Share

Tugasmu Malam ini

Author: Te Anastasia
last update Huling Na-update: 2023-09-03 13:07:30

"Brengsek!"

Teriakan keras lolos dari bibir Aaron. Kepalan tangan meninju kuat meja kayu di depannya. Rasa ingin marah meluap-luap dari hatinya.

Sergio yang berdiri di dekat pintu pun hanya diam tertunduk melihat kemarahan Tuan Mudanya yang tidak bisa dihentikan.

"Beraninya dia menginginkan Valia secara terang-terangan," desis Aaron dengan rahang mengetat.

"Sam memang belum pernah melihat Nona Valia, Tuan," ujar Sergio menyahuti.

Aaron tersenyum smirk. "Berkata menginginkan Valia, adalah kebodohan. Dia tidak akan mengira kalau sampai mati pun aku tidak akan melepaskan Valia, semudah itu!" desis Aaron dengan napas naik turun.

Aaron tertunduk, menahan pikirannya yang dipenuhi kekesalan pada Sam, sahabat karibnya yang berani menawar Valia untuk dimiliki.

"Apa kau masih mengurung Valia?" tanya Aaron lirih.

"Masih Tuan."

Seketika Aaron keluar dari dalam ruangan kerjanya setelah tempat itu berantakan karena luapan emosi Aaron.

Ia melangkah menuju kamar Valia di lantai dua. Begitu pintu itu terbuka, dapat Aaron lihat Valia duduk meringkuk di atas ranjang.

"Aaron," lirih gadis itu memanggilnya pelan.

Sang pemilik nama berjalan mendekat ke arah ranjang.

"Apa saja yang kau katakan dengan si brengsek tadi, Valia?" tanya Aaron membungkuk ke atas ranjang tepat di hadapan Valia.

"Eumm... Tidak ada," jawab Valia menggeleng-geleng.

Aaron semakin kesal dengan jawaban bohong dari bibir Valia. Kali ini ditariknya betis gadis itu hingga Valia merosot telentang di bawah kungkungannya.

Kilauan mata yang berapi-api tak terima kalau pertanyaannya dijawab dengan kebohongan. Nyali Valia benar-benar menciut dalam posisi seperti ini.

"Katakan yang sejujurnya," bisik Aaron, ia menunduk cepat memangkas jarak.

"Ti-tidak ada, Aaron. Aku hanya... Hanya meminta tolong padanya," lirih Valia menjawabnya jujur.

Jemari lentik tangan Valia mencengkeram erat kemeja putih yang Aaron pakai.

Kedua matanya terpejam, bibirnya gemetar takut sampai tubuh Valia menegang saat ia merasakan usapan ibu jari lembut menyapu bibirnya.

"Aku tidak segan-segan menghabisi Sam tanpa ampunan kalau kau berani menunjukkan muka padanya," bisik Aaron di depan bibir Valia.

"Jangan... Jangan libatkan siapapun tantang ini. Kumohon jangan," pinta Valia memohon.

"Kau," lirih Aaron menjeda ucapannya.

Ia tertunduk mengalihkan jemarinya membuka satu kancing dress yang kini Valia pakai.

Kedua mata Valia melebar, cepat ia menahan tangan Aaron sampai tatapan mata keduanya bertemu.

"Mau... Mau apa?" lirih Valia menggelengkan kepalanya.

"Ini hukuman, Sayang," bisik Aaron menyeringai.

"Aku minta maaf, tapi kumohon berhenti," pinta Valia memberontak begitu dua kancing dressnya lolos terbuka. "Jangan melakukan apapun!"

Aaron tersenyum tipis melihat ekspresi takut dan air mata yang berderai. Munafik sekali, berlagak paling suci.

Valia sekuat-kuatnya mendorong pundak Aaron untuk menjauh. Meskipun ia sadar tenaganya tidak cukup kuat melawan laki-laki ini.

"Aaron berhenti!" pekik Valia, satu tangannya menampar pipi mulus laki-laki itu.

Kegiatan Aaron seketika terhenti tepat di kancing terakhir dress yang Valia pakai.

Aaron tersenyum smirk, Valia adalah gadis pertama yang berani memberikan tamparan di pipi Aaron yang mulus.

"Berani sekali kau, hah?!"

"Aku, akkhh...."

Valia memekik saat tubuh mungilnya benar-benar ditindih oleh Aaron yang jelas-jelas lebih besar darinya.

Laki-laki mengunci pergelangan tangan Valia ke atas kepala dan mendekatkan wajahnya, nyaris saja Aaron menyembar bibir tipis yang begitu melambai ingin disentuh.

"Sial!" umpat Aaron lirih.

"Aaron, aku... Aku tidak akan menemui siapapun lagi. Kumohon, aku tidak mau melakukan itu!" Valia menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku bukan wanita murahan. Aku tidak pernah diperlakukan seperti ini."

Valia meronta-ronta menangis kuat. "Papa... Tolong, tolong Valia..," lirih gadis itu yang mampu Aaron dengar.

Aaron menatap iris cokelat Valia dalam-dalam, sedetik sebelum akhirnya ia melepaskan pergelangan tangan gadis itu.

Sekelebat laki-laki itu langsung berdiri tegap beranjak pergi keluar dan membanting pintu kamar Valia dengan kuat.

Valia menangis tersedu-sedu meringkuk di atas ranjang memeluk dirinya sendiri

"Kenapa dia sangat menakutkan? Aku harus bagaimana..." Valia membenamkan wajahnya pada bantal yang ia peluk.

"Papa, lebih baik aku ikut Papa saja. Lebih baik bawa Valia, Pa... Bawa Valia mati saja."

Tangisan pilu di dalam kamar mampu Aaron dengar. Ia berdiri di depan pintu dengan napasnya yang naik turun dipenuhi pikirkan marah dan merutuki diri sendiri.

Gegas Aaron melangkah pergi. Di sana ia berpapasan dengan Merina.

"Urus gadis itu, Merina!" seru Aaron.

"Baik Tuan."

Merina menoleh ke belakang memperhatikan punggung tegap Aaron yang menjauh.

"Apa lagi yang terjadi dengan Nona?"

**

Sebotol wine Aaron habiskan dalam waktu sekejap. Ditemani kegelapan di ruangan pribadinya, ia disiksa frustrasi, emosi, dan menahan diri.

Diremas gelas beling yang dipegangnya sebelum Aaron melempar gelas itu dengan kuat di atas lantai.

"Aaarrgghhh... Brengsek!" teriak Aaron menggebu.

Ia mengacak rambutnya. "Kalau kau tidak memasang wajah sedihmu, aku pastikan kau sudah hancur!" desisnya geram.

Aaron mengacak rambutnya dengan kesal.

"Sial! Sial! Sialan!" makinya memukuli meja.

Sejenak Aaron duduk bersandar menenangkan dirinya. Benaknya terus dipenuhi tangisan Valia, gadis itu tidak membuatnya tenang.

Aaron beranjak bangkit dari duduknya. Ia keluar dari dalam ruangan kerjanya dan melihat seisi mansionnya sangat sepi malam ini.

Rasa kesal mengantarkan Aaron ke lantai dua. Perlahan ia membuka pintu kamar di depannya dan berjalan masuk tanpa suara.

"Ma-mau apa lagi?" lirih suara itu dalam gelap.

Seperti anak kucing yang hilang, Valia duduk meringkuk di tengah ranjang menutup diri dengan selimut menatap takut pada Aaron yang melangkah mendekat.

"Kenapa kau belum tidur?" Aaron malah bertanya balik.

"Aku tidak mengantuk, kenapa kau masuk ke sini? Kau hanya menakutiku," ujar Valia menyeka air matanya.

Aaron yang berdiri di depan jendela memunggungi Valia, ia tersenyum tipis mendengar apa yang Valia katakan.

"Aku akan tidur bersamamu, malam ini."

"Ti-tidur denganku?" Valia kembali merasa jantungan dengan perkataan Aaron.

Kali ini laki-laki itu membalikkan badannya pelan seraya melepaskan kancing kemeja katun putih yang melekat ditubuhnya yang kekar.

Valia menelan salivanya susah payah, ia turun dari atas ranjang saat Aaron mendekat. Terasa atsmosfer menipis melingkupi Valia.

" Kenapa... Kenapa kau melepaskan kemejamu?" Valia gugup dan memalingkan wajahnya.

"Apa kau lupa kalau aku tidak akan main-main dengan ucapanku?" Aaron tersenyum tipis duduk di atas ranjang dan menoleh pada Valia.

Gadis itu bediri menjauh di sudut ruangan memeluk bantalnya dengan erat. Wajah cantik Valia menjadi tegang ketakutan.

"Kemarilah, lakukan tugasmu!" seru Aaron memulai permainannya.

Valia menggeleng-geleng menolak. "Aku tidak mau. Aku dilahirkan bukan untuk menjadi wanita murahan," jawab Valia tertunduk lesu.

"Valia," panggil Aaron pelan. "Jangan membuat kesabaranku habis."

Kata-kata dingin dari bibir Aaron mampu menggerakkan tubuh Valia. Ia melangkah mendekati ranjang.

Valia hanya duduk di tepian ranjang dan menunggungi Aaron.

"Ha-hanya tidur, kan?" cicit Valia.

"Tidur setelah bercinta," jawab Aaron dengan santainya.

"Tapi Aaron-"

Bibir Valia mengatup rapat saat lengan kekar Aaron melingkar di pinggangnya dan menarik Valia ke tengah hamparan ranjang yang luas.

Tubuh kecilnya sudah berada dalam Kungkungan Aaron. Kilatan iris biru yang terasa mencabik-cabik hati Valia.

Perlahan lembut ibu jari Aaron membelai pipi Valia dan wajahnya yang mendekat.

"Lakukan tugasmu malam ini, kau harus memuaskanku, Valia!"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Gadis Polos Tawanan Presdir Arogan    AKHIR YANG BAHAGIA

    Pemandangan yang indah saat Valia menatap anak dan menantunya tengah menikmati hari yang indah di taman mansion pagi ini. Waktu berjalan dengan cepat, Valia percaya dengan adanya cinta sejati dan ia tidak salah menempatkan hatinya sejak awal pada orang yang mau menjadi sandarannya hingga kini. "Sedang apa, Sayang?" sapa Aaron mendekati Valia. "Hem, tidak ada. Senang sekali melihat mereka, dan tempat ini...." Valia mendongak menatap seisi mansion yang tidak berubah sama sekali. Tempat itu sangat terawat dan juga bersih bahkan beberapa barang-barang yang dulu Valia tinggalkan masih di tempat. Betapa membekas kuat semua kepingan-kepingan ingatannya dari kisah cinta hingga kebenciannya kepada Aaron yang kini sudah tertutup rapat. "Tempat ini masih khas dengan segala hal yang menyangkut kita," ujar Aaron menatap Valia dan memeluknya. "Dan aku merasa bahagia bisa menua bersamamu." Valia tidak yakin mendengar apa yang suaminya katakan barusan, tapi ia merasa tersentuh begitu Aaron men

  • Gadis Polos Tawanan Presdir Arogan    Ceritakan Pertemuan Mama dan Papa

    Trieste, Italia. Seperti masa kecil Mamanya, shopie terlihat sangat heboh saat dia telah sampai di Trieste. Tepatnya di mansion milik sang Opa. Bangunan super megah yang dikelilingi pemandangan laut yang indah. Tidak ada yang berubah di sana, Layla dan Nathaniel juga sangat menikmati keindahan tempat itu. "Wahh... Bagus sekali, kenapa aku dulu tidak betah tinggal di sini Ma? Padahal bagus sekali!" Layla memeluk lengan Valia dan mereka berjalan di teras samping samping mansion."Entah karena apa dulu, mungkin karena kita kasihan pada Kakek," jawab Valia. Ia tidak mau mengingatkan masa lalu yang cukup buruk pada Layla. Nathaniel bersama Aaron di depan sana, laki-laki itu menggendong Shopie yang sudah bingung ingin pergi mengelilingi mansion. Sementara Valia masih bersama dengan Layla. Valia merasa ada sesuatu yang menyentuh hati terdalamnya, tempat ini mempunyai ribuan kisah Valia dan Aaron, dari benci, marah, ambisi, obsesi, hingga cinta yang sangat tulus. Sosok Aaron yang sama

  • Gadis Polos Tawanan Presdir Arogan    Kembali Untuk Berlibur

    Lima Tahun Kemudian..."Shopie! Jangan lari-lari nanti jatuh..." Suara teriakan keras itu berasal dari bibir Layla yang berdiri di dalam rumah memperhatikan putri kecilnya yang terlihat begitu kesenangan. Shopie Tan Ferdherat, gadis cantik yang memiliki wajah sangat mirip dengan Mamanya. Dia juga sangat keras kepala seperti Papanya, dan Sopie anak yang manja, seperti Mamanya. "Mi, katanya nanti malam mau pergi sama Opa dan Oma, ayo... Sopie bantu-bantu Mami!" seru anak itu lompat-lompat kesenangan. "Iya, tapi nanti dulu, Sayang... Sekarang Shopie naik ke atas yuk, jangan lari-larian di bawah. Mami mau ke atas." Layla mengulurkan tangannya pada Shopie. Anak itu pun seketika mengangguk antusias, mereka berdua langsung berjalan ke lantai atas dan Sophie berjinjit membuka pintu kamarnya. Di dalam sana, anak itu menatap Papanya yang masih tertidur dengan santai dan nyenyak. Shopie tersenyum tipis, ia berjalan perlahan-lahan naik ke atas ranjang dan memeluk tubuh Papanya. "Papi... Ay

  • Gadis Polos Tawanan Presdir Arogan    Janji yang Tak Akan Diingkari

    "Mama dan Papa akan sering-sering ke sini untuk memantau Layla, karena Papa perhatikan akhir-akhir ini kau sangat sibuk sampai sering meninggalkan istrimu sendiri yang di rumah." Aaron mengatakan hal itu kepada menantunya, dan tentu saja nontonnya langsung mengangguk setuju disadarinya ia memang tidak pernah ada waktu untuk Layla. Bukan berarti Nathaniel merasa leluasa, ia juga berusaha mencari celah di mana ia bisa meliburkan diri dan menjaga Layla seperti suami-suami di luar rencana pada umumnya. "Iya Pa, aku juga mencari waktu yang tepat untuk libur. Aku terus kepikiran dan tidak bisa fokus saat bekerja," ujar Nathaniel. "Harusnya di saat usia kandungan istrimu sudah tua seperti ini kau libur rumah karena bayi lahir itu tidak tahu kapan dan juga sulit untuk diprediksi," jelas Aaron pada Nathaniel. Nathaniel diam dan mendengarkan apa yang dikatakan oleh Papa mertuanya, ia sadar kalau dirinya memang keliru. Aaron juga orang yang sangat gila kerja, sama seperti dirinya tapi beda

  • Gadis Polos Tawanan Presdir Arogan    Mencoba Untuk Menjadi Paling Pengertian

    "Kalian ini... Apa tidak bisa ditunda sampai besok pagi, hah?!" Nathaniel marah saat masuk ke dalam ruangannya, di dalam sana semua rekannya sudah menunggu. Laki-laki itu meletakkan dengan kasar kunci mobilnya di atas meja, karena ia sudah menduga kalau di rumah Layla pasti marah padanya. "Ya bagaimana lagi?!" sahut Regar frustrasi. "Huhh... Sialan kalian, jadi jadwal kemarin itu salah?!" Nathaniel menatap mereka semua. "Salah!" jawab keempat orang itu kompak. Helaan napas panjang terdengar dari bibir Nathaniel. Saat itu juga ia langsung duduk di kursinya dan mulai membuka laptopnya dan segera menyelesaikan pekerjaannya. Namun tetap saja Nathaniel tidak bisa tenang memikirkan Layla yang ia tinggalkan di rumah sendirian. Laki-laki itu pun mengambil ponselnya dan ia menghubungi Papa mertuanya karena hanya Aaron yang bisa membantunya saat ini. "Halo Pa, Pa aku boleh minta tolong, tidak?" pinta Nathaniel. "Hem, ada apa jam segini kok menelepon Papa? Apa terjadi sesuatu pada Layl

  • Gadis Polos Tawanan Presdir Arogan    Kapan Ada Waktu Untukku

    Beberapa Bulan Kemudian...Kandungan Layla sudah memasuki tujuh bulan. Tak terasa waktu berjalan dengan cepat dan Layla menjalani hari-harinya dengan sangat bahagia besama suaminya. Nathaniel, menjadi suami super posesif dan selalu memantau Layla dari segala kondisi, bahkan mulai dari bangun tidur hingga kembali tidur. "Layla ke mana, Bi?"Suara Nathaniel di ruang tamu sore ini membuat Layla langsung menoleh, gadis itu tengah beduaan dengan Jeremy di dalam ruangan keluarga. Seketika Layla meminta Jeremy menutup pintu ruangan itu. Sehari saja, Layla ingin suaminya itu tidak terlalu posesif, Layla pusing dengan sifat Nathaniel yang sangat menyebalkan. "Sudah Kak," ujar Jeremy seraya terkikik geli anak itu berjalan mendekati Layla seraya membawa roti sus miliknya. "Sini-sini, duduk di samping Kakak. Biar saja Kak Nathan teriak-teriak di luar, Kakak pusing sekali dengannya," keluh Layla mendongakkan kepalanya. "Tapi kata Mami Valia, kalau dicereweti Papi Aaron, tandanya Papi Aaron i

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status