"Eh!"
Adelia terkejut saat melihat ada tangan yang tiba-tiba memeluk tubuhnya.
"Si-siapa kamu?" tanyanya, yang langsung menoleh ke arah si pemilik tangan yang sudah menyelamatkan dirinya.
"Ka-kamu! Kenapa kamu ada di sini?"
Adelia terkejut ketika melihat Carlton lah yang menolongnya.
"Kenapa harus terkejut saat melihat aku? Bukannya sangat wajar ya, kalau aku berada di sini?" jawab Carlton, dia tersenyum menatap Adelia.
Seketika Adelia segera menjauh dari Carlton dan pelukan itu terlepas.
"A-aku! Aku hanya terkejut mengapa kamu sudah berada di sini? Bukannya tadi kamu masih berada di dalam?" tanya Adelia, dia merasa canggung sendiri.
"Ckckck ... memangnya kenapa kalau aku sudah ada di sini? Sepertinya kamu sedang menyembunyikan sesuatu dibelakang aku, ya kan?" tanya Carlton, dia menyipitkan matanya, menatap tajam Adelia.
Adelia langsung memalingkan wajahnya.
"A-aku tidak menyembunyikan sesuatu darimu, hanya
Sepanjang jalan, Adelia hanya diam dan tatapannya yang kosong terus menatap ke arah luar jendela, membuat suasana hening tanpa ada salah satu dari mereka yang bicara."Di mana rumah kamu?" tanya Carlton yang memulai pembicaraan agar tidak terus menerus dalam keheningan.Adelia menoleh."Rumahku dari depan sana belok saja ke kanan, nanti ada gang kecil bernama gang kerinci, stop di sana!" jawab Adelia.Carlton mengangguk."Baiklah!"Setelah itu, kembali hening dan Adelia kembali menatap ke arah jendela, pikirannya sangat berantakan dan dia tak tahu harus bagaimana untuk mengatasi semuanya."Hutang kakak banyak sekali! Bagaimana aku harus melunasinya sedangkan aku saja tak memiliki uang sepeserpun sekarang," Batinnya.Carlton diam-diam melirik ke arah Adelia dan dia tahu, jika Adelia sedang sibuk memikirkan masalahnya.Carlton menghela nafas panjang dan bergumam, "Wanita ini! Sudah jelas tak mun
"Itu ...."Carlton langsung teringat dengan pembicaraan telepon yang dia dengar antara Adelia dengan lawan bicaranya."Jangan katakan, kalau itu kakaknya? Kalau benar, maka ...."Carlton langsung bergegas mengikuti preman-preman yang membawa pria yang sudah babak belur itu.***Sedangkan di tempat lain.Adelia yang sudah sampai di depan pintu rumahnya bergegas masuk dan dia tak mendapatkan sosok kakaknya dan orang-orang yang tadi menelepon dirinya."Di mana mereka? Mengapa tidak ada kakak di sini?"Adelia langsung memeriksa setiap sudut rumahnya, tapi dia benar-benar tak menemukan sosok kakaknya."KAK! KAKAK!" panggil Adelia, dia terus mencari keberadaan kakaknya.Namun tak dia temukan sama sekali.Sampai, saat Adelia sudah putus asa mencari keberadaannya.Terdengar suara gaduh dari arah depan rumahnya."
PLAK! Tangan sang ketua preman ditepis oleh seseorang dan membuat dia terkejut."Sialan! Brengsek mana yang sudah berani melawan saya?!" teriaknya dengan kesal."Saya!" jawab seorang pria tampan, yang berdiri di depan ketiganya.Adelia yang merasa familiar dengan suara itu, segera mendongakkan kepalanya, untuk melihat sosok itu."Ca-Carlton!" pekik Adelia, ketika dia melihat sosok Carlton berdiri di hadapannya.Carlton yang menatap dingin sang ketua preman pun, segera tersenyum tipis ke arah Adelia."Adelia, kamu baik-baik saja kan?" tanyanya yang sengaja tak memanggil Adelia dengan 'Babe' atau 'istriku sayang' karena dia masih menghargai Adelia."Ke-kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Adelia.Carlton tak menjawabnya dan dia malah fokus ke arah preman yang hendak menyentuh wanita miliknya itu."Jangan pernah kamu menyentuh dia dengan tangan kotor kamu itu! Kalau tidak ...." Carlton melotot dan tatapannya yang tajam, membuat pr
"Eh!"Adelia terkejut."Ada apa? Kenapa kamu tiba-tiba memeluk aku?" tanya Adelia.Carlton pun melepaskan pelukannya, lalu menatap Adelia."Tadi kalau aku tidak cepat datang! Apa yang akan terjadi sama kamu, hah?!" bentak Carlton.Adelia mengerenyitkan dahi."Tadi, aku ... ya seperti yang kamu lihat, aku akan dibawa oleh mereka dan lebih buruknya mungkin aku akan dilecehkan olehnya, ya kan?" jawab Adelia dengan santai."Hei, kamu santai sekali bicara seperti itu? Apakah kamu tadi tidak takut dengan dia? Atau kamu merasa hebat jadi kamu ...."Carlton memijat dahinya."Kamu itu sok hebat sekali ya! Bisa-bisanya kamu tidak takut padanya! Padahal dia sudah jelas menginginkan kamu, bahkan saat aku melihat tatapannya padamu! Rasanya aku ingin ... Mencongkel kedua bola matanya! Tapi kamu malah terlihat biasa saja!" keluh Carlton yang tak habis pikir dengan sikap Adelia.Adelia malah tertawa.Membuat Ca
"Sial!" umpat Carlton saat melihat layar ponselnya."Kenapa?" tanya Adelia, dia diam-diam menatap Carlton karena penasaran."Tunggu di sini! Aku mau menjawabnya dulu!"Carlton bergegas bangun dan berjalan keluar.Adelia menatap kepergian Carlton dengan rasa penasaran."Kenapa dia terlihat kesal sekali? Apakah orang menelepon dia itu ...." Adelia menggelengkan kepalanya."Tidak perlu dipikirkan lagi! Itu juga bukan urusan aku, ya kan?" ucap Adelia, dia berusaha bersikap tak peduli."Lebih baik aku pergi ke dapur untuk mencari sesuatu yang bisa aku masak, ya kan?" ucap Adelia, dia bergegas bangun meninggalkan ruang tamu itu.***Sementara Carlton.Dia yang sudah sedikit menjauh dari rumah Adelia pun, segera menekan tombol 'ok' lalu menjawabnya."Halo, kakek!" jawab Carlton dengan nada malas."Halo, Carl! Kamu di mana? Kakek sudah sampai di depan kamar kamu tapi resepsionis mengataka
"Lu-Lusi?" ucap Adelia dengan tangan gemetar, membuat ponselnya hampir terjatuh.Tapi, dia langsung tersadar dan berhasil menangkap ponselnya yang hampir jatuh itu."Mau apa lagi dia meneleponku? Apakah dia belum puas sudah menghancurkan hubungan aku dan Alvin? Di-dia ...." tak terasa, air mata pun jatuh membasahi pipinya.Adelia merasakan perasaan sesak yang teramat dalam, ketika mengingat apa yang telah dia dengar saat itu."Lusi! Aku tidak menyangka kalau kamu bisa sejahat ini padaku, padahal aku ...."Air mata Adelia semakin deras dan dadanya semakin terasa sesak, sehingga belum sempat dia menjawab panggilan telepon itu, Adelia merasa sudah tak sanggup."Jahat! Ternyata kamu sangat jahat! Padahal aku sudah menganggap seperti saudara aku sendiri! Bahkan aku percaya kalau kamu adalah satu-satunya sahabat yang paling terbaik di dunia ini. Tapi ... Kamu malah menusuk aku dari belakang! Hiks ... Hiks ...."Adelia terus menangis untuk menumpahk
"Apa ini?" tanya Adelia."Buka saja! Baca dengan benar!" perintah Carlton.Membuat Adelia semakin penasaran."Emmm ... Baiklah!" jawabnya, yang langsung membukanya.Carlton terus menatap Adelia dengan senyuman yang mencurigakan.Membuat Adelia semakin ingin tahu, isi dari berkas yang ada di dalamnya."Sudah aku keluarkan! Aku mau membacanya," ucap Adelia dengan beberapa kertas yang ada ditangannya.Carlton mengangguk."Cepat baca!" jawabnya.Adelia pun membacanya dan matanya langsung membulat tak percaya."Eh! I-ini ...."Adelia menatap tajam ke arah Carlton."Ayo baca semuanya! Jangan lupa, bubuhi tanda tangan kamu setelahnya!" jawab Carlton dengan santainya, dia memberikan pulpen kepada Adelia."Jangan lupa tanda tangan! Ingat, harus tanda tangan jika ingin menyelamatkan kakak kamu itu!" ucapnya.Adelia terdiam sejenak menatap pulpen di tangannya."Ka-kamu!"
[Sayang, berikan nomor rekening kamu!]Adelia langsung tersenyum karena dia tahu, itu dari Carlton."Tahu darimana dia nomor ponselku?" ucapnya.Adelia langsung mengetik untuk membalasnya.[Ya!][ 8936xxxxx itu nomor rekening aku, Carlton!]Pesan itu pun terkirim dan Adelia melanjutkan kembali pekerjaannya membereskan semua piring bekas makan Carlton.Sementara itu, uang pun sudah masuk dan Adelia melihat notifikasi pesan masuknya."Ini ...."Mata Adelia membelalakkan matanya saat melihat nominal uang yang masuk."Carlton! Kamu gila!" teriaknya secara refleks.Sampai membuat Adrian yang sedang istirahat pun terkejut mendengar suara teriakan Adelia."Sial! Kenapa bocah itu berteriak sekeras itu!" umpat Adrian."Adel, jangan teriak-teriak! Kamu sengaja ya, mau membunuhku, hah!" teriak Adrian.Adelia segera menutup mulutnya."Ma-af kak! Aku