“Siapa, Vi? Jeffry lagi? Bukannya dia baru pulang?” Kelly keluar dari kamarnya, mendekat ke arah gazebo. Sedetik kemudian, pintu kamar yang dihuni Theta juga terbuka. Gadis itu mengekori Kelly. “Kamu kenapa duduk sendirian di situ? Tumben nggak merusuh di kamarku,” tanya Kelly dengan nada gurau.
“Itu Jeffry?” Tetha mengulangi pertanyaan Kelly tadi.
“Bukan Jeffry,” balas Violet. Tatapannya terarah ke SUV itu. Pintu mobil terbuka dan Quinn melangkah keluar. Lelaki itu mengenakan jins berwarna abu-abu dan kaus vintage dengan gambar mobil kuno di bagian depan.
“Vi, itu bukan dewa yunani yang sedang iseng turun ke bumi, kan?” Tetha berdiri di dekat kursi yang diduduki Violet. Gadis itu hanya mengenakan tanktop dan celana pendek. Melihat itu, Violet segera tersadar dengan penampilannya. Dia hanya memakai celana longgar yang panjangnya sedikit di atas lutut dan kaus tanpa lengan yang biasa di
“Jadi, kita bisa makan sekarang? Terus terang saja, aku lapar sekali,” Quinn menunjuk perutnya sendiri.“Baiklah. Aku mengizinkanmu makan,” gurau Violet.Untuk sementara, Violet menekan rasa ingin tahunya sekuat tenaga. Begitu isi sendok pertama berpindah ke rongga mulutnya, rasa lezat segera berpesta di sana. Gadis itu mengunyah dengan gerakan perlahan, seakan ingin menikmati tiap cita rasa yang dikecap oleh lidahnya. Nasi goreng dengan suwiran ayam berbumbu itu memang nikmat.“Enak?” tanya Quinn.Violet mengangguk. “Sangat enak. Kamu beli di mana, sih? Aku belum pernah makan nasi goreng ini.”“Di dekat tempat indekos lamaku. Di daerah Jalan Baru.”Violet terbelalak. “Lumayan jauh. Kamu masih kos di sekitar sana?”Quinn menggeleng. Pria itu mengunyah sisa makanan di mulutnya sebelum menjawab. “Sekarang aku tinggal di mes yang disediakan kantor. Nggak jauh d
Keheningan membungkus keduanya selama berdetik-detik. Quinn dan Violet hanya bertukar pandang. Sebenarnya, Violet tak terlalu paham alasan Quinn mendatanginya saat ini. Memangnya apa yang harus mereka lakukan?“Apa kamu tahu kalau Eirene pernah naksir pacarmu waktu SMA?” tanya Quinn tiba-tiba, memecah keheningan.Violet mengangkat alis dengan pandangan bertanya. “Nggak tahu. Jeff cuma bilang kalau dulu mereka dekat. Sering naik gunung bersama juga.”“Eirene bilang padaku soal taksir-menaksir itu. Cuma menurutnya Jeffry tidak punya perasaan yang sama.” Quinn menyisir rambutnya dengan jari sebelum mengajukan pertanyaan baru. “Kalau kamu jadi aku, apa perasaanmu mendengar pengakuan seperti itu? Dan tiap kali aku merasa sesuatu kurang pantas untuk dilakukan dan mencoba bicara dengan Eireen, kami malah bertengkar. Menurut Eirene aku terlalu cemburuan, tidak masuk akal, dan entah apa lagi.”Violet tak mampu menutu
Keheningan membungkus keduanya selama berdetik-detik. Quinn dan Violet hanya bertukar pandang. Sebenarnya, Violet tak terlalu paham alasan Quinn mendatanginya saat ini. Memangnya apa yang harus mereka lakukan?“Apa kamu tahu kalau Eirene pernah naksir pacarmu waktu SMA?” tanya Quinn tiba-tiba, memecah keheningan.Violet mengangkat alis dengan pandangan bertanya. “Nggak tahu. Jeff cuma bilang kalau dulu mereka dekat. Sering naik gunung bersama juga.”“Eirene bilang padaku soal taksir-menaksir itu. Cuma menurutnya Jeffry tidak punya perasaan yang sama.” Quinn menyisir rambutnya dengan jari sebelum mengajukan pertanyaan baru. “Kalau kamu jadi aku, apa perasaanmu mendengar pengakuan seperti itu? Dan tiap kali aku merasa sesuatu kurang pantas untuk dilakukan dan mencoba bicara dengan Eireen, kami malah bertengkar. Menurut Eirene aku terlalu cemburuan, tidak masuk akal, dan entah apa lagi.”Violet tak mampu menutu
Violet manggut-manggut memikirkan kemungkinan itu. Meski dirinya juga belum memiliki bayangan apa pun seperti halnya Quinn, Violet merasa gagasan bersekutu itu cukup masuk akal. Mereka bisa berbuat banyak demi mencegah pasangan masing-masing saling berselingkuh. Persekutuan yang aneh dan mungkin belum pernah ada.“Vi, apakah ada kemungkinan kamu bisa mencegah Jeffry menghubungi Eirene lagi?”Kalimat Quinn terdengar menggelikan. Namun karena Violet menangkap keseriusan di wajah Quinn, dia tidak berani tertawa. Violet khawatir, pria itu akan tersinggung.“Itu hal yang mustahil, Quinn! Aku tidak mungkin menyita ponsel Jeff atau diam-diam menghapus nomor Eirene dari kontaknya. Mereka tetap bisa berhubungan dengan mudah. Entah dengan dirimu, yang jelas teman-teman mereka banyak yang berada dalam satu lingkaran. Sementara aku beda. Jeff teman kuliahku, dan aku nyaris tak mengenal teman SMA-nya. Jujur saja, kondisi ini agak menyulitkanku ‘memant
“Bukan begitu!” sergah Violet tak nyaman. “Aku tidak memandangmu jelek karena hal itu. Menurutku itu sangat wajar, kok! Aku pun pasti akan melakukan hal yang sama jika itu memang mungkin. Sayang, kakekku tidak menjadi pemilik hotel manapun.” Telinga Violet sendiri bisa mendengar nada pahit pada suaranya.Senyum Quinn yang hendak merekah karena geli melihat upaya Violet membuatnya tidak tersinggung, mendadak patah. Lelaki itu bergumam. “Kamu sepertinya jadi ... sedih.”Violet mengangkat wajahnya dan tak bisa menyembunyikan matanya yang mendadak berkaca-kaca. Quinn tampak terkejut melihatnya, tapi lelaki itu tak bicara apa pun.“Aku jadi merindukan kakekku,” aku Violet.Quinn tampak sangat hati-hati saat berkata, “Apa kamu ingin pulang ke Medan?”Violet merasakan hatinya tersengat. Lelaki ini bahkan masih mengingat obrolan basa-basi mereka di Marquiss tempo hari. Sementara dirinya sudah lupa
Violet benar-benar merasakan sulitnya bekerja saat konsentrasi dan ketenangan hidupnya dirampas begitu saja. Oleh kata-kata Quinn yang tak masuk akal tapi –entah kenapa- mampu membuatnya diliputi gairah aneh yang serupa candu. Makin dipikirkan, justru kian terlihat menantang. Berbanding lurus dengan keinginan untuk melupakan ide liar itu.“Kamu kenapa? Sejak pagi gelisah terus,” tegur Nindy penuh perhatian. Untuk hari ini, Violet merasakan ironi yang membungkus mereka. Biasanya, dialah yang selalu memperhatikan Nindy. Namun hari ini yang terjadi malah sebaliknya. Nindy justru bisa menangkap kegelisahan yang membuat Violet tak bisa duduk dengan tenang.Violet selalu merasa bahwa dirinya adalah orang yang tergolong mudah menyembunyikan perasaan. Emosinya tak mudah mencuat begitu saja, –kecuali untuk masalah Jeffry- tersimpan rapi. Namun hari ini adalah pengecualian. Dan hal itu cukup mengganggunya.Entah berapa kali dia melakukan kesalahan
Violet menghabiskan sisa sore itu dengan berusaha keras berkonsentrasi pada pekerjaannya. Sebenarnya, dia tak perlu secemas ini, kan? Dia juga tak harus sampai kehilangan konsentrasi dan menyusahkan diri sendiri berkali-kali. Jika memang tak tertarik, mestinya Violet langsung menolak usul dari Quinn tadi malam. Namun, nyatanya dia malah setuju. Jadi, Violet harusnya menghadapi konsekuensi dari keputusannya dengan tenang.Ketika jam pulang akhirnya tiba, Violet mengemasi barang-barangnya dengan cekatan. Dia langsung mencegat angkutan yang lewat di depan kantornya. Perjalanan yang memakan waktu sekitar dua puluh menit itu membuat jantung Violet berdebar-debar.Langkah kaki Violet agak gemetar saat gadis itu turun dari angkot. Tungkainya terasa lemas. Violet bertanya-tanya sendiri, apakah ini keputusan yang tepat? Dia sempat berdiri termangu sebelum melewati pintu gerbang restoran bernama Bukit Pangrango. Gadis itu harus berjalan di area ber-paving block dengan kondisi ya
Suara obrolan mereka begitu riuh dan hanya berjarak dua meja dari tempat duduk Violet. Secara fisik, semuanya menarik dengan dandanan yang mencerminkan kesukaan mereka mengikuti mode. Namun bukan itu yang membuat Violet mendadak merasa haus. Aneka gelas berisi minuman warna-warni yang ada di meja mereka sungguh menggoda mata.Violet melambai dan segera memesan satu porsi mango smoothies untuk dirinya tanpa membatalkan satu porsi air mineral tadi. Tadinya dia ingin memesankan minuman untuk Quinn juga, tapi Violet khawatir pilihannya tidak cocok. Saat kedua minuman yang dipesannya datang beberapa menit kemudian, Violet menyesapnya dengan mata setengah terpejam. Rasa mango smoothies ini sangat lezat.“Apakah minumanmu memang seenak itu?” tanya seseorang, mengagetkan.Refleks Violet membuka mata dan melepaskan sedotan yang berada di antara giginya saat mendengar suara Quinn. Seperti biasa, pria itu terlihat menawan sekaligus menju