Tidak perlu waktu yang lama bagi Walimah untuk menyiapkan benda-benda yang ia butuhkan. Di dalam kotak besar dengan pita berwarna maroon, ia meletakkan sebuah kebaya motif bunga berbahan sutera, juga sebuah kain batik dengan warna senada. Tak lupa di beberapa sisi, wanita jahat itu melepaskan jahitannya, agar renggang dan terbuka dengan sendirinya ketika Malini memakainya nanti malam.Bubuk bunga kecubung ia taburkan, diaduk rata lalu dicampur baur dengan bedak beras dan lipstik. Tak puas sampai di situ Walimah juga memberikan pencuci rambut kemiri yang sudah dicampurnya dengan bahan-bahan yang akan membuat kepala Malini gatal-gatal."Semua sudah siap!" ucapnya puas. Melenggang ia melangkah ke rumah Malini saat senja hampir menyapa. Mengetuk pintu dengan pelan lalu dan kemenakannya membukakan pintu dengan wajah yang sumringah."Waalaikumsalam, Wak. Tumben Wak Limah ke sini?" tanya Kanaya tak menyangka."Ibumu ada?" tanya Walimah. Ekspresi wajahnya dibuat sedatar dan senormal mung
Tiba-tiba saja Malini, merasakan sesuatu yang menelusup mulai dari ubun-ubun, hingga menjalar ke seluruh tubuhnya. Sebuah perasaan dingin dan di sentuh oleh sesuatu yang tidak bisa ia kendalikan kedatangannya.Sementara di sisi yang berlainan juragan Candrakanta tengah tersenyum lebar. Apalagi ketika binar mata Malini sedikit demi sedikit mulai berbeda dalam cara memandangnya.Ia mendekat ke arah Malini, menyentuh jari jemari wanita yang ia mimpikan siang dan malam. Mencium punggung tangan Malini yang putih dan mulus. Mengalungkan selendang sutera mahal ke arah leher wanita pujaannya itu.Entah apa sebabnya Malini malah tersenyum. Menundukkan sedikit kepalanya kerika Chandrakanta sedang memasangkan selendang. Padahal hatinya sama sekali tidak menginginkan hal itu terjadi. Aroma wewangian yang menguar dari tubuh dan pakaian Chandrakanta membuat Malini tergoda. Ia tak sabar ingin memeluk tubuh pria itu. Langkahnya tertahan karena pertunjukan menarinya bersama juragan Chandrakanta tenga
Dua jam menjelang subuh.Pertunjukan campursari dan layar tancap hampir saja usai. Malini terlihat tengah mengobrol dengan Chandrakanta di saat beberapa orang lain yang mengurusi panggung dan pertunjukan tengah berkemas. Sementara penduduk desa sudah meninggalkan tempat itu Malini dan Canda nampak mengobrol dengan serius dalam keremangan. Wajah keduanya tidak begitu terlihat jelas. Hanya bagian belakang tubuhnya saja yang bisa dilihat.Tidak ada yang orang lain ketahui apa yang sedang dibicarakan. Ekspresi wajah dari keduanya juga tak bisa diterka. Tapi, jika dilihat dari lamanya mereka berbicara, tentulah orang-orang tahu bahwa keduanya sedang membicarakan sesuatu yang serius yang tidak ingin diketahui orang lain."Bagaimana Malini apa kamu bersedia menerima lamaran saya?" tanya Chandrakanta dengan suara yang lemah lembut."Tentu saja saya senang juragan. Apapun yang menjadi keputusan juragan saya akan mengikutinya," jawabnya datar. Kepalanya sedikit tertunduk malu-malu."Lantas apa
***Seharian itu acara Chandrakanta sangat padat. Ia harus menghadiri pertemuan dengan beberapa golongan masyarakat. Pun harus memeriksa perkebunan. nelayan-nelayan orang-orang pasar yang sudah membuat janji temu.Dari sekian banyak kepadatannya itu tentulah bayangan Malini tak bisa lepas dari benaknya. Apalagi terlihat hubungannya dengan Malini akhir-akhir ini memang sedikit mengalami kemajuan."Lamarlah wanita baik itu," ucap Yuvati ketika Chandrakanta meminta pendapatnya mengenai wanita malang yang juga dikenal oleh istri pertamanya itu."Tapi saat ini ia masih berstatus sebagai istri seseorang dan sepertinya hal itu amat sangat dimanfaatkan oleh Prabawa Suhita dan Walimah.""Ya, aku tahu mereka memang keluarga yang jahat. Aku merasa bersyukur dan bahagia walau belum terwujud. Entah esok atau lusa mungkin Malini akan bisa terlepas dari jeratan keluarganya dan kehidupan rumah tangganya yang seperti neraka. Aku sangat kasihan kepadanya.""Apakah kau tidak cemburu?" tanya Chandrakanta
Untungnya pria bernama Leman meminta Chandrakanta pergi ke pasar. Sepertinya pria tua itu sudah menduga akan terjadi sesuatu. Dan benar saja.Terjangan demi terjangan Chandrakanta berikan kepada pria yang kerap dipanggil Si Jampang. Tak mudah mengalahkan pria besar tinggi dengan tubuh kekar dengan kulit legam dan mata seperti elang. Namun, Chandrakanta seolah memiliki sesuatu di dalam dirinya itu sangat berkobar amarahnya.Selain memang rasa cintanya yang sedang membuncah-buncah, tapi karena memang sesuatu dalam dirinya itu tak menyukai jika ada wanita yang tengah teraniaya.Malini yang menyaksikan adegan demi adegan tak kuasa menahan air matanya. Mungkin ia tak paham karakter juragan yang pernah disebutnya sebagai juragan cabul itu. Mungkin saja ia tidak akan menolak lagi jika mengetahui bahwa pria yang tengah bertarung dengan orang yang ditakuti hampir di seluruh desa ini menyerahkan nyawanya untuk membelanya mati-matian.Beberapa orang nampak melerai. Namun, tetap saja pemilik pasa
Malini memandangi Yuvati dan Leon yang semakin menjauh. Ia masih merasa tak enak hati atas keberadaan dirinya di dalam mobil Chandrakanta."Maafkan saya, juragan. Sungguh ...." ucapnya."Mengapa harus minta maaf?""Tadi putra juragan .....""Tak usah dipermasalahkan. Yuvati pasti bisa menghibur Leon. Apa kamu ingin pulang atau ada sebuah tempat yang ingin kamu singgahi terlebih dahulu?""Tempat? Tempat apa, juragan?" tanya Malini masih dengan suara yang bergetar karena takut."Tidak bisakah kamu menyingkirkan pikiran buruk tentangku?" Chandrakanta mulai memutar kunci mobil dan menyalakan mesin."Maaf juragan, maksud saya bukan seperti itu ....""Aku hanya ingin mengajakmu ke sebuah tempat. Kamu tidak perlu turun dari mobil. Aku bisa mengambilkan beberapa potong kain, kebaya dan selendang baru. Kamu tidak mungkin pulang dalam keadaan seperti itu. Pucat, berdarah dengan kebaya dan selendang robek. Lihat robekan kain itu! Tidak kah kamu membayangkan bagaimana perasaan anak-anakmu? Apa p
"Kau mau apa?" suara Candrakanta mengurungkan niatan Malini untuk mengetuk pintu petakan nomor enam belas itu. "Ada Mas Prabawa di dalam sana," ucapnya sambil menahan derai air mata yang akan tumpah ruah."Lalu?" tanya Chandrakanta. Matanya sedikit membeliak. Mungkin menyayangkan perbuatan itu. Jika benar memang hampir terjadi."Saya ingin menanyakan kepadanya. Apakah ia akan memilih atau wanita itu?""Malini bodoh! Jelas saja ia akan memilih wanita yang lebih cantik dan menggairahkan itu. Suamimu itu sudah berubah menjadi setan. Kau masih membelanya!" Berang Chandrakanta mengangkat Malini pada pundaknya membiarkan mata indah itu menyaksikan adegan demi adegan dengan mata cantiknya tanpa ada yang ditutup-tutupi.Malini hampir saja terpekik. Namun, ia menggigit bibirnya sambil menahan gemuruh di dalam dada. Dalam penglihatannya ia menyaksikan Prabawa tengah tidur terlentang tanpa busana.Di atasnya ada seorang wanita dengan kulit kuning langsat, rambut tergerai, begitu cantik dan gem
Tak pernah terbayangkan oleh Chandrakanta sebelumnya, bahwa wanita yang dipanggil ibu oleh Moko, Prabawa, Walimah dan Malini itu amat sangat menyukai harta benda. Terutama barang-barang mewah, mahal dan berharga. Harusnya seorang ibu itu adalah menjadi Madrasah, pengayom, tempat belajar dan berlindung anak-anaknya dari jalan berkelok dan kesesatan. Chandrakanta hanya menyunggingkan senyum kecil ketika tau watak Suhita terkuat satu persatu di hadapannya."Kini aku menyaksikan di hadapanku sendiri bagaimana perangai anda sebenarnya, Bu!" ucapnya. mencoba untuk santun."Seperti yang anda tahu apapun itu yang kalian minta, sebesar apapun, semewah apapun, semahal apapun, aku tidak akan pernah merasa keberatan," ucapnya lalu mulai mengeluarkan selembar catatan yang terlihat sudah dipersiapkannya sedemikian rupa."Silakan anda catat, apa-apa saja yang anda inginkan. Aku akan menyelesaikannya dua atau tiga hari lagi. Jangan lupa surat perceraian Prabawa dan Malini, ku tunggu juga. Jangan ad