Share

BAB 6 SIKAP YU SARNI

Brugh.

"Apa ini?" tanya Yu Mini saat melihat tiang penyangga jemuran ambruk.

Semua pakaian yang belum kering telah bercampur dengan tanah, semakin kotor saat ada ayam melintas dan menginjaknya tanpa permisi. Yu Mini hanya diam mematung tanpa beranjak keluar mengambil jemurannya yang sudah berubah warna. Coklat.

"Kamu, kalau mau bikin jemuran, jangan di sini! Ini tanah masih milikku, ingat!" seru Yu Sarni dengan lantangnya.

Air mata Yu Mini semakin deras dan tidak dapat dibendung lagi. Banjir bak air bah yang tanggulnya telah jebol.

"Kenapa malah nangis? Kamu tuli? Seharusnya kamu tahu, kamu di sini itu cuma numpang, iyakan? Numpang sama suami kamu, tahu diri dong. Jangan main pakai hak milik orang lain, mau serakah? Oh, tidak bisa. Selama masih ada saya, kamu tidak akan bisa semena-mena di sini. Paham?" kata Yu Sarni dengan menginjak-injak pakaian yang telah jatuh ke tanah itu, seringainya melebihi hantu kuntilanak.

Yu Mini hanya terdiam melihat perilaku sang ipar dengan menyeka air mata yang masih setia mengalir di pipinya. Satu persatu pakaian yang kotor itu diambil dan dimasukkan ke dalam ember besar. Segera mungkin akan di bilasnya agar tidak terlalu kotor jika akan di tunda.

"Mak … hah, apa ini? Kenapa, Mak?" tanya Reni dengan rasa terkejut yang besar.

"Nggak ada apa, tadi ada ayam naik di jemuran dan menjatuhkan semuanya. Kita bilas lagi, ya, Ren." Reni membantu ibunya memunguti satu persatu pakaian yang jatuh dari jemuran.

Yu Mini tak banyak bicara, tangisnya dia sembunyikan dalam-dalam. Tidak boleh putri semata wayangnya tahu akan hal yang sebenarnya. Jangan sampai anaknya semakin membenci Bu Leknya hanya sebuah masalah sepele.

"Ayam siapa yang berani berbuat seperti ini, Mak?" tanya Reni yang membilas pakaian kotor satu persatu.

"Milik tetangga, kalau sudah selesai dijemur lagi ya, Nduk!" pinta Yu Mini kepada sang putri.

"Lho, kenapa pakaian kalian?" tanya Mak Siti saat melihat pakaian yang berada di tanah.

"Jatuh, Mak," jawab Yu Mini dengan melirik sekolah ke arah Reni.

Reni yang melihat ada sesuatu yang tidak benar, hanya mengangguk saja memastikan semua ucapan ibunya adalah suatu kebenaran. Meski ragu menyelimuti hatinya. Reni bukanlah seorang remaja yang tidak tahu menahu akan kejadian yang selalu menimpa keluarganya.

Dia hanya mencoba diam dan pura-pura tidak tahu supaya ibunya tidak larut dalam kesedihan yang mendera.

Berdua ibu dan anak itu membersihkan kembali pakaian yang kotor, saling bahu membahu mengambil air dan memeras baju yang telah dicuci kembali.

"Rajin benar si Reni kalian mencuci pakaian segitu banyaknya, besok mau kemana?" tanya Mbah Kini saat melihat keduanya berada di sumur pompa belakang rumah Pak Sugi.

"Iya, Mbah, sedang rajin-rajinnya ini si Reni, makanya pakaian sebanyak ini di cuci semua," ucap Yu Mini berbohong.

Mbah Kini, Yu Mini dan Reni saling melempar candaan saat bersama dalam kegiatannya masing-masing.

"Besok kamu ikut rewang di rumahnya Kang Warso, Mini?" tanya Mbah Kini pada Yu Mini, yang ditanya hanya mengangguk sambil membilas cuciannya.

"A … " Mbah Kini tidak meneruskan ucapannya karena mendengar suara Yu Sarni yang sangat tidak baik untuk di dengar.

"Kalau rewang ke tempatnya orang itu, tangannya yang kerja, bukan mulutnya, iya, 'kan, Mbah?" sindiran Yu Sarni membuat kegiatan Mbah Kini yang memompa air seketika berhenti. Tidak bergerak.

Mata Mbah Kini melirik ke sana, ke sini dengan melihat raut wajah Yu Mini yang menunduk dan berubah merah, entah menahan malu atau amarahnya. Mbah Kini hanya meneguk sedikit salivanya dalam-dalam.

"Namanya juga rewang, apa sih upahnya kalau tidak makan? Berbeda kalau kerja, pasti akan dibayar dengan uang," sentil Mbah Kini yang membuat hati Yu Sarni seketika mencelos dan diam membisu.

"Lagian yang punya hajat saja tidak pernah berbicara seperti apa yang kamu katakan lho, Sarni. Jadi … jangan membuat kalimat yang nantinya akan membuatmu celaka sendiri!" pesan Mbah Kini dengan melihat Yu Sarni sekilas lalu melanjutkan lagi memompa air buatnya mandi.

Suara gebyuran air membasahi tubuh tua Mbah Kini dengan derasnya dan menimbulkan suara yang merdu. Karena mulut Mbah Kini mengeluarkan suara yang khas orang jaman dulu saat menikmati mandinya.

"Kalau ada orang yang berbicara seperti itu, pasti 'kan ada yang melaporkan, Mbah? Nah, tentu sampean juga tahu 'kan siapa orangnya?" jawab Yu Sarni tak mau kalah.

"Jangan suka menuduh orang tanpa bukti, itu namanya fitnah. Kita tidak akan tahu kapan kita akan mendapatkan balasan atas perbuatan kita yang terdahulu, iya kalau kita yang menerimanya. Kalau anak cucu kita, bagaimana? Jangan suka menabur keburukan kalau kebaikan yang akan kita harapkan!"

Mbah Kini menyudahi ritual membersihkan dirinya dari sawah, lalu menepuk pelan pundak Yu Mini dan tersenyum mengangguk.

Mbah Kini faham akan perkataan yang di utarakan oleh Yu Sarni, jadi tidak ada salahnya dia bicara sedikit menyentil hatinya Yu Sarni.

Namun, bukan Yu Sarni namanya kalau sadar telah di berikan ilmu yang sangat bijak. Semua ucapan Mbah Kini seperti angin lalu saja, lewat tanpa berhenti meski sebentar.

"Halah, Mbah. Sok bijak saja," ucap Yu Sarni sambil berlalu masuk ke rumah.

❤️❤️❤️

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status