Share

GUTEN TAG, MOMMY!
GUTEN TAG, MOMMY!
Author: Rose Marberry

Kapitel 1 : Permainan David

Hatiku sangat hancur, membaca pesan itu. Seorang Gerald, benar-benar marah padaku. Aku tidak tahu lagi, bagaimana nasibku ke depan. Entah salah langkah atau tidak, yang pasti aku melakukan semua ini demi kebaikan semuanya dan masa depannya.

Anakku. Aku mengelus perutku, aku akan bertahan hidup demi anakku. Karena berusaha bagaimana pun, aku dan Gerald tidak ditakdirkan bersama. Tidak apa, yang penting Gerald bisa bebas dan bisa melanjutkan kuliahnya. Semua ini, kulakukan demi kebahagiannya.

David, mengajak pulang ke rumahnya. Aku hanya mengikut, permainannya. Karena aku telah kalah. Dia begitu licik, dan pandai memanfaatkan situasi.

"Udah jangan nangis lagi, kita akan berbahagia." kata David lagi menghapus air mataku ketika aku turun dari motor miliknya. Aku tak menghiraukan dirinya, dia setan, dia iblis!

"Janji, jangan sedih lagi, ya?" ujar David lembut. Aku menatapnya, dan bisa merasakan ketulusannya. Akhirnya aku mengangguk.

Aku kembali lagi ke rumah ini,  rumah David, rumah besar yang membawa sial dalam hidupku berganti-ganti tersebut. entah berbuat apa di sini, tapi aku hanya mengikuti semua permainan David.

"Miss, bisa menempati kamar yang kemarin."

"Terima kasih."

"Yaudah, saya mau mandi. Anggap saja rumah sendiri. Kalau, Miss, mau masak juga nggak papa." Masak? Aku mau masak apa? Memangnya David mengira aku seorang pemasak yang handal? Bahkan, menghidupkan kompor saja aku kepayahan.

Akhirnya, aku masuk kembali ke kamar yang mengingatkan betapa menyedihkan hidupku. Dan sekarang lebih menyedihkan. Aku bingung harus berbuat apa. Teringat kata David, masak. Tidak ada salahnya aku berkesperimen.

Aku melangkahkan kakiku ke dapur. Dan aku tidak melihat tanda-tanda pembantu David di dapur. Bingung, mulai melandaku. Kurasa goreng-goreng tidak masalah. Aku membuka kulkas besar milik David, dan sudah ada seekor ikan besar yang telah dibumbui. Dan banyak sekali persediaan makanan untuk satu bulan ke depan, benar-benar lengkap.

Tinggal menggoreng ini saja kurasa tidak susah. Aku menghidupkan kompor dan tidak mendapati minyak goreng di mana pun. Aku mencari-cari minyak goreng tersebut. Dan ketika aku menoleh kompor sudah terbakar. Betapa cerobohnya aku! Stupid Rara, yang berbuat apa-apa, selalu ceroboh.

Dengan cepat, aku mengambil air dan menyiramnya. Malah apinya makin merambat melahap air yang kusiram. Keadaan dapur juga sudah terasa sangat panas, api sudah membubung tinggi. Sebentar lagi, si jago merah melahap semua barang yang ada di dapur ini.

"David, tolong kebakaran!" Suaraku kalah dengan kobaran api.

"David, tolong!" teriakku lebih keras lagi. Aku panik! Api semakin besar, dan hampir melahap seluruh bagian kompor. Dan sebentar lagi, kompor ini meledak.

Kulihat David berlari ke dapur hanya dengan melilitkan handuk di pinggangnya, dan sudah dua kali aku melihatnya bertelanjang dada.

Aku makin panik dan menangis.

Dan yang membuatku terpaku, entah sadar atau tidak David membuka lilitan handuknya dan menutup api tersebut. Bukan aksi heroiknya mematikan api, tetapi aku terdiam karena dia telanjang bulat di depanku. Bagaimana mungkin dia tak sadar sama sekali? Apa memang panik, bisa membuat semua orang berlaku seperti ini?

God....

Air ludahku kering. Aku terpaku, ini kali kedua aku melihat lelaki telanjang. Bahkan, melihat Gerald telanjang saja, aku masih ngeri, apalagi orang asing seperti David.  Jangan disebutkan 'miliknya' itu punya orang. Aku menggeleng dengan pikiran kotor yang menghampiri otakku. Bisa-bisanya, situasi genting otakku malah traveling. Ugh.. I hate my mind!

Setelah api itu mati, David dengan santai kembali melilitkan handuk di pinggang. Memangnya itu tak panas? Tapi, aku segan untuk bertanya. 

"Kalau kebakaran gini, jangan pakai air. Malah tambah merambat apinya, pakai kain tutupin apinya." Aku masih merekam jelas telanjangnya tadi dan hanya diam. Tubuhku masih keringat dingin, bahkan hampir menggigil, mengingat David bugil tadi. Apa dia sengaja untuk menggodaku?

"Kamu... kamu... tadi telanjang." Lolos juga pertanyaan itu. Aku penasaran, bagaimana tanggapannya? David hanya tersenyum simpul.

"Nggak papa. Yang penting udah nggak kebakaran lagi." jawab David tanpa dosa.

Dengan suasana yang begitu canggung aku pun mengangguk. "kamu nggak malu telanjang?" Aku bertanya lagi. Bukan apa, dia bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Aku yang malah ingin kejang-kejang. Mengingat tadi.

"Nggak lah. Ini milik, Miss. Nanti ngerasain juga, ngapain malu. Anggap aja perkenalan." Aku memalingkan wajahku yang sudah memerah. Aku malu, dia sama seperti Gerald and I have no words to say.

"Maaf, ya, menyusah kamu lagi. Dan terima kasih sudah menyelamatkanku lagi." ujarku pada David.

"Sudah menjadi tugasku." David merapatkan tubuhnya ke arahku.

Aku mundur, badanku menabrak counter. Dan David mengurung diriku, di tubuhnya yang besar.

"Atau, Miss, mau lihat lagi?" David mencoba menggodaku. Dengan menahan keseimbangan tubuhku, aku menggeleng.

"Nggak papa, Miss. Kita sudah dewasa, apalagi yang akan dilakukan dua orang dewasa berbeda jenis kelamin di rumah berduan?" Gawat! Bunyi sirine dalam otakku berbunyi keras. Ini tak boleh terjadi!

Masih dengan menahan keseimbangan tubuhku, kurasa sebentar lagi aku akan jatuh dan mencium lantai. Dada David semakin menempel, aku mencium aroma sabun yang menggoda imanku. Apalagi dia sedang bertelanjang dada. Secara keseluruhan badannya lebih bagus dari Gerald. Ya Tuhan, kuatkan imanku. Aku menahan ludah, menahan suaraku, terutama menahan berat tubuhku, jangan sampai berguling ke bawah lantai.

"Kamu... kamu ganti baju." Aku mendorong dada David. Akhirnya ia bangun, dan tersenyum.

"Ya, Miss benar. Saya harus ganti baju." Aku bernapas dengan lega, akhirnya. Dan aku merubah posisiku.

Sebelum menjauhkan badannya, David sempat mencuri mencium bibirku cepat. Aku hanya terpaku. Kenapa dia suka melakukan hal yang tiba-tiba?

Setelah David pergi. Aku hanya menggeleng, mencoba menjernihkan pikiran gilaku. Ada yang tidak beres dalam otakku.

Ingat, udah punya suami! Udah hamil!

Itu yang selalu kurapalkan. Aku ingin mencari udara segar, dan mencoba menjernihkan pikiranku. Rumah David, besar dan luas sekali. Sayang sekali, kenapa orang tuanya tidak pernah mendiami rumah ini. Aku juga tak pernah tahu, di mana orang tuanya. Dan juga segan untuk bertannya, karena masing-masing sudah sepakat untuk menjaga privasi masing-masing, walau privasiku sudah menjadi konsumsi publik sekarang.

Akhirnya, aku hanya mengelilingi rumah besar. Meski aku pernah berada disini sebelumnya, tapi aku tidak terlalu meneliti interior di dalamnya. Dan hari ini, aku akan menjelajahnya. Terdapat banyak barang mahal di mana-mana. Guci besar, dan mahal, terdapat di setiap sudut rumah. Apa itu sebagai, pawang pengusir hantu? Ok, yang terakhir abaikan. Puas aku mengagumi interior dan funiture mewah. Aku hanya duduk di sofa panjang, di ruang tamu yang luas.

Bagaimana nasibku? Kenapa harus begini? Trus buat apa aku ke sini? Aku baru sadar, aku telah melakukan kesalahan. Kenapa seorang Rara, baru menyadari kebodohannya yang lain, setelah berkali-kali ia melakukan kesalahan?

Meski, Gerald tidak menginginkan aku lagi. Tapi, aku harus pulang ke rumahku. Jika bunda mendapatiku di sini lagi, aku yakin bunda pasti langsung membunuhku. Walau aku menyayangi Gerald, tapi aku tidak menapikan kalau aku nyaman berada di dekat David. Rasa aman dan terlindungi selalu kurasakan jika berada di dekatnya. Tapi aku takut, semua yang dia lakukan ini tidak tulus. Aku belum siap untuk dikecewakan lagi untuk kesekian kalinya. Terkadang David terlihat seperti manusia brengsek yang licik, terkadang ia begitu tulus seperti malaikat. Sebenarnya, bagaimana David ini?

Jika memang Gerald sudah tidak mengiginkan aku lagi, dan memang David tulus kurasa tidak ada salahnya aku membuka hati. Tapi aku tidak mau membuka hatiku secepat ini. Semoga saja, semua yang dilakukannya tulus.

"Wes... melamun terus, Nona? Masih penasaran yang tadi? Mau saya tunjukin lagi?" Mulutku terbuka sangat lebar. Kenapa dia jadi suka menggodaku? Ini sebelas dua belas aja sama Gerald. Atau apa memang begitu, semua pikiran laki-laki?

"Kamu menggodaku?" tuduku pada David.

Ia mengedihkan bahunya. "Tidak juga, saya hanya ingin menjawab semua rasa penasaran Miss."

"Tapi aku nggak penasaran hal itu." Aku membantah David.

"Jadi, penasaran ingin merasakan langsung?"

What the fuck! Gila nih anak!

"Tidak!" jawabku cepat.

David duduk di sampingku. "Saya bercanda, saya hanya ingin menghibur, Miss, dan membuat, Miss, tidak sedih lagi." Aku selalu terharu mendengar ketulusan David. Benar, dia malaikat.

"David." panggilku. Dia menoleh ke arahku, dengan raut wajah yang serius begitu melihat intonasi suaraku yang serius juga.

"Iya?"

"Aku ingin mengetahui semua motifmu dari semua ini. Dan jujur, jika kamu serius dan tulus kurasa tidak ada salahnya aku membuka hati."

David tidak berekasi.

1 detik.

2 detik.

5 detik.

10 detik.

"Itu yang saya tunggu dari kemarin. Terima kasih, David akan membuktikan kalau semua ini tulus."

Aku pun tersenyum ke arahnya. Wajahnya makin mendekat ke arahku. and tension between us began to.... hot.

"Jangan sedih lagi, saya akan selalu menjaga kamu. Anak kitaβ€”" kata David memegang wajahku, dan memeriksanya.

"Kenapa kamu selalu menyebutnya anak kita?"

"Karena aku merasa itu anakku." Aku menggeleng.

"Bagaimana kamu mengakui, tapi darah yang mengalir di dalam tubuhnya tidak menapikan siapa orang tua kandungnya."

"Aku tidak peduli itu. Yang aku mau, aku akan melindungi, Miss, dan menyayangi anak kita." Aku merasa begitu disayang. Aku telah terlena dengan perhatian orang lain. Semua ini, karena Gerald tak pernah perhatian padaku. Bahkan, ia tahu aku hamil, ia tak pernah peduli pada keadaanku.

"Terima kasih." kataku sambil terharu, dan bulir-bulir bening mulai membasahi pipiku.

"Yah, nangis. Jangan dong, kan David mau bikin senang bukan sedih." Aku mulai mendekap tubuh David, dan mulai merasakan kenyamanan dan kehangatan.

"Aku itu terharu."

"Bentar, ya." Aku menunggu, David yang sedang ke belakang. Berselang tujuh menit ia kembali dengan membawa susu di tangannya.

"Itu susu ibu hamil?" tebakku.

"Benar." Air mataku, merembes lagi. Gerald tidak seantusias ini. Dia seperti tidak peduli dengan kehadiran anaknya. Yang ia tahu, bagaimana menyalurkan semua nafsu binatang miliknya, itu saja!

David mengulurkannya gelas itu padaku, aku ingin mengambilnya. Tapi malah disembunyikan di belakangnya.

"Eits, ada timbal baliknya tapi." David masih menyembunyikan gelas itu do belakang.c

"Apa?" Aku telah berdiri, karena ingin merebut susu itu.

David menyodorkan pipinya.

Cup!

Aku mencium pipinya, dan tersenyum ke arahnya.

"Nih." Aku mengambil susu itu, dan tidak sampai satu menit susu itu telah habis. Karena, susu itu tidak panas tapi hangat. Sepertinya David tahu, kadar suhu untuk membuat susu. Aku saja, susu untuk anakku sendiri tidak pernah kubuat. Betapa tak bergunannya aku mejadi orang tua. Apalagi Gerald, sangat tidak pantas menyandang gelar orang tua.

"Terima kasih." kataku, sambil mengembalikan susu itu ke David.

David mendekat lagi ke arahku, aku mundur dan terjatuh lagi di atas sofa. Tanpa sadar, aku terbaring. Dia menindihku.

"Karena, Miss sudah berani mengembalikan gelas itu. Sekarang bayaran untuk mengembalikan gelas itu."

Suasana sepertinya panas. Dan kami sangat intim.

"Itu ada sisa susu di bibir Miss." Tunjuk David ke bibirku, aku ingin menyeka sisa susu di bibirku.

"Biar David bersihkan." Dengan cepat, David mencium bibirku, dia menjilat bibirku. Aku merasakan napasnya dan lidahnya yang hangat di atas bibirku.

"Buka bibirnya." Aku membuka bibirku, dengan cepat David memasukan lidahnya dan mulai menciumku dengan lapar. Aku mulai membalasnya dengan tak kalah rakus. Kami saling berebut ingin menyecap bibir satu sama lain.

David membantuku bangun, aku pun bangun dengan lidah kami yang masih menyatu. Tangannya mulai menjalar di leherku berulang-ulang. Aku menutup mataku, agar tidak mendesah.

"Peluk David." perintah David. Aku pun merapatkan tubuhku ke arahnya dan memeluk belakangnya. Tangannya masih bermain di leherku, mengelus-elus, berusaha menggodaku. David berusaha, membuka bajuku. Aku sudah bertekad memasrahkan selurunya kepada lelaki ini.

Dengan perlahan David membuka kancing dressku. Tangannya naik lagi ke leherku, karena tidak kuat aku mulai meremas-remas rambutnya dan mulai membuka bajunya.

David membaringkan tubuhku di sofa. David menindihku tubuhku di atas sofa. Ciumannya makin brutal. Aku hanya bisa bergerak-gerak ke kiri kanan. Menyemibangi ciuman di siang hari yang begitu panas dan liar.

"Miss bangun, dan lepaskan bajunya." David melepaskan ciumannya, dan bangun. Aku juga bangun, dan berdiri. Zipper telah terbuka, jadi aku hanya tinggal mengeluarkan diriku dari pakaian ini.

Aku membuka dari sisi kiri David duduk di sofa dan memperhatikanku dengan penuh gairah dan serius. Matanya mulai gelap.

Ting... ting.... ting....

Pintu rumah David berbunyi. Sepertinya ada tamu.

"Miss disini aja." Aku hanya mengangguk. Dengan napas yang masih memburu. Aku pun duduk, dan menyadari kebodohanku untuk beribu kalinya.

David pun melangkah keluar, tanpa memakai kembali bajunya.

Aku menetralkan kembali napasku. Kurasakan bajuku kusut dan rambutku juga berantakan. Orang yang melihatnya pasti akan merasakan bahwa kami baru saja melakukan hal yang panas. Aku merapikan rambutku.

Dan, kurasa David lama sekali balik. Aku pun menyusul David. David berdiri menghalangi pintu.

Aku mencari celah untuk melihat siapa tamu misterius yang telah membuat David lama kembali.

David menatap lawannya dengan serius begitu begitu juga lawannya.

"Gerald?"

***

Makin seru, makin panas.

Dua singit-dua singit.

Jeng-jeng, saksikan apa yg terjadi selanjutnya 😘😘😘😘

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Allilham Alwasy
ko aku nyari GoodNight Miss ga ketemu2 thor,,, apa udah ganti judulnya
goodnovel comment avatar
Allilham Alwasy
ko aku Nyari yg Ke1 yg judulnya GoodNight Miss ga ketemu2 yaa thor
goodnovel comment avatar
Anwarul Huda
yang ke 1 dan 2 judulnya apa?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status