Share

BAB 7 KEJAM

Penulis: Anna Janitra
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-18 08:46:19

"Mak, aku akan pergi merantau. Emak di rumah sama Lilik, ya, tolong jaga dia! Nanti kalau ada uang aku akan pulang sebentar untuk melihat putriku itu!" Yu Sarni mengutarakan maksud hatinya kepada sang ibu, Mak Siti.

Memang tidak bisa di pungkiri, kehidupan ekonomi Yu Sarni kurang beruntung. Jika hanya di rumah dan mengandalkan panen dari sawah, tidak akan bisa memenuhi kebutuhan yang dia mau.

Apalagi Lusi sudah sekolah, mau tidak mau Yu Sarni harus berjuang keras untuk menghidupi putri kecilnya itu. Sebab, bapaknya tidak ada kabar mau menafkahi putrinya itu.

"Iya, Emak akan jaga anak kamu kok," jawab Mak Siti lembut.

Mak Siti sudah terbiasa mengasuh cucu-cucunya dari kecil. Anak-anak Yu Surti dari dulu memanglah yang mengasuh adalah Mak Siti. Jadi, tidaklah kaget jika Mak Siti dan Pak Sugi selalu saja diberi beban oleh kedua putrinya itu.

Mereka sangat menyayangi cucu-cucunya, namun kasih sayang seorang Kakek dan Nenek itu berbeda jika dengan cucu dari anak-anak lelaki mereka. Entahlah, mungkin sudah menjadi tradisi kalau Kakek Nenek dari pihak Bapak akan terasa jauh.

"Sekalian aku mau beli pakaian di pasar besar untuk nanti aku jual di sana, biar untuk tambah-tambah simpanan. Jadi agak sedikit ringan kerjaannya," kata Yu Sarni dengan duduk di kursi tamu.

"Punya uang nggak, Ni?" tanya Mak Siti serius.

"Nah, 'kan ada gabah, aku mau jual dua karung buat modal dan biaya ke sana," ucapnya enteng.

Mak Siti hanya menggelengkan kepalanya pelan, dengan sesekali memasukkan susurnya ke dalam mulut.

Menjadi kebiasaan Mak Siti, jika ada warna merah-merah di lantai beralaskan tanah itu adalah ludah yang dihasilkannya dari sirih yang selalu di kunyahnya.

Permintaan Yu Sarni tidak pernah ditolak oleh Mak Siti, selalu dikabulkan. Itu yang membuat Yu Sarni besar kepala di dalam keluarganya.

❤️❤️❤️

"Mbah, Ibu dimana?" tanya Lusi kecil saat mengetahui tidak ada ibunya di sampingnya.

"Pergi beli kacang atom, nanti kalau sudah banyak, pasti pulang. Kamu di rumah sama Mbah saja, ya," hibur Mak Siti dengan mengelus lembut rambut keriting Lusi, gadis kecil yang menginjak remaja itu.

Kasih sayang seorang Bapak tidak diterima Lusi karena perpisahan kedua orang tuanya yang saling memegang teguh keegoisan masing-masing.

Sedari balita, dia ditinggalkan oleh sosok seorang Bapak. Sehingga masa kanak-kanaknya dinikmati bersama sang kakek dan nenek dari pihak ibu.

Mak Siti juga Pak Sugi begitu menyayangi cucu termudanya itu dengan penuh kasih sayang yang tak ternilai.

Akan tetapi, kasih sayang kepada cucunya hanya sebelah saja. Sedang pada cucu dari anak lelaki Pak Sugi dan Mak Siti, tidak pernah diterima oleh cucu-cucunya.

Entah apa alasannya, kurang dipahami oleh para menantu wanita.

"Ren, Lusi biar ikut main dengan kalian. Jangan di nakalin, kasihan. Dia tidak punya bapak dan ibunya pun pergi jauh, ingat!" kata Mak Siti suatu saat ketika melihat Lusi kecil pulang dengan tangisnya.

"Iya, Mbah … aku tidak nakal kok sama Lusi. Dia tadi main sama Didik, bukan denganku." Reni meremas jarinya sendiri karena rasa takut yang menjalar.

Reni tahu, apapun yang dia katakan pasti akan salah dan tidak di percaya oleh neneknya itu. Sehingga membantah pun tidak akan ada gunanya, dia berlari menjauh dan pergi bermain bersama teman-teman sebayanya.

❤️❤️❤️

"Heh, Reni … sini kamu!" teriak Yu Surti dengan lantangnya.

Reni yang bermain dengan sahabatnya, mendekati Yu Surti dengan ketakutan yang membara.

"Aduh … sakit Lek … sakit …" Reni menangis kencang dengan sesekali memegangi telinganya yang di jewer oleh Bu Leknya sendiri. Lek Surti.

Tangisannya pecah, saat Yu Surti menjatuhkan tubuh kecil Reni ke tanah dan menginjak jemarinya. Seringai Yu Surti

semakin menakutkan, saat melihat ada sedikit darah yang keluar dari lutut Reni.

Sesenggukan dengan mengelap ingus yang keluar dari hidungnya, Reni memohon ampun untuk menyudahi perbuatan keji Yu Surti. Namun, buka Yu Surti namanya kalau menuruti permintaan keponakannya itu.

Rambutnya yang ikal dijambak lalu dihentakkan ke tanah. Wajah gadis berkulit kuning Langsat itu kotor penuh tanah karena basah oleh air mata.

"Berhenti! Cukup!" teriak Mak Siti saat melihat keganasan putrinya.

"Kenapa kamu siksa keponakanmu? Dia masih kecil, Surti." Dipapahnya untuk berdiri cucunya itu dengan sedikit tenaga yang kurang, sebab tubuh tuanya tidak kuat menahan berat badan seorang gadis remaja itu.

Mata nyalang Yu Surti membuat Reni ketakutan dan beringsut mundur, bersembunyi di balik tubuh sang nenek, Mak Siti.

"Anak kurang ajar seperti dia, seharusnya dibuat kapok, Mak!" lantang Yu Surti tak kalah dari Mak Siti.

Menggelegar bak petir yang menyambar saat hujan hendak turun. Bergemuruh, layaknya badai akan datang dan menyapa siapapun yang menghalanginya.

"Apa salahnya, Ti? Apa? Kamu itu sudah tidak waras, ya? Anak kecil saja kamu musuhi, sadar, Ti … sadar!" ucap Mak Siti dengan mengelus lembut pundak anaknya.

"Dia hendak mengambil bunga yang aku tanam itu, Mak! Gil* itu anak, dasar miskin!" hardiknya yang membuat Reni menangis sambil berlari pulang ke rumahnya.

"Kamu membuat masalah dengan saudaramu sendiri, Ti. Itu akibat hatimu yang telah tertutup oleh rasa hormat kepada yang lebih tua." Mak Siti berlari kecil mengikuti Reni yang pulang dengan penuh kesedihan.

Pintu di tutup rapat oleh Reni dari dalam, sehingga Mak Siti tidak bisa masuk. Dengan mengetuk pelan pintu serta membujuk dengan kalimat yang menenangkan, masih saja tidak bergeming hati Reni untuk membukanya.

Reni menangis di kamar dan menumpahkan segala rasa sakit di hati. Beruntung ibunya tidak berada di rumah, sehingga Reni bisa leluasa meraung-raung melepas segalanya.

"Ren … buka pintunya, Nduk! Embah, mau bicara sebentar!" bujuk Mak Siti dengan lembut.

Bukannya membukakan pintu untuk sang nenek, Reni justru berteriak meminta Mak Siti pulang dan jangan lagi ke rumahnya. Ego sang remaja menguasai hati, sehingga kebencian tertanam lewat perbuatan yang di terimanya.

"Pulang saja, Mbah! Aku tidak akan pernah membukakan pintu untuk kalian semua!" pekik Reni.

Tanpa bicara lagi, Mak Siti pulang dengan rasa bersalah. Akankah semuanya menjadi bara api yang akan berkobar dalam persaudaraan?

Entahlah, langkah gontai Mak Siti membuatnya menangis sepanjang jalan menuju rumahnya sendiri.

"Begitu saja di kejar, Mak, seharusnya biarkan saja dia!" umpat Yu Surti saat Mak Siti sampai di rumah.

Plak.

Tangan ringkih itu menampar keras pipi putrinya, amarah terpancar di raut wajah sepuh itu.

"Seharusnya kamu sadar, jika tidak bisa menghormati Kakakmu, maka hormatilah Emakmu ini selama masih hidup!" bentak Mak Siti dengan wajah kesalnya.

"Mak …"

Tanpa bicara Mak Siti menutup mulutnya dengan jari telunjuk, sehingga Yu Surti yang hendak bicara, langsung terdiam seribu bahasa.

❤️❤️❤️

Bersambung ...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • GODAAN HARTA WARISAN    BAB 41 TAMAT

    “Ayah, lain kali diam saja nggak perlu mengeluarkan tenaga buat melawan mereka. Sayangi diri sendiri dan keluarga ini, buat apa susah payah membalas ucapan yang nggak masuk akal?” ujar Reni saat melihat sang ayah sudah tenang.“Kita hidup ini bukan hanya sekedar membalas segala umpatan dari orang yang nggak waras, jatuhnya nanti kita sendiri yang gila. Lebih baik perbanyak ibadah dan bulatkan niat buat ke tanah suci, insya allah nanti akan kami bantu sebisanya!” Mata Kang Tarjo membelalak tanpa kedip, lalu menoleh ke istrinya yang juga tak beda dengan apa yang ada di pikirannya.“Iya, kita sudah mendaftarkan kalian untuk ke Mekkah, semoga bisa terlaksana meskipun menunggu lama.” Lagi Reni seolah ingin menjawab apa yang dipikirkan oleh Kang Tarjo dan Yu Mini.“Kamu beneran? Kok nggak bilang-bilang ke kita?” tanya Yu Mini, saking kagetnya dia mendekati sang putri lalu memegang tangan Reni erat-erat.Reni pun mengangguk menyakinkan jika apa yang barus saja dikatakan olehnya itu benar ad

  • GODAAN HARTA WARISAN    BAB 40 PANIK

    “Tanah yang kamu buat rumah itu adalah hakku dan seharusnya kamu mengembalikan semuanya apa yang kamu punya pada kami! Dasar nggak punya muka, milik orang kok di klaim!” seru Tyo tanpa embel-embel hormat, malu dan juga sungkan.Kang Tarjo yang sedang minum kopi, tersedak. Semua apa yang sudah di dalam mulut seketika keluar dan membasahi meja. Mata itupun membelalak lebar bahkan nyaris keluar dari lubangnya. Terkejut bukan main mendengar suara yang sudah membuat mendidih darah tersebut.Laki-laki itu lantas berdiri dengan tatapan tajam bak elang yang siap menerkam mangsanya. Cuaca pun seolah tahu sehingga angin yang tadinya berhembus sepoi-sepoi menyejukkan jiwa kini berubah menjadi panas seperti musim kemarau.“Dasar setan! Kamu itu terlahir dari seorang ibu atau batu?” murka Kang Tarjo lantang.Yu Mini yang sejak tadi sibuk di dapur seketika berlari menuju ke teras, pemandangan yang membuat jantung wanita itu berdetak kencang dari biasanya. Ia pun panik, keringat dingin membasahi pun

  • GODAAN HARTA WARISAN    BAB 39 PANAS

    Namun, Kang Tarjo masih enggan untuk bergerak. Napasnya memburu dengan dada yang mengikuti irama jantung. Amarahnya semakin memuncak dan setelah mereka saling beradu pandang, Kang Tarjo mencoba untuk maju selangkah.“Kang, istighfar! Jangan sampai kamu kalah dengan setan yang membisikkan kalimat jahat, ingat jika nggak ada manfaatnya terpancing emosi. Kamu akan menyesal!” bujuk Yu Mini masih setengah berbisik.Dengan hati yang was-was wanita itu berusaha membujuk sang suami supaya tidak tersulut emosi yang tersimpan dalam hati. Dia berharap api itu segera padam dan bisa mendinginkan pikiran yang kacau bersama angin yang datang. Jantung pun mulai tak menentu dengan aliran darah yang mulai cepat hingga membuat tubuhnya terasa dingin.“Kang!” panggil Yu Mini dengan bibir bergetar.“Kamu pikir dengan sikap yang sok hebatmu itu bisa membuat aku takut? Nggak sama sekali!” gertak Tyo dengan pandangan nyalang.“Makan dengan hasil warisan saja mau belagu, ingat jika kamu itu laki-laki kosong,

  • GODAAN HARTA WARISAN    BAB 38 TYO

    Kang Tarjo pulang dengan napas memburu, amarahnya masih saja tersisa di dada. Apalagi saat di rumah melihat ayamnya mati semua, dengan menggerutu Kang Tarjo memungut semua hewan ternaknya satu persatu untuk di kubur.“Bagaimana bisa mati dalam bersamaan, apa yang terjadi?” gumam Kang Tarjo dengan tangan cekatan.“Ya Allah, Kang, apa yang terjadi? Kenapa ini?” tanya Yu Mini kaget.Saking terkejutnya Yu Mini terdiam di tempatnya tanpa bergerak sedikitpun. Ada rasa sakit dan ingin menangis kala melihat semua hewan ternaknya tidak bernyawa. Lalu Yu Mini pun ikut membantu sang suami memunguti hewannya tersebut. Air mata wanita itu pun menetes tanpa henti, ayam adalah salah satu tabungan yang dijaga.“Kang!” Suara Yu Mini terdengar parau. Dia menyapu air yang mengalir deras di pipi tersebut dengan cepat. Hatinya masih sakit melihat kejadian yang terjadi di depan mata itu.“Bukan rezeki kita, nanti kalau ada uang bisa membeli lagi,” hibur Kang Tarjo bijak meski dalam hati sudah teramat pilu.

  • GODAAN HARTA WARISAN    BAB 37 MENYINDIR

    Kang Tarjo menikmati kopinya di teras rumah, semilir angin membuat dedaunan kering ikut terbang. Sesekali lelaki itu melihat ke arah langit yang mulai gelap.“Sebentar lagi hujan, Alhamdulillah, berarti pekerjaan sawah akan segera dimulai,” ucapnya sambil menyesap kopinya.Musim kemarau sudah usai dan datanglah musim penghujan yang mana selalu dinantikan para petani yang daerahnya tadah hujan. Hanya mengandalkan air hujan sebab jika musim kemarau tiba maka kekeringan melanda.Wajah sumringah terbit kala gerimis mulai turun diiringi petir yang menggelegar bak irama yang saling bersahutan di sore hari itu.“Kang, hujan, masuk!” ajak Yu Mini pada suaminya yang masih duduk di teras, aroma tanah yang basah di hirupnya dalam-dalam.Kang Tarjo sangat menikmatinya hingga ajakan sang istri hanya dibalas dengan anggukkan kepala. Lelaki itu masih terpejam dan berbisik syukur kepada Tuhan semesta alam yang mana telah menurunkan hujan di sore itu. Harapan dia semoga air yang turun bisa memberikan

  • GODAAN HARTA WARISAN    BAB 36 REBUTAN

    "Pokoknya tanah ini adalah milikku, uang dua puluh juta sudah aku berikan pada Pakde Wardi. Dia meminta uangku sebanyak itu, kamu jangan coba-coba serakah!" pekik Tyo saat melihat tanah bagian Kang Wardi akan dibangun sebuah toko oleh Lusi. Dua anggota keluarga saling bersitegang dengan pembenarannya masing-masing. Tyo yang bersuara lantang mencoba untuk mendominasi keadaan dan menang. Sedang Yu Surti mencoba melawan tanpa rasa takut dihatinya.Kang Tarjo yang mendengar suara berisik mencoba untuk mendengarkan dulu dari rumahnya. Hembusan nafasnya yang kasar menandakan kalau pikirannya sedang berkecamuk menahan amarah. Saudara yang seharusnya saling menyayangi dan menghargai harus di nodai dengan perseteruan perihal warisan. Harta yang turun dari orang tua. Bahkan Kang Tarjo menggeleng pelan saat melihat yang bersikukuh atas tanah yang terbentang disamping kanan Kang Tarjo adalah Tyo. Seorang cucu yang seharusnya diam dan berterima kasih banyak kepada orang tuanya yang telah memberi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status