Share

Bab 5. Murka

"Apa! Kamu gila, Max! Aku baru saja keluar dari rumah sakit karena keguguran dan di mana kamu? Bersenang-senang dengan gadis itu! Gila!"

Amarah Camilla sudah tidak dapat dibendung lagi. Semua rasa kecewa, kesal, dan marah yang sudah dia pendam selama hampir satu minggu ini dia luapkan. "Aku sudah tidak tahu bagaimana menghadapimu, Max,"

Suara wanita itu kini bergetar. Air matanya sudah tak dapat dia tahan lagi. "Kupikir kamu menyendiri dan berkabung. Tapi nyatanya, kamu malah ... Entahlah, Max,"

Hening. Ruangan besar yang didominasi dengan warna putih itu hanya dipenuhi suara sesenggukan Camilla dan tarikan napas Max.

Tak ada keinginan Max untuk menghampiri istrinya tersebut atau bahkan mendekapnya sama seperti dia mendekap erat Allora tadi.

"Kamu mau tahu apa yang kurasakan saat ini, Milla?" tanya Max. Pria itu akhirnya menghampiri Camilla dan menatap kedua manik istrinya dengan dingin.

Camilla memberanikan diri membalas tatapan mata itu dan seketika itu juga dia tahu, tidak ada lagi cinta di mata Max. Jantungnya kini berdegup kencang seakan habis berlari bermil-mil jauhnya.

"Bukannya aku tidak mau menjengukmu. Aku, ...,"

"Stop, Max! Aku tidak ingin mendengarmu! Stop, kumohon!" pinta Camilla sambil menutup kedua telinga dan menggelengkan kepalanya kencang.

"Milla! Sekarang kamu yang bertingkah seperti orang gila! Dengarkan aku dulu! Lepaskan tanganmu!" Dengan kasar, Max melepaskan kedua tangan Camilla dan menggenggamnya.

Air mata Camilla kini semakin bercucuran. Dia memejamkan mata dan menolak untuk menatap suaminya. "Aku tidak ingin mendengarmu, Max!"

"Harus! Aku ingin menjelaskan sesuatu kepadamu, Milla!" tukas Max tegas. "Milla, ayolah!"

"Camilla!"

Bentakan Max membuat Camilla terkesiap. Dia membuka matanya dan menatap Max. "M-, Max? Kamu membentakku?"

Habis sudah kesabaran Max. Dia berdiri dan berkacak pinggang di hadapan istrinya yang sudah tidak karuan bentuk wajahnya itu. "Maaf aku harus membentakmu! Kamu benar-benar seperti orang gila, Milla!"

"Sekarang katakan kepadaku, bagaimana caranya supaya aku bisa mencintaimu lagi. Sejak Allora datang kamu seolah menggila!" Suara Max masih cukup tinggi dan membuat perasaan Camilla semakin berkecamuk.

"K-, kamu sudah tidak mencintaiku lagi, Max? A-, apa karena Allora?" tanya Camilla takut-takut.

Max menggelengkan kepalanya. "Karena kamu tidak menurut kepadaku, Milla. Itu tepatnya,"

"Seorang pria akan merasa dihargai dan dihormati jika, pasangannya menurut kepadanya. Tapi tidak denganmu, kamu membangkang dan bahkan tetap bersikeras ingin melahirkan anak itu,"

"Sekarang, lihatlah! Kamu mendapatkan hukuman dari Tuhan karena kamu sudah menjadi wanita pembangkang!" kata Max berapi-api.

Kali ini wajah Camilla memerah bukan karena marah atas perlakuan Max, tetapi karena apa yang baru saja diucapkan oleh suaminya tersebut.

Tanpa dia sadari, tangan kanannya melayang, dan mendarat sempurna di wajah Max. "Tarik ucapanmu, Max!"

"Itu hanya alasanmu saja! Aku tidak pernah berniat untuk melenyapkan anakku, baik itu perempuan atau laki-laki! Itu suatu kejahatan yang tak akan pernah kulakukan!" balas Camilla tak mau kalah.

Napas wanita itu terlihat cepat dan memburu. "Allora! Gadis itu telah menyita cintamu! Dia gadis pencuri yang sanggup membuang suaminya!"

"Sekarang, apakah kamu ingin memberikanku satu kesempatan lagi untukku melahirkan seorang anak laki-laki untukmu?" tanya Camilla tegas.

Max terdiam. "Silakan, coba saja. Kamu boleh mencobanya dengan pria manapun. Sudah kukatakan kepadamu, rasaku sudah hilang, bagaimana bisa kita membuat seorang anak?"

Lagi-lagi tangan Camilla melayang di wajah tampan Max. "Kamu benar-benar jahat, Max!"

Setelah itu, Camilla keluar dari kamarnya. Allora. Hanya satu nama itu yang ada di kepalanya. Maka dengan setengah berlari, dia bergegas menemui gadis yang telah merusak rumah tangganya itu.

"Allora!" tukas Camilla kasar.

Gadis cantik yang sedang sibuk dengan barang-barangnya itu pun tersentak. "Ya?"

Tanpa memedulikan Allora yang saat itu sedang mengandung, Camilla melayangkan tangannya ke pipi kemerahan gadis itu. "Pergi dari rumahku sekarang juga!"

"A-, apa maksudmu, Milla? Maaf, tapi aku tidak paham apa yang terjadi. Aku bahkan tak tahu ke mana kamu pergi selama satu minggu ini sampai suamimu menyanggupi permohonanku untuk menemaniku berkeliling kota," jawab Allora dengan wajah tak berdosa.

Tubuh Camilla bergetar hebat karena emosi yang tidak dapat lagi bisa dia tahan. "Tanya saja pada suamiku! Dia sangat tahu apa yang terjadi denganku! Dia yang membunuh anakku!"

Sekali lagi, tangan Camilla melayang di pipi Allora dan kali ini pukulan Camilla cukup telak.

"Camilla!"

Max menuruni tangga dengan cepat dan segera menghampiri Allora untuk memastikan gadis itu baik-baik saja. "Kamu tidak apa-apa?"

Allora mengangguk lemah. Setelah mengetahui kondisi Allora, dia segera berdiri, dan menampar balik wajah Camilla. "Pergi dari sini!"

"Sadar, Max, aku istrimu!" tukas Camilla. "Lagi pula, kamu tidak bisa mengusirku dari sini karena ini rumah ayahku, Max!"

Seketika itu juga, Max tersadar. Dia baru menyadari kalau rumah yang mereka tempati saat ini adalah rumah pemberian dari Dean Shawn sebagai hadiah atas pernikahan mereka.

Max menelan salivanya. "Baik, aku dan Allora yang akan pergi,"

"Ayo, Sayang, berpeganglah kepadaku! Kita ke rumah sakit sekarang. Kita akan mengecek apakah anakmu baik-baik saja," sambung Max kali ini. Wajahnya tampak sangat khawatir.

Lalu, pria itu mengalihkan pandanganya ke arah Camilla lagi. "Sejak Allora kehilangan suaminya, tongkat tanggung jawab itu berpindah ke pundakku. Jadi, Allora dan anaknya sudah kuanggap sebagai bagian dari hidupku!"

"Aku tidak tahu apa yang membuatmu berpikiran seperti itu, Max! Kamu suamiku dan bisa-bisanya kamu menghadirkan sosok wanita lain di dalam hidupmu! Entahlah, aku rasa aku kalah, tapi ...! Aku tidak akan pernah menyerah!" tukas Camilla.

Tiba-tiba saja dia merasakan sebuah kekuatan yang muncul dari dalam dirinya. "Aku akan mencari suamimu, Allora, dan akan kukembalikan kehidupan kita seperti semula!"

Wanita cantik itu mengusap air matanya dan berdiri dengan gagah. "Dominic Cortez. Kamu ingat nama itu, kan, Max? Semoga kamu belum melupakan nama Cortez. Akan kucari dia dan kubawa saudaramu ke sini! Aku bersumpah!"

Tekad Camilla sudah kuat saat dia mengucapkan kata-kata maklumat itu. Matanya menatap lurus ke arah suaminya dan suaranya setenang air yang mengalir.

Kini pandangan wanita itu berpindah. "Tunggu aku dan Miller Sillas datang, Allora. Kalau kamu masih mencintai suamimu, kamu tak akan sanggup berpaling darinya hanya karena wajah suamiku dan suamimu serupa,"

Beberapa hari kemudian, Dean Shawn dikejutkan oleh kedatangan putrinya serta tujuannya datang ke sana. "Jangan gila, Milla! Jangan karena cinta, kamu terjun ke dalam bahaya! Kita belum tahu seberapa kejam Cortez ini!"

"Aku tau, tapi paling tidak, aku ingin datang ke lokasi kejadian tempat menghilangnya Miller Sillas, Ayah. Kupikir, kita bisa menemukan petunjuk atau apa pun di sana," jawab Camilla santai, lalu dia tersenyum sesaat. "Ya, kurasa aku gila, hahaha!"

"Tapi, aku tidak bisa membiarkanmu jalan sendiri ke sana!" kata Dean bersungguh-sungguh. Tentu saja pria setengah baya itu khawatir sesuatu terjadi dan menimpa putri tunggalnya. "Tidak, setelah aku kehilangan ibumu serta cucuku, Milla,"

Camilla terdiam dan dia baru ingat kalau dirinya sedang berada dalam masa berkabung. Dia menghela napas panjang dan menggebrak meja cukup kencang. "Ouch!"

Sembari mengibaskan tangannya, wanita berusia 30-an tahun itu berkata, "Life must goes on, kan, Yah? Aku tidak bisa berlama-lama bersedih seperti itu. Aku harus bergerak cepat untuk bisa mempertahankan apa yang ingin aku pertahankan, Ayah,"

Dean mengangguk perlahan. "Pergilah bersama salah satu pengawalku dan kabari aku setiap detiknya. Ingat, selalu waspada, Sayang!"

Camilla mengangguk dan memeluk ayahnya tersebut. "Pasti!"

Dua hari kemudian, setelah mencari di mana keberadaan Dominic Cortez, Camilla pun meluncur ke kota kecil tempat kampung halaman Allora berasal.

" Tunggu aku, Max, aku tidak akan menyerah atasmu begitu saja, dan aku juga akan mengembalikanmu ke tempat asalmu, Allora! Tunggu saja!" ucap Camilla dalam hati sambil terus berharap.

***

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status