Share

JAKARTA, DUA TAHUN KEMUDIAN

Dua tahun berlalu semenjak kejadian itu. Di sebuah gedung pencakar langit milik perusahaan besar Pranajaya, seorang gadis cantik melenggang anggun memasuki bangunan bertingkat duabelas tersebut.

"Zie, kamu udah denger gosip terbaru belum?" tanya seorang gadis manis berwajah khas lokal dengan napas tersengal seperti habis dikejar penagih utang.

Gadis yang memiliki tubuh mungil bernama Rena langsung mensejajarkan langkah dengan kawannya yang tidak lain Zievana. Mereka memasuki lift, kemudian menekan tombol lantai sepuluh. 

Tubuh Rena yang imut memaksanya selalu mendongak setiap bicara dengan Zie.

"Gosip apaan?" Zie acuh tak acuh.

"Kalo dengar jawaban kamu yang kek gitu, berarti kamu belum denger gosip menarik ini. Iya, kan?" Rena mengacungkan telunjuk ke wajah Zie, alisnya terangkat sehingga muka imutnya nampak lucu.

"To the point aja, emang gosip apaan, sih? Aku bukan cewek super kepo kek kamu, apa-apa serba dicari tau, lambe turah."

Rena berdecih sambil memonyongkan bibirnya ke samping. "Yeee, hidup ini harus serba tau, biar tidak tersesat di antah berantah, radio soak."

"Iya, iya, serah deh, cepet ngomong gosip apa yang lagi beredar, Kaleng Rombeng?!"

"Dengerin, ya, Zie! Bos di perusahan kita kerja ini bakal diganti hari ini lho. Kamu tau gak, Kaleng Biskuit, siapa yang bakal gantiin bos kita yang udah tuir itu?"

"Gak tau?!" Zie menjengkitkan bahu, sikapnya tetap cuek.

"Ya ampun, kamu itu hidup di planet mana, sih? Gosip seheboh ini sampai gak tau. Ini gosip nomor satu, ngalahin berita hot tentang perselingkuhan, tau!"

"Aku bukan penikmat gosip, Botol kecap, jadi mana tau."

"Dihk, makanya jadi cewek jangan kaku, jangan so sibuk, Ranting Kayu. Sedikit aja cari hiburan dengan gosip-gosip hot, buat nambah imun, gitu."

"Bodo, ah. Yang penting hidupku aman, damai, dan nyaman tanpa perlu mikirin hidup orang."

"Ish, gak kitu juga kali, Oneng! Hidup itu mesti berwarna jangan abu-abu melulu. Oh, iya, bos baru kita ini orangnya guanteeeng bingit, dan masih muda."

"Semuda apa, sih? Sampai bikin mata kamu kek dipasang neon lima puluh watt, berbinar banget." Zie terkekeh dengan sikap berlebihan Rena menanggapi gosip yang menurutnya biasa saja.

Zie tidak munafik pernah mendengar gosip tersebut selewatan saja. Ia lebih memilih tidak peduli, toh seiring waktu nanti juga bakal tahu.

"Kurang tau, sih, tapi menurut gosip usianya di atas tiga puluh di bawah tiga lima. Kata gosip lagi, dia putra kedua Pak Sanjay Pranajaya, bos kita. Namanya Pak Affandra Adiaksa Pranajaya. Wih, dari namanya aja udah keren bingit. Aaah, jadi pengen cepet liaaat!"

"Uh, lebay!"

Untuk gosip satu ini Zie memang pernah mendengarnya, bos baru tampan dan masih muda, tapi tidak menyangka akan menjadi bahan gosip nomor satu di sini dan dia tidak terlalu menanggapinya, karena pergantian kepala perusahaan itu hal yang biasa.

Zievana terlalu fokus dan sibuk pada pekerjaan sampai tidak ada waktu mengikuti gosip yang selalu beredar di kalangan tempatnya kerja. Tidak seperti Rena, orang paling heboh dan selalu pertama tahu tentang kabar terbaru di sekitar mereka.

Keduanya tiba di lantai sepuluh, tapi mulut Rena belum berhenti berceloteh. Zie pura-pura mendengarkan sambil menimpali dengan 'Oh' saja, sampai mereka duduk di kursi kerja masing-masing.

Saat hari mulai menjelang siang, kepala staf mengumpulkan orang-orang bagian tertentu untuk menghadiri meeting, termasuk Zie dan Rena.

Rapat ini merupakan perkenalan bos baru di perusahaan Pranajaya yang bergerak di bidang distributor makanan impor.

Zie memasuki ruang rapat, Rena menyerobot dari belakang seolah tidak sabar, membuat Zievana geleng-geleng kepala. "Dasar!"

Rena yang mendengar umpatan Zie cuma nyengir saja.

"Bosnya belum datang," bisik Rena pada Zie, dengan gurat kecewa. Susah payah masuk duluan hasil nyabotase jalan, ternyata bos yang ingin dilihat paling pertama belum menampakkan batang hidungnya.

Para staf sudah berkumpul mengelilingi meja panjang dengan ujung bulat. Sambil menunggu pemilik baru perusahaan PT Pranajaya datang, waktu kosong mereka isi dengan percakapan sesama rekan, ada pula yang membuka-buka kertas dokumen.

Zie sendiri tengah mendengarkan ocehan Rena yang seakan tidak pernah habis bahan celotehannya. Sesekali derai tawa keduanya mengundang perhatian orang di sekitarnya. 

Lima belas menit berlalu, tiba-tiba semua obrolan berhenti, karena pintu ruangan dibuka dari luar. Masuklah tiga orang berjas hitam, salah satunya wanita.

Pemimpin dari mereka langsung menyapa dengan suara berat dan tegas, "Selamat siang semuanya."

Pria berusia senja tapi masih terlihat gagah yang tidak lain bos besar Sanjay Pranajaya langsung mengambil posisi duduk yang sudah disediakan untuknya. 

"Siang, Pak!" jawab semua yang hadir, kecuali Zie.

Mulut gadis itu menganga, mata melotot ke arah pria yang lebih muda, duduk di sebelah Pak Sanjay.

"Oh My God, ternyata bukan bohongan gantengnya." Rena memekik kecil di samping Zie yang justru sedang membeku.

Tubuh mungil Rena menggelinjang kecil seperti tersengat listrik, saking terpana dengan penampakan bos barunya.

Lain halnya dengan Zie, jantung serasa mau loncat dari sarang, tubuh mulai gemetar. Perlahan warna pias menjalar keseluruh wajah. Ekspresi sang gadis seperti melihat hantu paling menyeramkan.

Keterkejutan Zie sulit dilukiskan dengan kata-kata. Sedangkan yang sedang dipelototinya sibuk bercakap dengan kepala bos.

Ruang tempatnya berada seakan menyempit bagi Zie, membuat dadanya merasakan sesak yang teramat sangat. Ingin rasanya dia keluar dari ruangan ini untuk meraup udara sebanyak mungkin, serta menyembunyikan rasa malu yang sudah dia kubur selama hampir dua tahun.

Zievana merasa baru kemarin bertemu pria itu. Bergulat semalaman nyaris tanpa jeda. Pria yang membawanya pada dimensi lain yang sarat akan g a i r a h. Mereguk manisnya madu terlarang, meninggalkan noda yang tidak akan pernah pupus ditelan masa.

"Baiklah, rapat kali ini cukup sebagai perkenalan saja." Ucapan singkat keluar dari bibir sang bos muda, setelah beberapa saat hening.

Sinar keterkejutan tergurat jelas saat tatapan sang direktur muda menyapu para karyawannya, dan bertemu di satu titik dengan netra bening beriris coklat madu milik Zie, sebelum gadis itu menunduk.

Secepatnya sang pria menetralkan suasana hati yang siap diserang gemuruh. Bersikap senormal mungkin. 

"Pak Affandra Adiaksa Pranajaya ini putra dari Pak Sanjay yang akan ditunjuk memimpin perusahaan ini. Mohon kerjasamanya dari kalian untuk membantu mengembangkan perusahaan ini bersama Pak Andra." Wanita yang berperan sebagai sekertaris mengenalkan sutradaranya.

putuskan untuk mengingat Andra dipanahkan ke arah Zie. Membuat tubuh sang gadis serasa diserang demam. Keringat sebesar biji jagung tiada henti bermunculan dari pori-pori kulit putihnya. 

Selama rapat yang berlangsung hanya satu jam, Zie sama sekali tidak berani mengangkat kepala, remasan jemari di atas meja milik lebih menarik, menantang menantang sang pria.

Rapat berakhir tepat jam makan siang. Zie bahkan tidak tahu bagaimana akhir pertemuan tersebut. Di saat Pak Sanjay menjelaskan pun gadis itu hanya mengangguk.

Sungguh dia merasa tercekam, sel-sel dalam tubuhnya mengerut ciut. dia kabur lagi.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status