum, aroma yang familiar dengan Jelena.

Apakah Xavier habis mandi di kamar kakaknya. Jasmine tidak ingin terlalu memikirkannya dan hendak mengalihkan pandang saat dia melihat sebuah tanda kemerahan di leher Xavier, di atas kemeja putihnya yang dua kancing teratasnya terbuka.

Jasmine bukanlah gadis polos, dia tentu tahu itu tanda apa! Dengan cepat, wanita itu memutuskan untuk berbalik, dan hendak meninggalkan Xavier, akan tetapi geraknya terhenti di kala Xavier menghadangnya.  

“Jasmine, kenapa kau belum tidur?” Xavier nampak begitu peduli.

“Aku tidur atau belum tidur, sama sekali bukan urusanmu, Tuan Coldwell.”

Setelah mengatakan itu, Jasmine berjalan cepat dan melewati Xavier begitu saja. Pria itu tidak mencegahnya. Pun wanita itu hampir menghela napas penuh syukur saat dia menyadari bahwa Xavier justru mengikutinya di belakang. Langkahnya semakin cepat saat menuruni tangga. Karena terlalu terburu-buru, dia tersandung oleh sesuatu yang ada di lantai.

“Akh!” Jasmine memekik dan siap dengan benturan yang akan terjadi. Namun itu tidak terjadi karena sebuah rengkuhan dari belakang yang menahannya tertarik oleh gravitasi ke bawah tangga.

Napas Jasmine memburu, jantungnya meloncat-loncat. Fakta bahwa dia hampir saja membuat kepalanya berdarah, atau tulangnya keseleo, atau paling buruk mungkin patah, membuat pikirannya kosong untuk beberapa saat.

Dia bisa saja mati!

“Kau baik-baik saja?” tanya sebuah suara bariton di belakangnya yang terdengar khawatir.

Tersadar, Jasmine langsung melepaskan dirinya dari rengkuhan pria itu. “Terima kasih,” ucapnya tanpa menoleh, lalu melanjutkan langkahnya menuju bawah. Dia tidak ingin menatap Xavier, tidak ingin merasa berutang budi karena pria itu telah menyelamatkannya.

Rumah itu sepi, lampu-lampu utama telah dimatikan untuk menghemat energi. Yang tersisa hanya lampu-lampu kecil yang memberi penerangan redup dan hangat. Dapur tentu saja juga sepi, semua pelayan sudah beristirahat. Saat Jasmine melihat ke arah jam tadi, jarum panjang di jam itu menunjuk ke arah angka tiga. Ini sudah hampir pagi.

Sesampainya di dapur, Jasmine meletakkan gelas yang dibawanya dari kamar ke atas meja. Dia bahkan tidak sadar gelas itu masih di tangannya, bahkan ketika dia hampir terjatuh di tangga. Jasmine bersandar di meja itu untuk beberapa saat, menenangkan dirinya saat suara bariton itu lagi-lagi terdengar.

“Jasmine!”

Jasmine terlonjak kaget. Dia berbalik dan langsung bertatapan dengan Xavier. “Tuan Coldwell, apa yang—”

“Bisakah kau berhenti memanggilku dengan nama itu, Jasmine?” sahut Xavier. Ekspresi di wajahnya jelas menunjukkan ketidaksenangan dan sedikit kekhawatiran dari matanya yang menatap Jasmine.

Jasmine mendadak jadi salah tingkah. Ini adalah pria yang telah menghancurkan hatinya, meninggalkannya empat tahun lalu, dan kembali lagi seolah dia tidak memiliki dosa sama sekali, lantas ... kenapa Jasmine masih saja dibuat berdebar akan kehadirannya?

“Itu namamu,” kata Jasmine dengan nada dingin. “Kau tidak suka dipanggil dengan namamu sendiri?”

Sebuah senyum tipis terbit di bibir Xavier. “Mau kau berusaha bagaimanapun untuk membuat seolah-olah kita adalah orang asing, itu tidak akan berhasil, Jasmine.”

Jasmine menelan ludahnya dan merasa dadanya mulai sesak oleh segumpalan emosi yang pria itu timbulkan. “Maksudmu?”

Xavier mendekat, berhenti di hadapan Jasmine. Dari jarak sedekat ini, dia bisa mencium aroma sabun milik Jelena semakin jelas. Jasmine harus mengingatkan dirinya sendiri bahwa pria di hadapannya ini adalah kekasih kakaknya.

“Ada hal yang belum terselesaikan di antara kita empat tahun lalu, Jasmine,” Xavier berkata dingin, dan penuh ketegasan nyata.

Jasmine mematung, lalu beberapa detik kemudian ekspresinya berubah menjadi kaku. Dia menyahut dengan nada dingin yang membeku, “Dengan kepergianmu, itu adalah akhirnya. Selesai.”

“Aku memiliki penjelasan untuk itu,” kata Xavier menekankan.

Jasmine menggeleng. “Aku tidak peduli.”

“Jasmine—”

“Tidak, Xavier!” sela Jasmine cepat. Dia merasakan kemarahan mulai mengambil alih dan mensabotase rasa gugup juga sakit hatinya. Kemudian dia pun berkata dengan tajam, “Penjelasan tidak akan mengubah apa pun! Penjelasan tidak akan menyatukan kembali kepingan hatiku yang hancur. Penjelasan tidak akan membuat semua penderitaanku selama empat tahun ini menjadi baik-baik saja. Dan penjelasan ... tidak akan mengubah fakta bahwa kau sekarang adalah kekasih kakakku.”

Xavier membuka mulutnya, napasnya terdengar lebih berat, namun dia menutupnya lagi dan tidak ada kata-kata yang berhasil dia ucapkan. Tertohok, yang Xavier berhasil lakukan kemudian hanya gumaman kata maaf yang tidak didengar oleh Jasmine karena wanita itu sudah lebih dulu berbalik dan melangkah meninggalkan dapur.

Tanpa Xavier sadari, di kala Jasmine berbalik—matanya sudah tergenang air mata yang membasahi pipi mulus wanita itu. Dia sudah berusaha kuat dan tangguh, tapi jika tentang hati tentu saja Jasmine akan tetap terpancing.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Fragile Heart    Bab 80. Ending Scene (TAMAT)  

    Pagi-pagi, Xavier sudah meminta sopir menjemput kedua anaknya. Ya, pria itu tak ingin merusak rencana yang sudah dia buat. Untungnya keluarganya dan keluarga Jasmine mengerti bahwa Xavier ingin mengajak Jasmine dan juga dua anaknya berlibur.“Xavier, kenapa kita harus membawa paspor?” tanya Jasmine bingung.Xavier membelai lembut pipi Jasmine. “Kita akan pergi ke luar negeri, Sayang. Tentunya membutuhkan paspor.”Mata Jasmine membelalak terkejut. “Apa? Kau ingin mengajakku dan anak-anak ke luar negeri? Kenapa mendadak sekali, Sayang. Aku pikir kau hanya mengajakku berlibur ke luar kota saja.” Jasmine sama sekali tidak menyangka Xavier akan mengajaknya dan anak-anak berlibur ke luar negeri. Dia pikir Xavier akan mengajak berlibur ke luar kota saja. Namun, ternyata dugaannya salah besar. Suaminya itu malah mengajaknya untuk berlibur ke luar negeri.Xavier mendekat, dan memeluk pinggang istrinya itu. “Aku ingin mengajakmu ke negara yang ingin kau kunjungi. Tahun lalu kita tidak jadi ke

  • Fragile Heart    Bab 79. Extra Part II

    Jasmine dan Xavier harus merelakan dua anaknya dibawa oleh keluarga mereka. Sopir keluarga Xavier menjemput Jacob, dan sopir keluarga Jasmine menjemput Xavera. Meski masih kecil, tapi Xavera tidak pernah rewel jika berada di keluarga Jasmine ataupun Xavier. Kedua anak mereka akan menginap satu hari di keluarga mereka. Mereka terpisah, demi agar kedua orang tua Jasmine dan kedua orang tua Xavier tidaklah berdebat.Jasmine hendak mengajak Xavier ke dalam rumah mereka, tapi gerak mereka sama-sama terhenti di kala ada sebuah mobil masuk ke dalam halaman parkir. Tampak kening Jasmine mengerut dalam, menatap sosok pria tak asing di matanya baru saja turun dari mobil.“Dylan?” Xavier menatap pria yang menghampirinya.“Hi, lama tidak jumpa, Xavier,” ucap pria bernama Dylan itu.Xavier mendesah kasar. “Kenapa kau di sini?”Dylan terkekeh rendah. “Apa begini menyambut sepupumu, huh?”Jasmine langsung teringat di kala Dylan mengatakan ‘Sepupu’. Kepingan memorinya mengingat sosok pria tampan yang

  • Fragile Heart    Bab 78. Extra Part

    Tiga tahun berlalu … “Bibi Jelena coming!” Jacob berseru melihat sosok Jelena yang muncul. Tampak jelas raut wajah bocah laki-laki tampan berusia tiga tahun—menunjukkan jelas kebahagiaannya.“Halo, Sayang.” Jelena langsung menggendong Jacob, dan menciumi pipi bulat Jacob. “Kau semakin tampan dan menggemaskan.”Jacob berbinar menatap Jelena. “Apakah aku sudah seperti Dad, Bibi?”Jelena mencubit pelan hidung mancung Jacob. “Kau bahkan jauh lebih tampan dari Daddy-mu.”Jacob tersenyum riang mendengar ucapan bibinya.“Wah, Jelena, rupanya kau datang.” Jasmine tersenyum seraya mendekat menghampiri kakaknya. Belakangan ini kakaknya sangat sibuk berpergian ke luar negeri. Hal tersebut yang membuat Jasmine jarang sekali bertemu dengan kakaknya. “Hi, Jasmine. Aku ke sini merindukan dua keponakanku.” Jelena tersenyum manis, seraya menatap Jasmine.Jasmine membalas senyuman Jelena.“Mommy, Bibi Jelena bilang aku lebih tampan dari Daddy,” ucap Jacob bangga. Jasmine membelai pipi bulat Jacob.

  • Fragile Heart    Bab 77. Perfect Ending

    Beberapa bulan berlalu …. “Jelena, kau yang benar saja, kenapa kau ingin ke Argentina selama enam bulan? Apa kau berniat meninggalkan keluargamu?” Mila mengomel pada Jelena yang ingin pergi ke Argentina selama enam bulan. Wajar saja jika Mila marah, karena putri sulungnya itu mendadak ingin pergi. Padahal putrinya tidak membuka cabang salon.Johan dan Jasmine yang berada di sana memilih duduk dengan tenang, menunggu penjelasan Jelena. Mereka menikmati minuman dan cemilan yang diantar sang pelayan. Sudah cukup Mila saja yang mengomel. Johan dan Jasmine tak ingin mengomeli Jelena—yang sudah tampak kepusingan.“Mom, aku ke Argentina karena ingin liburan dan melihat pontensi bisnis di sana. Mungkin saja aku bisa membuka cabang salonku di sana.” Jelena menjelaskan pada sang ibu.Mila memijat keningnya. “Kau pergi sampai enam bulan. Lama sekali! Dulu waktu di New York, kau bertahun-tahun di sana. Sudahlah lebih baik kau fokus pada cabang salonmu saja yang sudah ada. Mommy lebih setuju kau

  • Fragile Heart    Bab 76. Resmi Menjadi Suami Istri

    Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Hari di mana Jasmine dan Xavier akan menjadi satu. Tidak pernah mereka sangka akan tiba dititik ini. Berbagai hantaman badai telah mereka lalui. Berpisah empat tahun, dan semesta kembali mempertemukan dengan cara yang unik. Sebuah cara yang tidak pernah mereka sangka.Sebuah gaun pernikahan mewah sudah terbalut di tubuh Jasmine. Semua orang di ruang rias, memuji penampilan Jasmine yang sangatlah cantik. Jelena dan Mila yang ada di sana sampai menangis karena melihat penampilan Jasmine luar biasa cantik.“Jasmine, kau sangat cantik.” Jelena dan Mila memeluk Jasmine bergantian.Jasmine tersenyum lembut. “Kalian juga sangat cantik.”Mila membelai pipi Jasmine. “Mommy tidak menyangka kau akan menikah lebih dulu dari kakakmu.”“Mom, Jasmine berhak bahagia. Siapa pun yang menikah duluan tidak masalah,” sambung Jelena lembut dan hangat.“Maafkan aku,” ucap Jasmine merasa bersalah.Jelena menggelengkan kepalanya. “Kau tidak bersalah. Kau dan Xavier berhak

  • Fragile Heart    Bab 75. Persiapan Pernikahan

    Rencana pernikahan Xavier dan Jasmine telah tercium di media. Sebagai pengusaha ternama tentunya nama Xavier Coldwell tentunya bahan perbincangan. Bagaimana tidak? Seharusnya yang menjadi istri Xavier adalah Jelena, tapi malah berubah menjadi Jasmine—adik kandung Jelena.Berbagai gossip miring masuk ke media. Namun, Xavier langsung menegaskan bahwa sejak awal yang dia cintai adalah Jasmine. Pun pria itu sampai memberikan keterangan bahwa dia pertama kali memiliki hubungan dengan Jasmine. Baik Xavier ataupun Jelena sama-sama memberikan keterangan, karena tak ingin Jasmine dijelek-jelekkan di hadapan publik.Sikap Jelena dan Xavier yang membela Jasmine, membuat publik yang tadinya menjelek-jelekkan Jasmine, menjadi tak lagi menjelek-jelekkan. Xavier tak menceritakan secara lengkap kisahnya dengan Jasmine di media. Hanya sekilas saja. Tentu Xavier tidak ingin orang tak dikenal mengetahui tentang masa lalunya dengan Jasmine.Saat ini persiapan pernikahan Xavier dan Jasmine bisa dikatakan

  • Fragile Heart    Bab 74. Lamaran Manis

    Jasmine melambaikan tangan ke arah mobil Jelena yang mulai pergi meninggalkan mansion Xavier. Senyuman lembut terlukis di wajahnya. Jelena hanya bisa menginap satu malam saja, karena harus mengurus pekerjaannya.“Jasmine,” panggil Xavier yang muncul dari belakang.“Ya?” Jasmine mengalihkan pandangannya, menatap Xavier.“Jelena sudah pulang?”“Sudah.” “Gantilah pakaianmu. Aku sudah menyiapkan dress untukmu di kamar. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat.”“Kau ingin mengajakku ke mana, Xavier?”“Nanti kau akan tahu.” Xavier membelai lembut pipi Jasmine.Jasmine menghela napas dalam. “Baiklah, tunggu sebentar. Aku akan mengganti pakaianku dulu.”“Aku akan menunggu.” Xavier mengecup bibir Jasmine. Detik selanjutnya, Jasmine melangkah masuk ke dalam rumah menuju kamar. Wanita itu memilih menuruti keinginan Xavier tanpa banyak bertanya.*** Dress berwarna kuning dengan kombinasi hijau sangat cantik di tubuh Jasmine. Xavier pun tak tahan untuk meloloskan pujian. Hari itu Jasmine terlihat s

  • Fragile Heart    Bab 73. Jelena yang Baik Hati

    Jasmine menatap cermin melihat perutnya yang masih rata. Wanita itu mengusap lembut perutnya. Dalam benaknya membayangkan jika kelak nanti perutnya membuncit. Dulu dia gagal, karena keguguran. Sekarang cerita telah berbeda, karena dirinya kembali mengandung.Terakhir dokter mengatakan kandungannya sangat sehat. Hal tersebut membuat Jasmine optimis bahwa dirinya akan melahirkan bayi kedua ini. Terkadang Jasmine merasa bahwa ini semua adalah mimpi, tapi dia sangat sadar bahwa dirinya berada di dunia nyata.“Melamun di pagi hari. Apa yang kau pikirkan, hm?” Xavier mendekat, memeluk Jasmine dari belakang.Jasmine tersentak di kala ada yang memeluknya dari belakang. Namun, keterkejutannya hanya sebentar saja, karena dia melihat dari pantulan cermin Xavier yang tengah memeluknya dari belakang.“Xavier, kau mengejutkanku,” ucap Jasmine pelan.Xavier mengecup tengkuk leher Jasmine. “Kau melamun. Apa yang kau pikirkan?”Jasmine terdiam sebentar. “Aku masih tidak menyangka hubungan kita akan mu

  • Fragile Heart    Bab 72. Matahari dan Bulan Bersinar pada Waktunya  

    London, UK. Hiruk pikuk London menyambut. Cuaca indah dan menyegarkan. Jasmine dan Xavier sudah berada di dalam mobil. Setibanya di bandara, sudah ada sopir yang menjemput. Tentu semua ini diatur oleh Xavier. Jasmine hanya memilih menurut dan patuh akan apa yang diminta oleh pria itu.“Xavier, kau akan membawaku ke mana? Pulang ke rumah orang tuaku?” tanya Jasmine ingin tahu. Jantungnya terus berdebar kencang seolah ingin berhenti dari tempatnya. Perasaan yang dirasakan oleh Jasmine benar-benar sangatlah campur aduk.“Tidak. Aku akan membawamu ke rumah orang tuaku,” jawab Xavier yang sontak membuat Jasmine terkejut.Jasmine tersentak. “A-apa? K-kau membawaku ke rumah orang tuamu?”Xavier menatap keterkejutan di wajah Jasmine. Dia membelai pipi Jasmine sambil berkata, “Nanti kau akan tahu. Jangan khawatir. Aku akan selalu di sisimu. Empat tahun kita sama-sama tersiksa. Sekarang sudah waktunya untuk bahagia.”Jasmine memilih menyandarkan kepalanya di lengan kekar Xavier. Dia percaya pa

좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status