Share

Bab 4. Ke Mana Max?

last update Last Updated: 2023-12-21 13:15:34

"Tuan Shawn, maafkan kami. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi pada akhirnya, tetap Sang Penciptalah yang berkehendak," kata seorang dokter yang baru saja keluar dari ruangan operasi.

Seorang pria dengan rambut yang hampir sepenuhnya memutih segera berdiri berhadapan dengan dokter tersebut. "Bagaimana dengan putri dan cucu saya?"

"Putri Anda selamat, tapi tidak dengan cucu Anda. Kami kehilangan bayi kecil itu," jawab sang dokter menundukkan kepalanya.

Pria yang disapa Tuan Shawn itu, mengembuskan napas dan memijat pelipisnya perlahan. Tampak sekali kesedihan mendalam di wajahnya.

"Boleh saya bertemu dengan putri saya, Dokter?" tanya Tuan Shawn cepat.

Dokter itu mengangguk dan mempersilakan Tuan Shawn bertemu dengan putri kesayangannya. "Mari saya antar,"

Di dalam ruangan operasi itu, tampaklah seorang wanita cantik dengan wajah pucat pasi. Wanita itu tersenyum saat melihat Tuan Shawn masuk ke dalam.

"Ayah. Aku tidak tahu kalau Ayah akan datang," kata wanita itu sambil berusaha bangkit dari ranjangnya.

Pria berambut putih itu mengecup kening sang putri dan memasukan tubuh wanita itu ke dalam dekapannya. "Bodoh! Aku terbang jauh-jauh bukan untuk diremehkan seperti ini, hehehe. Bagaimana perasaanmu, Sayang?"

"Well, I know, basa-basi. Hahaha," sahut Tuan Shawn lagi dalam tawa.

Wanita itu tersenyum lemah. Dia mengeratkan dekapannya pada sang ayah dan menumpahkan air matanya di sana. Puas menangis, wanita itu mulai membuka mulutnya kembali. "Ayah sudah tahu apa yang terjadi?"

Tuan Shawn mengangguk. "Milla Sayang, beristirahatlah sejenak dan ikutlah bersamaku. Kalau kamu sudah siap untuk kembali, maka, kembalilah,"

Camilla, nama wanita itu. Dia menggelengkan kepalanya cepat. "Aku mau di sana, Ayah. Aku tahu pasti akan sakit, tapi aku ingin melihat Max menyesal karena telah menyia-nyiakanku!"

"Dominic Cortez? Itukah rival suamimu?" tanya Tuan Shawn lagi.

"Ya. Apakah Ayah sudah menemukannya?" Camilla bertanya balik.

Beberapa hari setelah kedatangan Allora di rumah mereka, Camilla memberitahukan kepada Tuan Shawn tentang apa yang terjadi.

Saat itu, Tuan Shawn menyanggupi untuk segera mencari tahu informasi tentang Cortez dan antek-anteknya. "Dominic Cortez? Nama itu asing di telingaku, Milla, tapi aku akan mencarikannya untukmu,"

Hubungan Camilla dengan ayahnya bisa dikatakan cukup dekat. Apalagi semenjak dia kehilangan ibunya yang pergi meninggalkan mereka hanya demi seorang pria lain.

"Terima kasih, Ayah." Saat itu hanya tuan Shawn-lah yang dapat Camilla andalkan.

Max Sillas juga bukan tipe suami yang terbuka kepada istrinya, terutama mengenai pekerjaan. Namun, untuk menyelematkan rumah tangganya, Camilla memutuskan untuk bergerak dan tidak tinggal diam seperti biasanya.

Sejauh ini, Tuan Shawn sudah memberikan laporan kalau Dominic Cortez adalah seorang pria yang diduga ditipu oleh Max.

"Perusahaan mereka merugi cukup banyak, Milla," kata tusn Shawn saat itu. "Tapi, aku belum pasti tentang informasi ini. Ada kabar lain yang mengatakan antara Cortez dengan suamimu memang sudah berseteru sejak lama,"

Untaian napas panjang terdengar dari wanita cantik yang sedang mengerutkan kening itu. "Kita tunggu saja informasi pastinya, Ayah. Tapi, aku khawatir dengan kehadiran istri Miller. Firasatku tidak enak, Ayah, aku takut sesuatu yang buruk akan terjadi,"

"Hahaha! Kamu bukan seorang cenayang, Milla. Aku rasa itu karena hormon bayi perempuanmu. Jangan berpikiran yang aneh-aneh dan tetaplah waspada." Suara bariton ayahnya selalu berhasil membuat Camilla tenang.

Namun sayang, keputusannya untuk tenang saat itu salah. Andai saja dia waspada, tidak lengah, serta mau berjuang sedikit, kejadian naas ini tidak akan terjadi.

Ya, Camilla mengalami keguguran dan calon putrinya meninggal karena kekurangan oksigen di dalam perut karena pendarahan yang dialaminya.

"Sekarang, segala sesuatunya sudah terjadi. Aku berpikiran untuk mencari Miller dan menyatukannya kembali dengan Allora. Bagaimana menurutmu, Ayah?" tanya Camilla dengan suaranya yang masih terdengar lemah.

Tuan Shawn terdiam. Sesungguhnya dia tidak ingin putri semata wayangnya itu terjerumus ke dalam bahaya. Setelah berpikir cukup lama, pria paruh baya itu pun mengembuskan napas panjang, lalu berkata, "Jangan bergerak sebelum aku mendapatkan info lebih lanjut tentang keberadaan Cortez. Ini sangat berbahaya, Camilla!"

"Apa kamu sungguh-sungguh mencintai Sillas sampai harus kamu juga yang turun tangan untuk mencari kembaran Pria Brengsek itu? Dia tidak pantas menerima cintamu, datang menjenguk pun tidak!" sambung Tuan Shawn lagi dengan nada suara sedikit kesal.

Camilla tak menjawab Cintanya memang sudah dia habiskan untuk Max seorang, bahkan dia tidak menyisakan satu persen pun cinta untuk dirinya sendiri.

"Ayah juga belum melupakan ibu, jadi, mana mungkin aku bisa menyerah untuk Max. Aku tidak rela jika pada akhirnya dia berakhir bersama dengan Allora Twig," ucap Camilla setelah cukup lama dia memikirkan kata-kata apa yang akan dia lontarkan kepada ayahnya.

Lagi-lagi Tuan Shawn menghela napas. "Tapi aku berpisah dengan ibumu. Apa kamu kuat melihat suamimu bersama dengan wanita lain? Apa kamu sanggup?"

"Aku akan berusaha untuk kuat. Aku juga akan memberikan Max anak laki-laki, Ayah! Aku berjanji!" Wajah Camilla tampak bersungguh-sungguh dan dia mengacungkan dua jarinya membentuk huruf V sebagai bukti keseriusannya.

Dengan janji manis serta kata-kata meyakinkan dari putri tunggalnya, Dean Shawn pun menyerah. Namun, ada yang mengusik pikiran dan hatinya sedari tadi. "Ke mana suamimu sekarang?"

Camilla mengangkat bahunya dan kesedihan kembali menggelayut di atas kepalanya. "Aku tidak tahu, Ayah,"

"Ck!" Dean berdecak seraya keluar dari ruangan operasi itu.

Keesokan harinya, Camilla sudah dipindahkan ke ruangan intensif dan hari itu dia berharap agar Max mengunjunginya.

Namun sayang, harapan Camilla hanyalah harapan semu yang tak kunjung berbalas. Sampai hari kepulangan Camilla, pria tampan itu belum juga menunjukkan batang hidungnya.

"Kamu yakin ingin pulang ke rumah itu? Kamu bisa ikut pergi denganku, Milla," kata Dean. Tidak ada satu pun ayah yang sanggup melihat anak perempuannya sedih berlama-lama.

Camilla menggeleng, wajahnya mengeras tanda kebulatan hati. "Aku mau pulang ke rumahku sendiri, Ayah,"

"Aku harus menyelesaikan masalahku dulu. Seandainya pun aku lelah di tengah jalan, aku akan menghampirimu, Ayah," sambung Camilla lagi seraya memeluk ayahnya tersebut.

Setelah beberapa hari di rumah sakit, harapan Camilla agar suaminya datang pun perlahan menguap. Jangankan datang, mengirimkan pesan atau bunga seperti yang dulu dia pernah lakukan pun tidak.

("Darling, aku pulang siang ini. Di mana kamu? Kenapa aku sulit mendapatkan kabar darimu? Kamu baik-baik saja, kan, Darling?") Begitu isi pesan Camilla yang dia kirimkan untuk Max beberapa jam sebelum kepulangannya.

Namun, pesan itu tak kunjung berbalas. Dean sangat gusar melihat ulah menantunya tersebut. "Aku akan mengantarmu dan mungkin akan tinggal di sini sampai kamu benar-benar pulih, Milla,"

"Tidak perlu, Ayah. Aku sanggup menghadapi ini sendiri," kata Camilla bersikeras.

Mentari mulai bergerak ke barat saat Camilla sampai di kediamannya. Rumah itu terlihat sepi, seolah tidak berpenghuni. "Ke mana orang-orang?" batinnya.

Perlahan, dia membuka pintu yang tak terkunci. "Max! Aku kembali,"

Akan tetapi, tidak ada jawaban dari Max atau siapapun di rumah itu. Camilla pun mencari pelayan yang biasa bekerja di rumah itu. Namun, lagi-lagi dia tidak menemukan siapa-siapa di sana.

"Ke mana semuanya?" tanya Camilla bermonolog. Rasa takut dengan cepat mendekapnya.

Wanita itu tak menyerah, dia berjalan ke kamar tamu, tempat Allora menginap. Perlahan dia membuka gagang pintu dan membukanya.

"Allora?" Namun, kamar itu kosong.

Putus asa, Camilla menghenyakkan dirinya ke sofa dan mengembuskan napasnya panjang. Hampir saja dia tertidur di sofa tersebut sampai dia mendengar suara bariton yang sudah sangat dia rindukan mendekat.

Suara yang tidak asing itu terdengar tengah asik tertawa dan seperti sangat bahagia. Camilla pun segera beranjak dari sofa dan dengan setengah berlari, dia membuka pintu depan untuk menyambut pemilik suara itu.

"Max! Kamu dari-, ... Allora?" Camila tertegun saat melihat Max tengah merangkul pinggang adik ipar mereka dengan sangat erat.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gadis Kesayangan Suamiku    Bab 54. Umpan Dan Rencana

    "Fix, kamu masih mencintai mantan suamimu, Milla!" Aaron mengetuk bolpoin bermerk ternama miliknya di atas meja. Wajahnya berkerut-kerut dan sedikit menegang. "Apa yang membuatmu masih mencintainya, Milla? Aku tak habis pikir denganmu, ckckck."Aaron menggelengkan kepala untuk kesekian kalinya di hari itu. "ckckck! Apalagi saat kamu menyerang gadis bernama Allora itu, mantanmu membela dia alih-alih kamu."Wanita cantik yang sedang membaringkan kepala di atas lengannya itu berdecih pelan. Sesekali dia mengelap air mata yang hendak turun dari sudut matanya. Tadi malam, setelah Camilla menyerang Allora, Miller justru membela Allora habis-habisan. "Turun dari tubuh suamiku sekarang juga, Jalang!" Camilla menarik rambut Allora saat itu. Gadis itu pun memekik kesakitan dan terguling dari atas kasur. "Sialan kamu, Wanita Tua! Dia bukan suamimu lagi! Lepaskan rambutku!"Tangan Allora menggapai-gapai liar sampai akhirnya dia sanggup membalas Camilla dengan menarik rambut wanita itu juga.

  • Gadis Kesayangan Suamiku    Bab 53. Sekali Jalang, Tetap Jalang!

    "Aku rasa dia gila!" ucap Camilla berbicara dengan ponselnya. Setelah momen perkenalan dengan Emilly, mantan istri dokter pribadinya, Camilla mendapatkan kabar kalau ayahnya telah mendengar desas-desus yang sedang hangat diperbincangkan beberapa hari terakhir ini. Yang membuat wanita itu kesal adalah mengapa ayahnya tidak bertanya langsung padanya? Mengapa harus bertanya kepada Miller?"Aarrgghh! Kepalaku pecah rasanya!" tukas Camilla sembari menarik rambutnya sendiri. Wanita itu merubuhkan kepalanya di atas meja dan terisak-isak. Lalu, terlintas kenangan tentang Emilly dan dirinya malam itu. Setelah berkenalan dengan Emilly yang ramah, Camilla memutuskan untuk menjadikan wanita itu sebagai mentor sekaligus sahabatnya. "Aku mau, Milla! Aku justru merasa terhormat karena kamu memilihku untuk menjadi sahabatmu." Emilly memeluk sahabat barunya itu sebagai tanda kasih untuknya. Begitulah pada akhirnya, persahabatan yang cukup aneh itu pun terjalin. Namun, tak ada yang lebih aneh se

  • Gadis Kesayangan Suamiku    Bab 52. Gadis Bermuka Dua

    "Apa maksud ucapanmu itu, Miller? Kamu dan Milla sudah berpisah?" tanya Max menghentikan pukulannya. Miller menyeka sepercik darah yang ada di sudut bibirnya, lalu, dia mengangguk singkat. "Ya!""Melihat perlakuanmu pada Allora, aku dapat mengambil keputusan kalau kamu sudah tidak mencintainya lagi. Apalagi tadi aku sempat mendengar kata selingkuh. Kamu mengkhianatinya?" tanya Miller angkuh. Tiba-tiba saja, Miller bertepuk tangan. "Huh! Hebat sekali kakakku ini! Pria Buaya! Menikah sudah dua kali, masih kurang puas. Apa yang kamu cari, Max?""Bagaimana denganmu? Lagi pula, kamu belum mengenal siapa Gadis Ular yang kamu nikahi selama ini!" Max memandang sengit wajah Allora yang terlihat ketakutan. Jari telunjuknya terulur ke arah gadis itu. "Kamu tau siapa yang menyebabkan hidupku hancur? Kamu tau siapa yang menyebabkan Camilla kehilangan bayinya dua kali? Kamu tau siapa yang menyebabkan Camilla kecelakaan?""Dia! Dia, Miller! Iblis Jalang itu yang melakukannya!" tukas Max menyambun

  • Gadis Kesayangan Suamiku    Bab 51. What A Mess!

    Camilla tertegun menatap anak laki-laki yang memakai kemeja bersuspender itu. "P-papa? Apa om ini papamu, Nak?" tanya Camilla. Dia merendahkan tubuhnya hingga setinggi anak laki-laki tersebut. Pria kecil itu mengangguk. "Ya, ini papaku. Tante siapa?"Sebelum Camilla menjawab, seorang wanita cantik bertubuh langsing dengan rambut cokelat berdiri di belakang anak itu. "Archie! Mama sudah bilang, jangan suka pergi sendiri! Nanti kalau hilang bagaimana!" Wanita itu terlihat cemas dan segera mengangkat Aaron junior ke dalam dekapannya. Kedua matanya bertemu dengan manik Camilla. Dia tersenyum. "Hahaha! Maaf, anakku ini memang suka keluyuran dan mengganggu orang lain. Maaf, ya, Nyonya."Camilla membalas senyuman wanita itu. "Oh, tidak apa-apa, kami sama sekali tidak merasa terganggu, kok."Anak laki-laki itu kembali menunjuk Aaron dengan jari mungilnya. "Mama, itu papa!"Mata wanita itu berlari ke arah pria yang terlihat gugup. "Aaron? Sedang apa kamu di sini? Apakah ini ... Oh, jangan

  • Gadis Kesayangan Suamiku    Bab 50. Papa?

    "Aku ingin kembali!" ucap seorang pria saat menemui seorang wanita yang sedang berjemur di tepi kolam renang sebuah hotel bintang lima. Wanita itu melepaskan kacamata hitamnya dan menatap pria yang berdiri sambil berkacak pinggang. "Why?"Pria itu menghela napas dan menjawab dengan nada gusar, "Oh, come on, Milla! Kita tidak mungkin satu bulan berada di sini hanya untuk sibuk masing-masing, kan?""Lalu? Toh, kita tetap bisa di sini, Miller! Apa alasanmu ingin kembali?" Wanita bernama Camilla itu mendesak supaya sang pria untuk tetap tinggal. Suara riak kolam renang serta cicit burung seakan menenggelamkan mereka berdua ke dalam pikiran masing-masing. Miller memandang kosong pada kolam renang. Tak lama, dia mengembuskan napasnya. "Kenapa kamu menahan kepergianku?""Aku tau ke mana kamu akan pulang dan aku tidak mau kamu pulang padanya." Camilla menjawab pertanyaan itu dengan datar. Dugaan Camilla memang benar. Miller akan kembali pada gadis yang pernah dinikahinya. "Karena kamu mas

  • Gadis Kesayangan Suamiku    Bab 49. Nyaris Saja!

    Di saat hati Camilla carut marut, hati Allora justru sedang merindu. Gadis itu membutuhkan sosok pria yang dapat dia jadikan sebagai tempat bertumpu. Tidak seperti Dominic, yang hanya menjadikannya sebagai pemuas nafsu belaka. "Kapan kamu kembali, Max? Aku ingin bicara padamu. Aku sudah menunggumu di rumah kita." Allora menulis pesan singkat pada suaminya yang tak kunjung membalas. Setelah setengah hari berada di ruangan petugas keamanan, Allora menyerah. Dia kembali ke rumah dan memutuskan untuk menunggu Max di sana. Hatinya melonjak senang, saat dia mendengarkan suara mesin halus dari sebuah kendaraan. "Itu Max! Max! Max!"Gadis itu berlarian menyambut kedatangan suaminya. "Max, akhirnya kamu pulang juga!""Apa kamu tau aku sedang ada rapat penting? Apa kamu tau kalau semua pesan, telepon, dan kedatanganmu sungguh mengganggu dan membuatku tidak nyaman?" tanya Max bertubi-tubi. Allora memberengut. "Hei, ada apa denganmu, Max? Kamu bahkan tidak memberikanku kesempatan untuk bicar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status