Jan menutup telepon setelah menggumamkan selamat malam. Quinn pun melanjutkan perjalanan menuju supermarket. Seharusnya dia berbelanja kemarin. Akan tetapi, Quinn terpaksa pulang lebih larut karena harus menghadapi tamu yang komplain dengan makanan di restoran dan -bisa dibilang- membuat keributan.
Jan tinggal di sebuah rumah nyaman, tak jauh dari The Suite sekaligus mes yang ditempati Quinn. Entah berapa ratus kali kakeknya meminta lelaki itu pindah agar mereka bisa tinggal serumah. Namun Quinn menolak.
Dia tak keberatan bekerja di The Suite, memanfaatkan hubungan kekerabatan dengan kakeknya. Akan tetapi, lain ceritanya jika dia harus tinggal serumah dengan Jan. Quinn hanya ingin menerima fasilitas yang memang juga didapatkan oleh pegawai lain, sesuai dengan posisi masing-masing. Walau tak sepenuhnya efektif meredam omongan miring yang terkadang masih terdengar, tapi Quinn tahu dia sudah berusaha semaksimal mungkin. Supaya dirinya dinilai berdasarkan kinerja dan bukan
Inilah enaknya jika memiliki teman satu kos yang juga ahli merias wajah. Mika bekerja di sebuah salon top sebagai penata rias. Saat ada penghuni kos yang membutuhkan pertolongannya, kuas-kuas Mika siap untuk melakukan sihir yang luar biasa.Violet pun meminta hal yang sama hari itu. Berdasarkan pengalamannya, Jeffry pasti selalu tampail rapi dan menawan, apalagi di acara-acara resmi. Kali ini, Violet bertekad untuk mengimbanginya. Dia tidak ingin tampil jelek di hari ini. Violet ingin Jeffry berhenti memandangi perempuan cantik lainnya yang ada di sekitar mereka. Minimal malam ini. Untuk alasan itu, maka Violet pun harus tampil menawan.Mika memang mirip penyihir. Violet ternganga menatap wajahnya di cermin saat proses merias wajahnya akhirnya selesai. Hidung Violet terkesan lebih mancung karena shading yang dibubuhkan di tulang hidungnya. Dan hal itu membuat gadis itu sangat suka.“Hei, lihat siapa ini! Kamu empat level lebih cantik dari Violet y
“Oh, ternyata begitu.” Violet belum pernah bertemu dengan Ferdinand atau Adriel. Dia tidak familiar dengan teman Jeffry di masa sekolah menengah atas. Lain halnya dengan teman-teman saat kuliah. Mereka satu kampus meski berbeda jurusan.“SMA kami letaknya di dekat rumah Ferdinand. Waktu aku kelas satu, dia sudah kelas tiga. Setelah dia tamat dan mulai kuliah, kami masih sering berkumpul bersama. Jadi, Ferdinand lumayan banyak kenal adik kelasku walau saat itu dia sudah jadi mahasiswa. Orangnya memang supel dan gampang akrab. Ferdinand dan Adriel setipe. Makanya nanti jangan heran kalau tamunya membeludak.”Kemacetan kembali menghadang di banyak titik. Bogor masa kini sudah berbeda dibanding delapan tahun silam, saat pertama kali Violet menetap di sini. Bogor terkini berhawa panas menyengat yang menyerupai Jakarta. Juga kemacetan di sana-sini setiap saat.Mereka akhirnya tiba di halaman parkir hotel sekitar pukul tujuh malam. Violet bisa m
Jeffry dan Eireen langsung mengobrol seru dan mengabaikan orang-orang yang berada di sekitar mereka. Violet diam-diam bertanya, apakah dahulu keduanya pernah terlibat hubungan asmara? Cara keduanya saling pandang, rasanya tak akan terjadi jika tak melibatkan perasaan khusus. Atau, mungkinkah Violet terlalu cemburu hingga tak bisa melihat dengan jernih?Di lain pihak, ada kecemasan baru yang menusuk-nusuk setiap pori-porinya. Violet tak bisa membayangkan perasaan Quinn melihat keakraban yang sangat mencolok antara kekasihnya dengan Jeffry. Bagaimanapun itu sangat tidak beretika. Namun tampaknya tidak ada yang berniat menegur Jeffry atau Eirene. Keduanya terus bercanda akrab dan menjengahkan Violet. Seperti dirinya, Quinn pun tampak diabaikan.Quinn akhirnya menghilang cukup lama. Diam-diam Violet mengikuti lelaki itu dengan tatapannya. Quinn jelas terlihat terganggu melihat kedekatan kekasihnya dengan Jeffry. Namun tampaknya lelaki itu cukup bijak untuk tidak menonjok w
Quinn bisa melihat betapa Eireen merindukan teman-temannya semasa SMA. Saking senangnya bersua lagi dengan mereka, gadis itu mengabaikan Quinn sepanjang acara resepsi itu. Meski mencoba membaur, Quinn yang pada dasarnya bukan orang dengan tingkat kesupelan sempurna, akhirnya merasa tersisih.Namun, tampaknya bukan dia sendiri yang merasa seperti itu. Kekasih Jeffry, Violet, pun bernasib sama. Eireen dan Jeffry mengobrol berdua dengan begitu asyiknya, tak peduli pada orang-orang di sekeliling mereka. Jadilah Quinn dan Violet mirip dua orang asing yang tersasar di dunia tak dikenal.Quinn memang tak mengobrol dengan Violet selain saat mereka berkenalan dan berbasa-basi sekenanya. Namun dia bisa melihat bahwa gadis itu berdiri menyendiri, agak menjauh dari Eireen dan teman-temannya. Meski sesekali ada perempuan lain yang menghampiri Violet dan bicara dengan gadis itu, tapi Quinn bisa melihat jika pacar Jeffry itu merasa tak nyaman.“Pacar Bapak cantik b
Sehari setelah resepsi, Quinn dan Eireen sengaja menghabiskan waktu bersama. Sepulang dari hotel, Quinn buru-buru menuju mes untuk mandi dan berganti pakaian. Hari Minggu itu diniatkan untuk bersantai sekaligus menikmati sisa akhir pekan bersama sang pacar. Keduanya bermaksud untuk mendatangi bioskop untuk menonton. Setelahnya, Quinn dan Eireen akan makan malam.Namun, rencana itu berubah setelah melihat deretan film yang sedang diputar. Tak ada satu pun yang menarik minat pasangan itu. Setelahnya, Eireen merekomendasikan sebuah restoran dengan sistem all you can eat yang baru dibuka.“Aku baru sekali datang ke sana. Tempatnya bagus dan nyaman, Quinn. Ramai, sih. Tapi area makannya cukup memberi privasi. Tiap meja menempati semacam gerbong yang bentuknya mirip kereta gantung. Unik, pokoknya,” promosi Eireen saat Quinn menjemput gadis itu di rumahnya. “Makanannya juga enak. Mereka nggak menyajikan menu daerah atau negara tertentu. Pilihannya p
Violet benar-benar “menjauh” dari kekasihnya. Pesan via WhatsApp dan panggilan telepon dari Jeffry diabaikannya. Violet ingin menenangkan diri, agar emosinya tak selalu terpancing. Bukannya dia tak berusaha memaklumi Jeffry, menanamkan ide di kepalanya bahwa yang terpenting adalah sang kekasih tak pernah mengkhianatinya. Namun, Violet gagal melakukannya. Perselingkuhan mungkin tak pernah terjadi. Namun dia juga merasa sikap Jeffry selama ini menunjukkan bahwa pria itu tak benar-benar menghargai Violet.Violet pun menyadari satu hal. Bahwa naik dan turunnya perasaannya sangat sulit dikendalikan bila itu menyangkut Jeffry dan keramahannya pada kaum hawa yang kelebihan dosis. Violet baru merasakan bahwa rasa lelah yang menjamahnya itu sangat melemahkan. Membuat amarahnya gampang tersulut. Padahal, perempuan itu tak menyukai energi negatif seperti itu.“Bagaimana acara resepsinya? Jeffry tidak jelalatan, kan? Dengan pasangan secantik dirimu, sangat kurang
Hari Senin, tanpa sengaja Violet melihat memar lagi. Meski sudah agak samar, warna berbeda di leher Nindy cukup menarik perhatiannya. Walaupun Nindy sudah berusaha menyamarkan dengan cara menggeraikan rambut panjangnya yang biasa digelung rapi. Nindy juga berkali-kali menarik rambutnya agar menutupi area lehernya dengan baik.Awalnya, Violet mengira bahwa itu tanda-tanda kemesraan dan gairah yang berlebihan antara pasangan yang sedang dimabuk cinta. Namun Violet menjadi resah saat ingat bahwa dia nyaris tak pernah melihat Randy bersikap mesra saat menjemput Nindy. Randy seakan ingin menunjukkan bahwa Nindy harus mematuhinya, bukan mencintainya.Terdorong oleh pemikiran itu, Violet menjadi lebih memperhatikan apa yang ada di leher temannya. Beberapa hari kemudian, ada bekas yang mirip tapi terlihat lebih jelas. Kali itu, Violet pun yakin bahwa itu adalah memar dari bekas jari yang ditekan dengan tenaga yang kuat. Gadis itu cuma mampu merasakan rasa ngeri meraya
Ternyata, tidak hanya Violet yang menganggap serius masalah Nindy. Teman-temannya yang lain pun sependapat. Bisik-bisik terdengar di sana-sini, menggumamkan rasa cemas dan iba. Tampaknya, seisi kantor mereka sudah menyadari ada yang tidak beres dengan hubungan asmara antara Nindy dan Randy.“Sudahlah, dia nggak mau dibantu! Aku sudah mencobanya beberapa kali,” tukas Violet. Dia mengedikkan bahunya dengan tak berdaya.“Kamu sudah bicara dengan dia, Vi?” tanya Fadia, karyawati dari bagian keuangan.Violet mengangguk tegas. “Bukan cuma sekali, tapi sudah beberapa kali.”“Dia bilang apa?” Ratna ingin tahu.“Kalian kira apa? Dia tidak mau mengaku kalau Randy menyakitinya. Dia bahkan pernah bilang kalau itu semua salahnya. Yah, mirip cerita korban-korban kekerasan yang sering kita baca,” urai Violet. “Aku gemas tapi nggak bisa melakukan apa pun.”Wajah-wajah di depan Violet me