Share

PERTEMUAN KEDUA KEMBALI KABUR

'Percayalah, Tuhan mempunyai solusi untuk mengeluarkanmu dari masalah. Kamu hanya tinggal berdiskusi dan meminta pada-NYA.'

Terngiang lagi kalimat itu, Zie semakin meyakini akan menghadapi konseksuensi dari kejadian memalukan itu, pun akan menguatkan mental bilamana terjadi sesuatu dikemudian hari.

Syahra berhasil mengubah pikiran Zie perihal melenyapkan semua masalah dengan bunuh diri. Iya, itu salah besar. Ah, andai tidak ada wanita baik itu, mungkin saat ini tinggal nama.

Entah Malaikat mana yang sudah berbaik hati mengirimkan wanita itu. 

Zie sempat teringat ucapan terakhir Syahra, bahwa wanita cantik itu pernah berada di posisi ingin bunuh diri seperti dirinya hanya saja Zie menahan diri untuk tidak menanyakan penyebabnya, takut mengorek luka lama.

Setelah pertemuannya dengan wanita berusia tiga tahun lebih tua di atasnya, Zie memutuskan pulang dan bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

Orang tua Zie selama lima hari berada di luar kota, membuatnya tidak perlu khawatir diceramahi mereka, karena semalaman tidak pulang, apa lagi penampilannya yang kacau, wajah sembab.

Mbok Nah lah yang biasa ngomel, sebab wanita setengah baya itu yang paling dipercayai menjaga Zie selama orang tuanya pergi. Mbok Nah, wanita pengasuh Zie sedari kecil, kasih sayangnya tidak lagi diragukan.

Benar saja setibanya Zie di rumah, Mbok Nah memberondongnya dengan pertanyaan, persis rem blong. Mencerewetinya dengan nasihat, Zie setia mendengarkan tanpa menyanggah.

"Bibi udah belum ngomelnya?" tanya Zie dengan lesu.

"Ya ampun, Non, non. Bibi tuh ngomel karena khawatir, apa lagi lihat keadaan Non Zie pulang-pulang kusut dan lusuh macam ini. Persis anak gadis abis dari sarang penyamun."

"Ish, Bibi. Udah ah, Zie capek, pengen istirahat." Ngeloyor meninggalkan Bi Nah yang hanya bisa geleng-geleng kepala.

Perih, pedih, sebenarnya yang sedang Zie rasakan. Ingin dia menceritakan kemelut yang dihadapinya pada Bi Nah. Namun, takut wanita itu tidak bisa menahan mulut, membeberkannya pada orang tua.

Akhirnya, dia memilih memendam sendiri masalah yang memasungnya.

**

Tiga hari berlalu semenjak kejadian itu, Zie baru kembali masuk kuliah. Namun, wajahnya digayuti mendung, tidak ada keceriaan yang biasa mewarnai setiap harinya jika berada di lingkungan kampus. Dia berusaha menguatkan diri menjalani aktivitasnya sebagai mahasiswi. 

Zie sebenarnya enggan menginjakkan lagi kaki di kampus ini, karena di sana ada Jimmy, laki-laki yang sudah memberinya obat terkutuk. Pasti lelaki itu tidak akan tinggal diam, terus mengganggunya.

"Zie, tunggu!"

Benar saja, laki-laki brengsek itu langsung datang setelah Zie meredakan pikirannya perihal dia. Sang Gadis tidak menghiraukan seruan Jimmy, langkahnya dipercepat meninggalkan halaman kampus.

"Tunggu, Zie, aku mau bicara!" Jimmy berhasil menyusul, lantas mencekal lengan Zie.

"Lepasin!" Zie menepis tangan Jimmy, mata nyalang menyorotkan kebencian.

"Zie, aku ... minta maaf tentang malam itu!"

"Pergilah! Aku gak mau bicara sama kamu!"

Zie kembali memutar badan meninggalkan Jimmy. Namun, pemuda itu dengan gesit menghadang langkah sang gadis, berdiri menjulang sambil merentangkan tangan. 

"Please, beri aku kesempatan buat ngomong, Zie!"

"Aku gak sudi! Minggir!" Zie mendorong Jimmy, tapi sia-sia, tubuh tegap itu sama sekali tidak bergeser dari tempatnya.

Pemuda itu hilang kesabaran, jengkel dengan penolakan Zievana, akhirnya memilih memeluk pinggang sang gadis cukup kuat.

Zie meronta seraya memukul-mukul lengan Jimmy. Aksi mereka berdua mengundang perhatian banyak orang. Memandang mereka dengan tatapan aneh dan sejenisnya.

"Zie, aku mencintaimu. Semua yang aku lakukan karena putus asa untuk mendapatkanmu!" Jimmy kukuh meyakinkan Zie akan perasaannya, meskipun gadis itu tidak mau menanggapi.

Zievana memanahkan tatapan setajam ujung pisau pada Jimmy "Kamu pikir dengan caramu itu aku bakal luluh? Jangan mimpi! Aku malah semakin menyesal pernah mengenalmu!"

"Kenapa kamu keras kepala, Zie? Apa kurangnya aku di matamu? Aku kaya, tampan, apa yang kamu mau aku kabulkan asal kamu mau menerima cintaku!" 

Zie muak mendengar tutur kata disertai kepedean yang mendekati kesombongan Jimmy. Memutar bola mata, sebal. 

Sebenarnya siapa yang keras kepala? 

Enggan bicara lagi, Zie berusaha keras menyingkirkan Jimmy dari hadapannya bahkan berusaha kuat melepaskan tangan pemuda itu dari pinggangnya.

"Lepaskan dia!" Suara bariton dari samping menolehkan kepala dua insan yang sedang bersitegang itu ke arahnya.

Zie membelalakan mata, mulut sedikit menganga, seketika wajah cantiknya berubah pias. Sang gadis berharap keajaiban ada yang menyulapnya supaya menghilang dari tempat ini.

Sepasang netra hitam legam menatap Zie dengan ekspresi yang sulit gadis itu terka maknanya. Lelaki itu ... yang tidak ingin Zie temui.

"Jimmy, apa yang kamu lakukan sama Zie, hah?" Meylan menatap berang Jimmy. Gadis itu berdiri di samping pria yang dipelototi Zie sambil tolak pinggang. 

"Aku bilang lepaskan gadis itu!" tegas dan penuh penekanan suara Andra.

Jimmy mendengkus kesal, dekapan melonggar, secepatnya Zie melepaskan diri dengan mendorong tubuh pemuda itu sampai mundur beberapa langkah.

Tanpa pikir panjang, Zie berlari meninggalkan fakultas, bahkan teriakan Meylan tidak dia hiraukan. Yang ada di benak gadis itu hanyalah ingin menghilang dari pandangan sang pria.

"Zievana!" Andra mengejar gadis pemilik iris coklat madu itu dengan perasaan yang sulit ia gambarkan.

Sedangkan Meylan menghalangi langkah Jimmy yang juga hendak mengejar Zie. Mereka saling adu mulut.

"Minggir, Mey!" sentak Jimmy.

"Gak bisa!" Meylan tidak mau kalah.

Sementara Zievana menyentop taksi yang kebetulan melintas di depannya, bergegas masuk sebelum Andra mendekat.

"Zievana, tunggu, Zie!" Andra hanya bisa menyentuh ujung belakang mobil. Taksi melaju meninggalkannya yang terlihat sedang misuh-misuh.

Jantung Zie berdegup bukan main, tubuh gemetar, keringat dingin mengucur deras. Dalam hati mengumpat kenapa harus dipertemukan kembali dengan pria yang sudah menaruh noda.

Sungguh Zie tidak sanggup menyembunyikan perasaannya yang campur aduk, sebab itu dia memilih kabur. Rasanya memang memalukan jika mengingat tentang malam itu.

Zievana gelisah, lelaki itu tahu tempatnya kuliah, dan kenal dengan Meylan. Bagaimana kalau sahabatnya itu tahu bahwa dia sudah tidur dengan pria itu.

Apa hubungan Meylan dengan sang pria? Mereka terlihat seperti dekat.

Kepala Zie serasa berat dan pening, seperti dihimpit ribuan batu. Ingin secepatnya tiba di rumah, mengempaskan tubuh di pembaringan yang selalu membuatnya damai.

**

"Kenapa kamu harus kabur lagi, Zievana?" gumam Andra kecewa campur kesal. Memandang taksi di mana di dalamnya ada gadis yang menciptakan kegelisahan semenjak malam terlarang itu.

Sebelum ini Andra mengantarkan Meylan yang merupakan keponakannya ke kampus, sedangkan dia sendiri bermaksud pergi ke tempatnya bekerja.

Jalan menuju tempat masing-masing satu arah. Saat Andra menurunkan Meylan, matanya membentur sosok yang dia cari selama tiga hari ini. Namun, gadis itu kembali kabur.

Meylan dan Jimmy sudah tidak ada di tempat, pria itu memilih meninggalkan kampus, meluncurkan mobilnya ke kantor, dan sepanjang perjalanan otak Andra tidak lepas memikirkan Zie.

"Zie, kamu sudah memberiku malam pertama yang tidak pernah disangka, walaupun terlarang. Kamu menyelipkan memory yang tidak akan pernah musnah pendarnya di kepalaku, dan ... kamu ... sudah menyalakan bara cinta di hatiku, jangan harap dapat padam begitu saja!" Andra bergumam panjang.

"Ke mana kamu pergi, aku akan mengejarmu, Zievana!"

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status