Paman, Berhenti Mengejar Mama!

Paman, Berhenti Mengejar Mama!

last updateHuling Na-update : 2025-12-01
By:  VERARIIn-update ngayon lang
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Hindi Sapat ang Ratings
8Mga Kabanata
17views
Basahin
Idagdag sa library

Share:  

Iulat
Buod
katalogo
I-scan ang code para mabasa sa App

Di malam pernikahan adik kesayangan Luna, seorang pria masuk ke dalam kamarnya. Pria itu tak lain adalah Jordan Reed, sang pengantin pria. Mereka melakukan hubungan terlarang hingga membuat Luna meninggalkan keluarganya ... meninggalkan masa lalu ... dengan membawa benih pria itu. Setelah waktu berlalu, Luna kembali ke kota kelahirannya bersama anak lelakinya dan bertemu lagi dengan Jordan. Apa yang akan terjadi jika si adik ipar mengetahui bahwa anak lelaki itu adalah darah dagingnya?

view more

Kabanata 1

1. Malam Terakhir

“Selamat, Nona Olivia. Semoga pernikahan Anda langgeng dan membawa keberuntungan bagi keluarga Carter maupun keluarga Reed!”

Ucapan itu terdengar berulang kali dari para tamu, disertai jabat tangan hangat dan senyum penuh hormat kepada dua pengantin di tengah ruangan.

Dari pojok aula utama kediaman keluarga Carter yang mewah itu, Luna Carter menatap pemandangan itu dengan senyum tipis. Merasa bahagia melihat adiknya, Olivia Carter, begitu bersinar di hari besarnya.

Hanya saja, walau pesta pernikahan itu adalah hari bahagia Olivia, tapi bagi Luna, pesta itu terasa seperti panggung penghakiman.

“Lihat, itu kakak tiri Nona Olivia,” bisik seorang wanita dengan nada mengejek.

“Kudengar dia membuat ulah di kamar pengantin. Cemburu karena sang adik menggantikannya dalam pernikahan hari ini, katanya.”

“Tidak heran. Wajahnya memang cantik, tapi auranya suram. Mana mungkin Presdir Reed mau memilih dia?”

Setiap kata menusuk lebih tajam daripada pisau, tapi Luna hanya bisa menunduk diam, tahu dan terbiasa dijadikan bahan pembicaraan semua orang. 

Sejak kecil, keberadaan Luna dianggap noda di keluarga Carter. Ibunya meninggal saat dia masih balita, meninggalkan luka yang tak pernah benar-benar pulih. Orang-orang menyebut sang ibu jatuh dalam depresi, dan stigma itu diwariskan begitu saja padanya. Setiap kali dia berbuat salah, sekecil apa pun, selalu ada yang melabeli: “Dia gila, sama seperti ibunya.”

Ayahnya, Robert Carter, jarang menganggapnya ada. Tatapan dingin dan sikap acuh lelaki itu seolah mengukuhkan bahwa Luna hanyalah beban. Sementara Nancy, ibu tiri yang masuk dalam hidup mereka tak lama setelah kepergian ibunya, menjadikan Luna pelampiasan setiap amarah dan kekecewaannya. Tamparan, bentakan, tuduhan—semuanya sudah jadi bagian kesehariannya.

Satu-satunya yang pernah memberinya sedikit cahaya hanyalah Olivia, adik tirinya. Gadis itu selalu lembut dan baik. Dia sering membelanya di hadapan sang ibu. Karena itu, Luna tak pernah menyimpan iri hati terhadapnya. Jika Olivia bahagia, maka itu sudah cukup untuknya.

Namun malam ini, di hadapan begitu banyak tamu penting, dia kembali disudutkan atas sebuah kesalahan yang benar-benar tidak disengaja.

Tadi sebelum pesta dimulai, Olivia menitipkan tudung pengantinnya kepada Luna karena akan berganti gaun. Lalu, di saat itu seseorang memanggilnya, jadi Luna meninggalkan tudung tersebut di kamar pengantin sesaat. Saat kembali, tudung itu sudah terkoyak. Namun, tanpa sempat menjelaskan apa pun, semua orang menuding dialah pelakunya.

“Dia pasti iri, karena Olivia akan menikah dan masuk ke keluarga Reed, sementara dia hanya putri keluarga Carter yang tidak berguna,” begitu tuduhan yang terus dilontarkan. Seakan-akan Luna ingin merebut kebahagiaan adiknya, padahal sedikit pun hal itu tak pernah terlintas di benaknya.

Memang benar, awalnya bukan Olivia yang ditakdirkan masuk ke dalam keluarga Reed. Perjodohan itu sejak lama diatur antara keluarga Carter dan Reed, dua nama besar yang punya kepentingan bisnis bersama. Namun, calon pengantin perempuan yang pertama kali ditentukan adalah Luna. Dia dipandang sebagai pewaris sah darah Carter dari istri pertama Robert, dan penyatuan dengan pewaris keluarga Reed—Jordan Reed—akan menjadi simbol perjanjian yang menguntungkan kedua belah pihak.

Namun, takdir berputar pahit. Luna dianggap tidak stabil, bayang-bayang depresi almarhum ibunya selalu menempel padanya, dan nama baik keluarga Carter dipertaruhkan bila dia benar-benar menjadi pengantin. Pada akhirnya, keputusan berubah: posisi Luna digantikan oleh Olivia, putri dari Nancy, istri kedua Robert.

Olivia, dengan senyum manis dan sikap lembutnya, jauh lebih diterima keluarga Reed. Semua orang setuju dia lebih pantas berdiri di samping Jordan Reed sebagai mempelai. Sejak saat itu, Luna hanya jadi bayangan yang memalukan, sementara Olivia dipuja-puja sebagai lambang keberuntungan keluarga Carter.

Maka tak heran, ketika tudung pengantin tiba-tiba rusak, semua tudingan langsung diarahkan kepadanya. Tidak ada yang peduli pada kebenaran. Bagi para tamu, skandal itu hanya memperkuat keyakinan mereka, bahwa Luna memang tak pernah rela digantikan.

Di saat ini, bisikan lain terdengar, kali ini lebih kejam.

“Katanya, ibunya dulu meninggal karena depresi. Jangan-jangan dia pun akan bernasib sama.”

“Ya ampun … darah yang buruk memang susah dihapus.”

Telinga Luna panas, seolah ruangan itu semakin menyempit, dinding megah berlapis emas berubah jadi jeruji besi yang mencekiknya. Tidak sanggup lagi berdiri di tengah sorotan mata yang menusuk, Luna akhirnya memutuskan untuk mundur.

Dengan langkah hati-hati, dia mencari sosok ayahnya di kerumunan. Robert Carter berdiri gagah dengan jas hitamnya, tertawa bersama beberapa pebisnis besar. Senyumnya penuh wibawa, berbeda jauh dengan tatapan dingin yang biasa dia tunjukkan pada putri sulungnya itu.

“Papa …” suara Luna lirih, hampir tenggelam oleh riuh pesta. Dia merapat sedikit, menatap sang ayah dengan mata yang memohon. “Kepalaku pusing … bolehkah aku kembali ke kamar lebih dulu?”

Robert menoleh sekilas, senyum bisnisnya memudar. Tatapan matanya sejenak menampilkan kilatan jengkel, seolah kehadiran Luna di depannya adalah gangguan yang memalukan. “Pergilah,” jawabnya singkat, tanpa intonasi, sebelum kembali menghadapkan diri pada para tamu yang jauh lebih penting baginya.

Merasa tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, Luna pun membungkuk singkat sebelum berbalik meninggalkan ruang pesta. Tidak ada yang memanggil atau menahannya, menekankan kenyataan yang sudah lama dia ketahui, yakni di mata keluarga Carter, dirinya bukan siapa-siapa.

Setibanya di kamar, Luna melangkah lurus menuju lemari, lalu menarik pintunya.

Di sana, koper hitam sudah terisi separuh. Dia menatapnya lama, lalu menarik napas panjang. Keputusannya sudah bulat, malam ini dia akan pergi meninggalkan kota ini, meninggalkan keluarga yang sedari awal menganggap keberadaannya noda tak diinginkan. Namun, karena Olivia, adiknya yang baik hati itu, tidak pernah berhenti menekankan betapa dia menantikan hari di mana Luna akan melihatnya mengenakan gaun pengantin, Luna pun bertahan.

Dan sekarang, setelah melihat Olivia berdiri di pelaminan dengan senyum manisnya, tugas itu sudah selesai. Tidak ada lagi yang perlu dipertahankan.

Dengan gerakan tenang, Luna mulai melipat pakaian-pakaiannya yang tersisa, lalu memasukkannya ke dalam koper. Hingga akhirnya, koper itu penuh dan Luna menutup resletingnya dalam sekali tarik, seakan tindakan itu adalah penegasan terakhir, bahwa sudah saatnya dia meninggalkan semua ini.

Namun, baru saja selesai membereskan koper, tiba-tiba suara pelan pintu yang terbuka terdengar.

Terkejut, Luna menoleh. Apa itu Olivia? Apa pestanya sudah selesai?

“Olie?” panggilnya ragu.

Tidak ada jawaban. 

Penasaran, Luna pun berbalik dan berjalan ke arah pintu, tapi baru saja dia berbelok untuk melihat area pintu, Luna terkejut saat mendapati sesosok bayangan tinggi dan besar hadir di hadapannya!

“Siapa—”

Sebelum sempat menyelesaikan kata-katanya, tangan besar itu sudah menutup rapat mulutnya. Luna menjerit tertahan, matanya membelalak panik. Tubuh asing yang jauh lebih besar langsung menekannya ke belakang, membuatnya kehilangan keseimbangan.

Brak!

Pundak lebar pria itu tak sengaja menabrak dinding, tepat di sisi saklar lampu. Dalam sekejap, cahaya kamar padam. Kegelapan pekat menyelimuti ruangan, menelan semua bentuk dan warna menjadi hanya bayangan samar.

Aroma alkohol yang tajam, bercampur dengan aroma maskulin yang asing, menyeruak di udara. 

“Mmmph!”

Luna meronta sekuat tenaga, tapi pria itu jauh lebih kuat. Tubuhnya didorong ke belakang hingga jatuh ke atas ranjang, dan pria itu langsung menindihnya. Berat tubuhnya terasa menyesakkan. Kepanikan murni menjalari setiap sel tubuh Luna.

“Lepaskan …,” isaknya di balik bekapan tangan pria itu.

Pria itu menunduk, napasnya yang panas dan beraroma alkohol menerpa wajah Luna. Dia menyingkirkan tangannya dari mulut Luna, hanya untuk melumat bibir Luna dengan ciuman yang kasar dan menuntut. Ciuman itu tidak mengandung gairah, hanya ada kebutuhan yang buta dan putus asa.

Air mata mengalir deras dari sudut mata Luna. Dia memalingkan wajah, tapi pria itu mencengkeram rahangnya, memaksanya untuk menghadap ke arahnya lagi. Dalam kegelapan, Luna tidak bisa melihat wajahnya, hanya merasakan kekuatan dan keputusasaan yang menguar dari pria itu.

Dengan satu gerakan kasar, pria itu merobek gaun tidur tipis yang dikenakannya. Suara kain yang terkoyak terdengar seperti jeritan di tengah keheningan kamar. Udara dingin langsung menusuk kulitnya yang telanjang, membuatnya gemetar hebat.

“Jangan … kumohon, jangan lakukan ini …,” bisiknya putus asa, suaranya serak karena tangis.

Pria itu seolah tidak mendengarnya. Tangannya yang kasar mulai menjelajahi tubuhnya tanpa izin, tanpa kelembutan. Setiap sentuhannya terasa seperti api yang membakar, meninggalkan jejak penghinaan di kulitnya. Luna terus meronta, mencakar dan memukul, tapi perlawanannya sia-sia.

Hingga akhirnya, dia merasakan sakit yang merobek. Jeritan tertahan keluar dari bibirnya saat pria itu merenggut satu-satunya hal yang masih menjadi miliknya. Pria itu bergerak di atasnya dengan ritme yang buas dan tanpa ampun, mendorongnya semakin dalam ke jurang keputusasaan.

Pandangan Luna mengabur. Dia menatap langit-langit kamarnya yang gelap, merasakan jiwanya perlahan terlepas dari raganya. Tubuhnya masih di sana, menerima setiap hujaman yang menyakitkan, tapi pikirannya sudah melayang jauh. Dia tidak merasakan apa-apa lagi selain kehampaan yang dingin.

Setelah waktu yang terasa seperti selamanya, pria itu mengerang panjang sebelum tubuhnya ambruk di samping Luna. Napasnya yang berat perlahan berubah menjadi dengkuran pelan. Dia tertidur.

Luna terbaring kaku, tidak berani bergerak dengan air mata yang terus mengalir tanpa suara. Dunianya, harapannya untuk memulai hidup baru, semuanya hancur dalam sekejap.

Di dalam kegelapan kamarnya sendiri, dia telah dinodai oleh seorang pria asing.

Palawakin
Susunod na Kabanata
I-download

Pinakabagong kabanata

Higit pang Kabanata

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Walang Komento
8 Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status