"Benarkah? Tapi, kenapa aku tidak merasa kekuatan apa-apa?" Tanya Awan bingung. Ia merasa tidak ubahnya seperti orang biasa, sementara Charlote mengambarkan betapa kuatnya mereka. Hal itu, membuat Awan bingung dan meragukan ucapan Charlote."Seperti yang bibi bilang, kamu akan menyadarinya begitu ingatanmu kembali nanti. Sampai saat itu tiba, kamu jangan berhenti mencoba untuk mengingat siapa dirimu yang sebenarnya. Kami semua, juga akan membantumu untuk mengingat semuanya kembali."Selanjutnya, Charlote menceritakan. Jika organisasi the Shadow ternyata telah sejak lama menemukan teori tentang cara pembuatan serum iblis tersebut. Mereka telah mencobanya puluhan tahun yang lalu, saat itu mereka berhasil mendapatkan sedikit darah Kelvin.Uji coba mereka membuahkan hasil. Hanya saja, untuk itu mereka butuh lebih banyak DNA Kelvin untuk mengembangkan penelitian mereka. Jelas saja, mereka tidak akan berani meminta langsung ataupun memaksa untuk mengambilnya. Apalagi mereka sudah tahu sendi
Awan tergelak, mengira Charlote sedang bercanda soal penunggu cincin. Bagaimana mungkin cincin kecil ini bisa ada penunggunya? Bukankah itu hanya cincin biasa? Tapi, ketika melihat ekspresi serius Charlote, Awan berusaha menahan tawanya karena tidak ingin menyinggung bibinya."Baiklah, aku akan menjaga cincin ini, bi.""Baguslah! Mungkin kamu menganggap ini hanyalah mitos, tapi kamu akan menyadarinya sendiri saat melihatnya sendiri suatu saat." Ujar Charlote meyakinkan."Sekarang, kamu akan ikut dengan Lana ke suatu tempat. Mungkin, jika berada di sana, ingatanmu bisa cepat kembali."Awan terkejut karena ia masih harus pergi ke suatu tempat setelah ini."Hmn, kemana, bi?""Kamu akan segera mengetahuinya sebentar lagi."Benar saja, Lana ternyata baru saja datang dan menunggu di depan rumah kecil tersebut."Bibi tidak mengantarmu ke sana. Bibi hanya bisa berdoa, agar ingatanmu bisa segera pulih.""Baik, bi."Awan beranjak ke sisi tempat tidur dan berpamitan pada pamannya. Melihat betapa
Awan menggeleng dengan sedikit desahan berat, "Aku tidak tahu, aku tidak bisa mengingatnya sama sekali. Tapi, ketika melihat makam ini, aku seolah merasa sangat dekat dengannya.""Apa kami sedekat itu dulunya?" Tanya Awan penasaran."Benarkah?" Bukannya Lana yang bersuara, justru Chiya yang berada di samping kiri Awan. Matanya tampak berbinar senang.Awan mengangguk dan tersenyum tipis, "Ya, Chiya. Dia kakakmu, bukan?"Chiya mengangguk cepat dengan mata berkaca-kaca. Tentu saja bukan karena sedih, melainkan perasaan senang di hatinya. Mendengar Awan mengutarakan kalau ia merasakan begitu dekat dengan Neo, membuat Chiya menjadi begitu bahagia. Itu artinya, kakaknya memiliki tempat yang spesial di hati Awan. Neo tidak salah melayani Awan dan mengorbankan nyawanya saat itu."Iya, Awan-sama. Dia, kakakku. Dia pernah bercerita kalau dia sangat bangga bisa melayanimu dengan seluruh jiwa raganya. Aku yakin, dia pasti ikut senang melihat anda baik-baik saja sekarang." Jawab Chiya dengan penuh
"Ini di mana, Dev?" Tanya Awan penasaran begitu mereka sampai di puncak sebuah bukit. Pemandangan di sana cukup bangus, mereka dengan mudah dapat melihat Villa Nirwana dan RA Commercial Street dari atas sana.Awan berpikir, tidak mungkin Devi membawanya ke sana tanpa tujuan yang jelas. Apalagi cuma sekedar untuk menikmati pemandangan, bukan momen yang seharusnya mereka lakukan. Di samping status mereka sebagai atasan dan bawahan di dalam klan, mereka juga berteman. Sehingga, sangat tidak tepat rasanya jika itu disebut sebagai sesuatu yang romantis.Devi tersenyum tipis, "Aku ditugaskan oleh kak Noura untuk membawamu ke sini. Ia berharap kamu dapat mengingat sesuatu dari sini."Awan akhirnya mengerti alasan Devi membawanya ke tempat ini. Awan berharap dapat mengingatnya seperti harapan Devi, tapi sayang sekali ia masih tidak menemukan satu kenangan pun yang bisa diingatnya.Awan hanya bisa menarik napas dalam, putus asa."Aku tidak dapat mengingat apapun, maaf." Ujar Awan tidak berdaya
Tentu saja Awan sangat kebingungan sekarang. 'Ada almarhum Angel. Tunggu, ini sudah tidak masuk hitungan. Ada Annisa, Amanda dan sekarang ada enam wanita lagi. Astaga! Apa yang sudah dilakukan oleh diriku yang dulu, sih? Apa dia kolektor cewek kali, ya?' Pikir Awan gugup. "Hahaha." Devi tertawa terbahak sampai memegangi perutnya. Dia tidak tahan karena berhasil mengerjai Awan."Dev, kamu tidak sedang mengerjaiku, 'kan?""Hahaha, kamu tuh lucu banget tau gak? Ekspresimu itu, bikin aku tidak tahan." Awan melotot kesal, karena sadar dirinya baru saja dikerjai."Tapi, serius. Memang ada enam wanita dan mereka itu sahabatmu waktu sekolah dulu. Eh, masih ada dua pria sebenarnya."Devi menceritakan siapa saja mereka dan menunjukkan pada Awan masing-masing foto mereka, sehingga Awan tidak perlu bingung ketika bertemu dengan mereka nantinya."Jadi, enam orang wanita yang kamu maksud itu termasuk kamu?" Tanya Awan dengan kesan mengejek. Ia berniat membalas godaan Devi sebelumnya. Awan menai
Mendengar percakapan mesum mereka dan hal jahat yang mereka rencanakan, Awan menjadi gugup. Di sana hanya ada mereka berdua. Sementara para preman ini berjumlah delapan orang, bagaimana mereka bisa keluar dari situasi seperti itu?Tentu saja yang paling dicemaskan Awan adalah keselamatan Devi, karena dia yang menjadi target para preman sange ini.Awan melirik Devi cemas, namun wanita yang diliriknya justru terlihat acuh tak acuh. Awan mengerti jika Devi bisa berkelahi. Tapi, musuh mereka ada delapan orang dan mereka semua berbadan kekar dan bertampang seram. Tidak mungkin, Ia dan Devi sanggup menghadapi mereka?Karena itu, Awan dengan menahan gugup segera berkata, "Ma-maaf, bang. Kami cuma sebentar di sini. Ka-kami akan segera pergi. Kami tidak ingin mencari gara-gara dengan abang-abang di sini." Mendengar Awan coba berkopromi dengan para preman kelas coro seperti ini, membuat Devi terkejut, 'Bukan gaya Awan banget'. Devi dengan cepat mencengkeram bahu Awan dan melotot ke arahnya, "A
Namun, satu hal yang tidak diduganya. Pria tersebut sudah dikirim terbang hanya dalam satu tendangan. Ia di kirim terbang, sejauh sepuluh meter ke belakang dan berakhir meringkuk di atas tanah dengan mata melotot dan mengerang kesakitan seraya memegangi perutnya."Hahaha, kenape bang? Baru segitu saja sudah loyo.""Kebanyakan minum nih, bang Sopo. Lututnya sudah goyah, masa ditendang gitu saja sudah keok duluan! Gimana kalau tendangan di ranjang nanti?" Ledek teman-temannya. Mereka berpikir, jika Sopo sedang mabuk. Sehingga bisa dengan mudah di kalahkan oleh Devi."Sini, biar gue yang maju. Kalian lihat ini, perhatikan baik-baik! Biar kalian tahu, bagaimana caranya menaklukan wanita itu." Selanjutnya, pria yang bicara barusan dengan percaya diri maju ke depan. Tentu saja, tatapan mesum tidak lepas dari bagian dada Devi. Ia menegukkan ludah berulang kali, lalu tanpa babibu langsung memajukan tangannya ke target yang di kuncinya.Tap.Dia berpikir, akan mudah menyentuh sepasang melon k
Melihat para preman berniat mengeroyok Devi, Awan tidak tega membiarkan Devi bertarung seorang diri. Dia berniat maju, tapi Devi langsung melotot ke arahnya. "Kamu mau ngapain? Tetap berdiri di sana. Aku masih bisa mengatasinya." "Tapi, mereka.." "Sudah. Kamu lihat saja dari sana!" Ucap Devi lebih tegas. Devi tahu, Awan berniat membantunya. Tapi, dengan kondisi Awan yang sedang hilang ingatan dan juga kekuatan intinya yang sudah hilang, Awan sekarang tak ubahnya seperti pemuda biasa. Meski begitu, ia tetaplah Awan yang memiliki hati baik. Ia berniat maju, pasti karena memikirkan dirinya. Karena itu juga, Devi tidak ingin Awan bertindak sok berani dan sampai melukai dirinya sendiri demi melindungi dirinya. Seperti ucapannya, Devi bisa mengatasi lima preman tersebut dengan begitu mudahnya. Saking mudahnya, mereka bahkan mungkin tidak layak untuk dijadikan sebagai bahan pemanasan sekalipun. Awan hanya bisa bengong menyaksikan semua itu dengan matanya, karena melihat cara Devi yang