Share

Bab 4. Ke Mana Max?

"Tuan Shawn, maafkan kami. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi pada akhirnya, tetap Sang Penciptalah yang berkehendak," kata seorang dokter yang baru saja keluar dari ruangan operasi.

Seorang pria dengan rambut yang hampir sepenuhnya memutih segera berdiri berhadapan dengan dokter tersebut. "Bagaimana dengan putri dan cucu saya?"

"Putri Anda selamat, tapi tidak dengan cucu Anda. Kami kehilangan bayi kecil itu," jawab sang dokter menundukkan kepalanya.

Pria yang disapa Tuan Shawn itu, mengembuskan napas dan memijat pelipisnya perlahan. Tampak sekali kesedihan mendalam di wajahnya.

"Boleh saya bertemu dengan putri saya, Dokter?" tanya Tuan Shawn cepat.

Dokter itu mengangguk dan mempersilakan Tuan Shawn bertemu dengan putri kesayangannya. "Mari saya antar,"

Di dalam ruangan operasi itu, tampaklah seorang wanita cantik dengan wajah pucat pasi. Wanita itu tersenyum saat melihat Tuan Shawn masuk ke dalam.

"Ayah. Aku tidak tahu kalau Ayah akan datang," kata wanita itu sambil berusaha bangkit dari ranjangnya.

Pria berambut putih itu mengecup kening sang putri dan memasukan tubuh wanita itu ke dalam dekapannya. "Bodoh! Aku terbang jauh-jauh bukan untuk diremehkan seperti ini, hehehe. Bagaimana perasaanmu, Sayang?"

"Well, I know, basa-basi. Hahaha," sahut Tuan Shawn lagi dalam tawa.

Wanita itu tersenyum lemah. Dia mengeratkan dekapannya pada sang ayah dan menumpahkan air matanya di sana. Puas menangis, wanita itu mulai membuka mulutnya kembali. "Ayah sudah tahu apa yang terjadi?"

Tuan Shawn mengangguk. "Milla Sayang, beristirahatlah sejenak dan ikutlah bersamaku. Kalau kamu sudah siap untuk kembali, maka, kembalilah,"

Camilla, nama wanita itu. Dia menggelengkan kepalanya cepat. "Aku mau di sana, Ayah. Aku tahu pasti akan sakit, tapi aku ingin melihat Max menyesal karena telah menyia-nyiakanku!"

"Dominic Cortez? Itukah rival suamimu?" tanya Tuan Shawn lagi.

"Ya. Apakah Ayah sudah menemukannya?" Camilla bertanya balik.

Beberapa hari setelah kedatangan Allora di rumah mereka, Camilla memberitahukan kepada Tuan Shawn tentang apa yang terjadi.

Saat itu, Tuan Shawn menyanggupi untuk segera mencari tahu informasi tentang Cortez dan antek-anteknya. "Dominic Cortez? Nama itu asing di telingaku, Milla, tapi aku akan mencarikannya untukmu,"

Hubungan Camilla dengan ayahnya bisa dikatakan cukup dekat. Apalagi semenjak dia kehilangan ibunya yang pergi meninggalkan mereka hanya demi seorang pria lain.

"Terima kasih, Ayah." Saat itu hanya tuan Shawn-lah yang dapat Camilla andalkan.

Max Sillas juga bukan tipe suami yang terbuka kepada istrinya, terutama mengenai pekerjaan. Namun, untuk menyelematkan rumah tangganya, Camilla memutuskan untuk bergerak dan tidak tinggal diam seperti biasanya.

Sejauh ini, Tuan Shawn sudah memberikan laporan kalau Dominic Cortez adalah seorang pria yang diduga ditipu oleh Max.

"Perusahaan mereka merugi cukup banyak, Milla," kata tusn Shawn saat itu. "Tapi, aku belum pasti tentang informasi ini. Ada kabar lain yang mengatakan antara Cortez dengan suamimu memang sudah berseteru sejak lama,"

Untaian napas panjang terdengar dari wanita cantik yang sedang mengerutkan kening itu. "Kita tunggu saja informasi pastinya, Ayah. Tapi, aku khawatir dengan kehadiran istri Miller. Firasatku tidak enak, Ayah, aku takut sesuatu yang buruk akan terjadi,"

"Hahaha! Kamu bukan seorang cenayang, Milla. Aku rasa itu karena hormon bayi perempuanmu. Jangan berpikiran yang aneh-aneh dan tetaplah waspada." Suara bariton ayahnya selalu berhasil membuat Camilla tenang.

Namun sayang, keputusannya untuk tenang saat itu salah. Andai saja dia waspada, tidak lengah, serta mau berjuang sedikit, kejadian naas ini tidak akan terjadi.

Ya, Camilla mengalami keguguran dan calon putrinya meninggal karena kekurangan oksigen di dalam perut karena pendarahan yang dialaminya.

"Sekarang, segala sesuatunya sudah terjadi. Aku berpikiran untuk mencari Miller dan menyatukannya kembali dengan Allora. Bagaimana menurutmu, Ayah?" tanya Camilla dengan suaranya yang masih terdengar lemah.

Tuan Shawn terdiam. Sesungguhnya dia tidak ingin putri semata wayangnya itu terjerumus ke dalam bahaya. Setelah berpikir cukup lama, pria paruh baya itu pun mengembuskan napas panjang, lalu berkata, "Jangan bergerak sebelum aku mendapatkan info lebih lanjut tentang keberadaan Cortez. Ini sangat berbahaya, Camilla!"

"Apa kamu sungguh-sungguh mencintai Sillas sampai harus kamu juga yang turun tangan untuk mencari kembaran Pria Brengsek itu? Dia tidak pantas menerima cintamu, datang menjenguk pun tidak!" sambung Tuan Shawn lagi dengan nada suara sedikit kesal.

Camilla tak menjawab Cintanya memang sudah dia habiskan untuk Max seorang, bahkan dia tidak menyisakan satu persen pun cinta untuk dirinya sendiri.

"Ayah juga belum melupakan ibu, jadi, mana mungkin aku bisa menyerah untuk Max. Aku tidak rela jika pada akhirnya dia berakhir bersama dengan Allora Twig," ucap Camilla setelah cukup lama dia memikirkan kata-kata apa yang akan dia lontarkan kepada ayahnya.

Lagi-lagi Tuan Shawn menghela napas. "Tapi aku berpisah dengan ibumu. Apa kamu kuat melihat suamimu bersama dengan wanita lain? Apa kamu sanggup?"

"Aku akan berusaha untuk kuat. Aku juga akan memberikan Max anak laki-laki, Ayah! Aku berjanji!" Wajah Camilla tampak bersungguh-sungguh dan dia mengacungkan dua jarinya membentuk huruf V sebagai bukti keseriusannya.

Dengan janji manis serta kata-kata meyakinkan dari putri tunggalnya, Dean Shawn pun menyerah. Namun, ada yang mengusik pikiran dan hatinya sedari tadi. "Ke mana suamimu sekarang?"

Camilla mengangkat bahunya dan kesedihan kembali menggelayut di atas kepalanya. "Aku tidak tahu, Ayah,"

"Ck!" Dean berdecak seraya keluar dari ruangan operasi itu.

Keesokan harinya, Camilla sudah dipindahkan ke ruangan intensif dan hari itu dia berharap agar Max mengunjunginya.

Namun sayang, harapan Camilla hanyalah harapan semu yang tak kunjung berbalas. Sampai hari kepulangan Camilla, pria tampan itu belum juga menunjukkan batang hidungnya.

"Kamu yakin ingin pulang ke rumah itu? Kamu bisa ikut pergi denganku, Milla," kata Dean. Tidak ada satu pun ayah yang sanggup melihat anak perempuannya sedih berlama-lama.

Camilla menggeleng, wajahnya mengeras tanda kebulatan hati. "Aku mau pulang ke rumahku sendiri, Ayah,"

"Aku harus menyelesaikan masalahku dulu. Seandainya pun aku lelah di tengah jalan, aku akan menghampirimu, Ayah," sambung Camilla lagi seraya memeluk ayahnya tersebut.

Setelah beberapa hari di rumah sakit, harapan Camilla agar suaminya datang pun perlahan menguap. Jangankan datang, mengirimkan pesan atau bunga seperti yang dulu dia pernah lakukan pun tidak.

("Darling, aku pulang siang ini. Di mana kamu? Kenapa aku sulit mendapatkan kabar darimu? Kamu baik-baik saja, kan, Darling?") Begitu isi pesan Camilla yang dia kirimkan untuk Max beberapa jam sebelum kepulangannya.

Namun, pesan itu tak kunjung berbalas. Dean sangat gusar melihat ulah menantunya tersebut. "Aku akan mengantarmu dan mungkin akan tinggal di sini sampai kamu benar-benar pulih, Milla,"

"Tidak perlu, Ayah. Aku sanggup menghadapi ini sendiri," kata Camilla bersikeras.

Mentari mulai bergerak ke barat saat Camilla sampai di kediamannya. Rumah itu terlihat sepi, seolah tidak berpenghuni. "Ke mana orang-orang?" batinnya.

Perlahan, dia membuka pintu yang tak terkunci. "Max! Aku kembali,"

Akan tetapi, tidak ada jawaban dari Max atau siapapun di rumah itu. Camilla pun mencari pelayan yang biasa bekerja di rumah itu. Namun, lagi-lagi dia tidak menemukan siapa-siapa di sana.

"Ke mana semuanya?" tanya Camilla bermonolog. Rasa takut dengan cepat mendekapnya.

Wanita itu tak menyerah, dia berjalan ke kamar tamu, tempat Allora menginap. Perlahan dia membuka gagang pintu dan membukanya.

"Allora?" Namun, kamar itu kosong.

Putus asa, Camilla menghenyakkan dirinya ke sofa dan mengembuskan napasnya panjang. Hampir saja dia tertidur di sofa tersebut sampai dia mendengar suara bariton yang sudah sangat dia rindukan mendekat.

Suara yang tidak asing itu terdengar tengah asik tertawa dan seperti sangat bahagia. Camilla pun segera beranjak dari sofa dan dengan setengah berlari, dia membuka pintu depan untuk menyambut pemilik suara itu.

"Max! Kamu dari-, ... Allora?" Camila tertegun saat melihat Max tengah merangkul pinggang adik ipar mereka dengan sangat erat.

***

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status