Share

Kapitel 2 : Gerald Murka

Warning!!!!

Ada banyak kata kasar, dan tidak pantas. Bagi, yang tidak suka kata kasar boleh diskip aja.

_______________

"You son of a bitch!"

"WHAT THE HELL. YOU TWO ARE DOING!" teriak Gerald begitu melihatku muncul. Mungkin melihat penampilan kami yang sama-sama berantakan apalagi David yang bertelanjang dada.

"WHO THE HELL, YOU THINKING YOU'RE!" Gerald sangat marah. Wajahnya sudah sangat merah menahan amarahnya. David dengan santai melihat Gerald yang sedang emosi. Dengan gaya bersedekap dada, David menatap Gerald mencemooh. Aku hanya bersembunyi, ngeri melihat Gerald yang murka. Aku takut-takut melihat menatap Gerald, ia langsung menatapku tajam, kilatan marah di netra hijau itu terlihat jelas. Aku tak berani menatap Gerald.

Gerald menarik tanganku dengan kasar, aku langsung tertarik ke depan. Bahkan, tersandung oleh kakiku sendiri, untung saja ia bisa menahan tubuhku, jika tidak, aku akan terjatuh.

"PEREMPUAN MACAM APA KAMU! BERDUAAN DENGAN LELAKI LAIN. LIHAT BAJUMU!" Gerald menunjuk bajuku. Dan aku baru sadar aku belum megancing lagi baju yang sempat dibuka. Betapa bodohnya diriku. Gerald membalikan tubuhku dengan kasar dan menarik zipper dress tersebut.

"Pulang!" Gerald menarik tanganku dengan kasar. Aku sampai tersandung-sandung, bahkan anak dalam perutku, ikut berguncang karena kuatnya tarikan Gerald. Bahkan, ia meremas tanganku kuat.

"Jangan kasar sama perempuan." peringat David, ia mengikuti kami. David memblok jalan Gerald, dengan merentangkan tangannya. Mereka saling memberi tatapan ingin membunuh masing-masing lawan. Padahal, dulu mereka bersahabat yang sangat dekat, tapi sekarang bermusuhan. Miris!

"Jangan sampai, tanganku naik lagi ke wajahmu. Kali ini, tidak akan berbentuk lagi." Gerald memperingatkan David. Cowok tampan itu memberi senyum smirk yang mengejek Gerald. tangan David berada di dada. Dan sedari tadi, dia tidak memakai baju, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa selagi diam, aku berada di posisi yang salah.

"Anda lupa, Tuan? Laporan belum saya cabut. Mau kena pasal berlapis?" David makin mengejek Gerald.

"Aku nggak peduli! Jangan ganggu hidup aku lagi." Kulihat kesabaran Gerald habis.

Gerald ingin meninju David, tangannya terhunyung ke belakang, dan siap memberi bogeman mentah ke David. Aku yang posisinya tepat berada di belakang Gerald, malah sikunya yang mengenai hidungku. Karena dengan sekuat tenaga, dan posisiku yang sedang lemah aku terjatuh.

Brakk!!!

Bokongku sakit sekali, begitu mencium lantai. tapi aku lebih merasakan tulang hidungku patah, dan aku mulai merasakan bau anyir darah segar mengalir lewat hidungku. Kepalaku mulai pening, jangan sampai aku pingsan. Aku memegang hidungku, kepalaku mulai terasa ringan, dan sedikit menghitam.

"Miss!!" teriak David khawatir melihatku yang terjatuh.

Gerald menoleh ke arahku, dan ia tidak panik, ia bersikap biasa saja, seolah aku barang tahan banting. Ya Tuhan, ampuni dosa suamiku. aku hanya membiarkan darah mengalir lewat hidungku dan turun mengenai bajuku.

"Aku udah bilang, jangan kasar sama perempuan!" Giliran David yang marah, melihat Gerald dengan tatapan ingin membunuh.

"Aku nggak sengaja! Nggak usah sok peduli. Ini urusanku!"

Gerald langsung mengendongku tiba-tiba dengan bridal style karena aku yang masih terduduk di lantai. Aku pun, tidak sadar, jika tubuhku sudah diangkat. Tidak ada satupun air mata yang turun. Kepalaku masih terlalu pening.

"Jangan dibawa pergi! Obatin dulu." David mencegat kami.

"Kau pikir dia barang? Ini istriku, sial!" Gerald berbalik menatap David. Kepalaku makin sakit. Aku membiarkan mereka berdebat.

Gerald membawaku keluar dari rumah David.

"Miss jangan pergi!" David masih berusaha menghalangi jalan Gerald.

Brakk!!!

Dengan sekuat tenaga Gerald menendang David. Badanku ikut bergoyang juga karena tendangan Gerald.

"Sialan kau! Kupastikan hidupmu takan selamat, dan Miss akan kembali bersamaku." teriak David.

Gerald tidak menghiraukan, dan tetap mengendongku menuju keluar. Kulihat mobil kesayanganku sudah bertenger di depan. Mobil Gerald, tetap menjadi mobil favoritku, karena orang yang sedang mengendongku adalah manusia favorit, walau sangat menyebalkan, dan tidak peka.

Gerald membuka pintu mobil, dengan kasar ia meletakanku di bangku co-driver, aku seperti dibuang begitu saja. Ya, sekali lagi, Gerald menganggapku barang tahan banting. Semoga anakku tidak kesakitan.

Gerald masuk dengan membanting pintu mobil sekuat mungkin, dan ingin menunjukan bahwa dia sedang marah besar. Dan aku tidak menghiraukan Gerald, lebih memilih mengurus hidungku.

Darah yang keluar dari hidungku, tidak sederas awal. Tapi aku masih merasakan darah masih mengalir.

Dengan tisu basah yang kemarin Gerald membersihkan darah di hidungku. Aku hanya diam, karena kepalaku pening. Dihantam tangan orang yang sedang ngamuk. Apalagi tubuhku kecil. Rasanya aku ingin tidur, kepalaku terasa sangat berat. Aku meyandarkan kepalaku, dan menutup mataku. Berharap, pening di kepala segera berlalu.

"Aku tidak akan minta maaf, yang barusan terjadi. Anggap saja, balasan buat kelakuan kalian yang tak tahu malu itu." Aku membuka mataku dengan lelah, dan melihat ke arah Gerald.

"Maaf." Aku berkata dengan lirih, sambil menunduk. Ya, aku salah.

"Jangan coba untuk menguji kesabaran aku. Kalau aku ngamuk, kamu pun bisa aku antarkan ke kuburan." Si sialan ini, mengajakku berdebat padahal, aku ingin menenangkan kepalaku.

"Aku lakuin demi kebaikan kamu."

"Jangan bodoh, Rara! Kamu pikir aku bodoh dan terikut permainan manusia binatang itu? Tidak akan! Aku tahu, itu hanya permainan. Makanya jangan terlalu bodoh, dengan semua kata orang." Hatiku sakit, mendengar Gerald bilang aku 'bodoh' meski banyak yang bilang aku bodoh tapi itu tidak terlalu berpengaruh besar terhadapku. Tapi apa pun yang keluar dari mulut Gerald terlalu berefek berat terhadapku.

Air mataku turun. Aku hanya memandang lurus ke jalanan. Aku tidak tahu sebenarnya, dan bagaimana persis nasibku sekarang. Ketika bersama, kami akan selalu bertengkar, tapi jika berjauhan aku sangat merindukannya.

"Jangan percaya pada siapapun mulai sekarang. Percaya sama aku aja. Ngerti kamu?!" hardik Gerald. Aku tidak menghiraukan dan tetap memandang ke jalanan.

"Dengar, nggak?!" Kali ini suara Gerald lebih keras.

"Bisa turunin sedikit suaranya. Kepalaku sakit nih." kataku sambil memijit pelipisku. Kepalaku terasa berat, bahkan mataku juga.

"Nggak usah banyak alasan! Aku udah hafal bangat, kamu itu kayak mana. Pokoknya jangan dengarin kata siapapun kecuali aku." Aku memutar bola mataku. Jika saja, aku berada di pihak benar. Aku akan mencincang Gerald karena mulut besarnya ini.

"Aku heran deh, mulut kamu lebih mengerikan dari ibu-ibu komplek sekarang." sindirku.

"Aku cuman mau yang terbaik buat kamu." Katanya membela diri.

"Menurut kamu itu yang terbaik buat aku. Tanpa kamu sadari, kata-kata kamu itu menyakiti hati aku." Air mataku mengalir lebih deras.

"Aku cuman mau biar kamu sadar."

"Entah kenapa. Aku merasa kamu bukan lagi Gerald yang dulu."

"Yang dulu yang mana? Aku, ya, tetap aku! Kan aku udah bilang, semua apa pun yang datang, dan membuatmu sakit, karena kelakuan kamu sendiri."

"Ya, aku selalu salah. Tanpa kamu tahu, semua perbuatan bodoh ini, aku lakuin demi kamu. Demi kita. Tapi, kamu nggak pernah mengerti. Kamu beranggapan bahwa aku selalu bodoh. Ya, memang aku bodoh. Tapi di balik semua ini aku lakuin demi melindungi kamu." kataku sambil terisak. Apa pun yang berhubungan dengan Gerald, aku selalu menangis, dan selalu lemah. Kembali lagi berdebat saudara-saudara, lebih baik memang berjauhan. Daripada berdekatan dan terjadi seperti ini.

"Melindungi? Sounds interesting. Coba kamu jelaskan bagian mana kamu melindungi aku?" tanya Gerald semakin mencemoohku. Lelaki ini, benar-benar. Hatiku makin hancur, berkeping-keping, dia selalu pandai membuat moodku berantakan.

"Dari David. Aku melindungi kamu, karena dengan begitu dia akan mencabut laporannya, dan kamu bisa lanjut kuliah. Kamu bisa masuk penjara." aku membela diri, dan coba beri pengertian ke Gerald bahwa semua yang aku lakukan demi kebaikannya. Aku tak pernah egois, jika dia mengerti diriku sedikit saja.

"Waoh, aku tersanjung. Terima kasih, lindungannya!" ujar Gerald sarkastik. " Kamu pikir aku bodoh, Rara? Sudah kubilang. Aku bukan orang bodoh yang ikut permainan kecil seperti tai kucing. Jadi, maksud kamu melindungi itu kamu, dan dia bebas berduaan dan bebas making out?" Hatiku makin hancur, rasa-rasanya aku tidak ingin mempercayai Gerald lagi. Walau tadi itu hampir, tapi aku tak berbuat sampai disana.

"Ya."

"Sebutkan lagi, bagian mana kamu melindungi aku?" desak Gerald.

Dengan menarik napas panjang aku sebenarnya lelah kalau selalu berakhir seperti ini. Tapi, lelaki ini rindu berdebat rupanya. "Kamu lupa? Aku selalu melindungi kamu dari Bundaku."

"Hah? Itu urusan dan salahnya Bundamu sendiri, siapa suruh dia tidak menyukaiku?" Gerald mabuk?

Aku menatap nyalang ke arahnya, dia sangat santai sekali. Kata-kata jelek yang tajam keluar dari mulut Gerald, ia pikir hanya kata, padahal, itu sangat berpengaruh padaku. Dasar lelaki sialan!

"Kamu boleh mengatakan yang jelek apa pun tentang aku. Tapi, jangan sekali-kali jeleki bundaku!" balasku sengit.

"Di bagian mana, aku jelek-jelekan Bundamu?"

"Sepertinya, aku harus mengikuti saran bunda, sebaiknya kita bercerai saja." sebenarnya aku ingin mengujinya saja. Rara dan Gerald artinya berdebat. Inilah kami.

Cit....

Gerald mengerem mendadak, dan menepikan mobilnya dengan kasar. Bahkan ia memukul setir tersebut.

"Segampang itu kamu ngomog?" Amarahya mulai tersulut.

Aku kembali menatapnya dengan memberi tatapan menantang. Aku tak takut padanya, aku juga tak ingin selalu mengalah padanya.

"Ya? Ada yang salah?" Aku menaikan alisku.

"Damn it! Bodoh kamu!" umpat Gerald. Perdebatan ini takkan berakhir jika aku terus melayani Gerald. Napasnya terdengar berat.

Dia menarik napas panjang. "Jadi, ngapain aja kamu dengan si bangsat itu di rumahnya? Sepertinya aku banyak ketinggalan informasi."

"Kamu mau aku jawab jujur?" Aku menatap Gerald.

"Ya."

"Kamu bisa tahu sendiri, dua orang dewasa berbeda lawan jenis hanya berduaan dalam ruangan kamu bisa menebak ngapain." Aku meminjam kata-kata David tadi.

"Buka baju kamu." perintahnya.

"What?" tanyaku tak percaya, jika manusia Gerald itu suka berbuat nekat.

"Buka baju kamu!"

"Gila kamu!" kataku sedikit berteriak. Gerald memang sudah gila!

"Buka aja." perintah Gerald.

"Tidak!" aku menolak keras.

"Buka, Rara. Ck!" Gerald berdecak sebal. Dan auranya sudah tidak mengenakan.

Dengan berat hati, aku membuka kancing bajuku. Aku yakin, Gerald akan memeriksa tubuhku apa ada tanda-tanda peninggalan jejak David.

Aku menanggalkan dress itu, dan membiarkan jatuh ke bawah.

Gerald meneliti dari leher turun ke payudaraku selanjutnya perut.

Dia meraba-raba perutku, rasanya seperti disengat aliran listrik ketika tangannya mengelus perutku. Selama hamil dia tidak pernah mengelus perutku. mungkin, ini respon dari bayi. Anakku senang, daddy-nya mengelusnya. Tapi, daddy-nya tak peka.

"Kamu itu hamil, Anak orang. tapi berani pula berbuat dengan orang lain. Jadinya, anaknya lahir nanti bisa setengah iblis setengah malaikat." Air mataku turun lagi. Mulut Gerald luar biasa, ini anaknya sendiri tapi dia sangat tega, mengatai anaknya sendiri.

"Benar, kayaknya kamu nggak pantas jadi ayahnya anak aku."

"Iyalah, kan kalian sudah saling mengklaim anak kita."

"Udah? Aku kedinginan." Aku semakin muak melihat Gerald. Jika, lelaki ini bukan orang yang kucintai aku akan menendangnya jauh-jauh.

"Buka panties kamu." perintah Gerald lagi.

"Gila kamu! Di mana otakmu! Nanti ada yang melihat!" ucapku tak percaya, pada perintah Gerald yang makin gila.

"Bukanya, kamu sudah menjajalkan tubuh kamu ke semua orang?" Aku benar-benar, sudah tidak punya harga diri lagi sebagai perempuan di mata laki-laki yang notebene suami sendiri. Harusnya, dia orang pertama yang menghargaiku, bukan merendahkan aku!

"Benar juga, ya! Tapi kenapa kamu masih mau sama barang murahan seperti ini?" balasku menantang Gerald.

"Sayang dianggurin." jawabnya santai dan datar. Poker face! Benar-benar, manusia laknat ini!

"Udah buka." perintah Gerald. Dengan berat hati aku membuka panties-ku.

Awas saja kalau dia macam-macam. Aku akan menjajalkan panties ini kedalam mulut Gerald.

Aku merasa sudah seperti pelacur murahan. Bahkan pelacur masih ada harganya, ketika Gerald memperlakukanku dengan begitu rendah sekarang. Ya Tuhan, sebenarnya aku ini apa, di matanya?

Aku hanya terduduk kaku. Dan membiarkan Gerald meneliti seluruh tubuhku. Tangannya meraba bagian bawah milikku. Bahkan, ia memainkannya di sana. Aku hanya menutup mataku, jangan sampai mendesah.

"Kok bagian bawah kamu basah?" tanya Gerald.

What? Fuck!

***

Yuhuu..

Komennya dimari, makin seru, makin greget, atau mau makan orang?

Komen, dan kasih gem. Wajib 😑😑😑

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Sri Ningsih
awal yg aneh.
goodnovel comment avatar
Una Zee
Disuruh buka baju di atas mobil? gila ...
goodnovel comment avatar
Dinar Blm Pnya Nm
Gerald berkata "sayang dianggurin" ngakak parahhhh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status