Usai resepsi pernikahan, Andra langsung memboyong wanitanya ke rumah dia sendiri, meskipun kamar pengantin disediakan di hotel itu, tetap memilih pulang. Sementara apartemen Zie ditempati keluarga Hadisusilo selama mereka tinggal di Jakarta.Netra Zie memonitor rumah megah berlantai dua dengan arsitektur Victoria. Kekaguman terpancar jelas atas kemewahan dari setiap bahan-bahan bangunan di depannya."Ini rumah kita," ucap Andra. Menyelipkan jemari kokohnya di sela-sela jari sang istri, menimbulkan gelenyar aneh pada diri Zie. Senyum mereka kian merekah, layaknya remaja sedang kasmaran, dimabuk cinta.Melangkah bersamaan memasuki rumah yang pintunya dibuka dari dalam oleh seorang pelayan. Kembali Zie terkagum-kagum atas keindahan isi bangunan ini. Di dalamnya jauh lebih megah dan serba mewah."Kamar kita ada di lantai dua." Kembali Andra menarik lembut Zie yang masih ada dalam mode terpukau. Mengikuti ke mana langkah sang pria tanpa kata.Rasanya seperti masih berada dalam dunia mimpi
Empat hari berlalu semenjak resepsi pernikahan bos muda Affandra Adiaksa Pranajaya dengan Zievana Khairunisa. Kini sepasang pengantin baru itu sedang berada di restoran mewah milik Haura.Keduanya sepakat untuk lanjut mencari tahu di mana keberadaan Syahra. Ada banyak pertanyaan membelit pikiran mereka, masih ada atau tiada wanita yang mereka cari.Sebelum pokok pembicaraan dimulai, Haura dan Zie saling tukar kabar terlebih dahulu. Bercakap ringan mengenai kelanjutan hubungan Haura dan Zevano, yang disambut semringah oleh kakak dari Syahra itu.Zie berharap penuh, Haura adalah wanita terbaik yang Tuhan pilihkan untuk Zevano, juga ibu sambung untuk Zaidan.Pembahasan pun perlahan mulai teralihkan. Haura tahu persis tujuan Andra dan Zie ke restorannya bukan karena ingin menikmati menu yang tersedia di sana, tapi untuk mengorek sampai ke akar-akarnya perihal Syahra.Dan itu terbukti saat Andra mulai mengajukan tanya, "Pertanyaanku masih sama, di mana Syahra berada?""Kalian masih ingin t
"Tolong bawa aku dari sini!" pinta Zievana sambil menubrukkan diri pada seorang pria yang hendak memasuki kafe."Hei, apa ini?" Sang pria tersentak sampai ke belakang, saking terkejutnya."Tolong! Ini semua gara-gara kamu, Jim, bawa aku cepat!" Tatapan Zievana begitu memelas sarat akan permintaan."Aku Andra bukan Jim. Ke mana aku harus membawamu?" tanya pria tersebut, makin terkejut dengan apa yang gadis itu pinta.
"Apa yang sudah kulakukan? Sungguh aku malu, Ya Tuhan, ampuni aku."Zie melangkah sedikit terseok. Dia baru saja menjauh dari apartemen milik lelaki yang bahkan namanya saja dia lupa. jemari lentiknya mengusap kasar area leher, seolah ingin melacak jejak ciuman brutal yang ditinggalkan sang pria.Zie merasa jijik dengan tubuh sendiri. Begitu mudahnya dijamah bahkan dinikmati berkali-kali secara gratis oleh pria yang sama sekali tidak dikenal.Aaarrrgghhh!
'Percayalah, Tuhan mempunyai solusi untuk mengeluarkanmu dari masalah. Kamu hanya tinggal berdiskusi dan meminta pada-NYA.'Terngiang lagi kalimat itu, Zie semakin meyakini akan menghadapi konseksuensi dari kejadian memalukan itu, pun akan menguatkan mental bilamana terjadi sesuatu dikemudian hari.Syahra berhasil mengubah pikiran Zie perihal melenyapkan semua masalah dengan bunuh diri. Iya, itu salah besar. Ah, andai tidak ada wanita baik itu, mungkin saat ini tinggal nama.Entah Malaikat mana yang sudah berbaik hati mengirimkan wanita itu.Zie sempat teringat ucapan terakhir Syahra, bahwa wanita cantik itu pernah berada di posisi ingin bunuh diri seperti dirinya hanya saja Zie menahan diri untuk tidak menanyakan penyebabnya, takut mengorek luka lama.Setelah pertemuannya dengan wanita berusia tiga tahun lebih tua di atasnya, Zie memutuskan pulang dan bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa.Orang tua Zie selama lima hari berada
Dua tahun berlalu semenjak kejadian itu. Di sebuah gedung pencakar langit milik perusahaan besar Pranajaya, seorang gadis cantik melenggang anggun memasuki bangunan bertingkat duabelas tersebut."Zie, kamu udah denger gosip terbaru belum?" tanya seorang gadis manis berwajah khas lokal dengan napas tersengal seperti habis dikejar penagih utang.Gadis yang memiliki tubuh mungil bernama Rena langsung mensejajarkan langkah dengan kawannya yang tidak lain Zievana. Mereka memasuki lift, kemudian menekan tombol lantai sepuluh.Tubuh Rena yang imut memaksanya selalu mendongak setiap bicara dengan Zie."Gosip apaan?" Zie acuh tak acuh."Kalo dengar jawaban kamu yang kek gitu, berarti kamu belum denger gosip menarik ini. Iya, kan?" Rena mengacungkan telunjuk ke wajah Zie, alisnya terangkat sehingga muka imutnya nampak lucu."To the point aja, emang gosip apaan, sih? Aku bukan cewek super kepo kek kamu, apa-apa serba dicari tau, lambe turah."
"Kamu kenapa diam aja, Zie?" Rena menggerakkan tubuh yang mematung dengan satu telunjuk ditusukkan pada lengan atas Zie.Sang gadis terkesiap, sendok yang Zie genggam nyaris terjatuh. "Eh, apa?" tanyanya spontan, Rena tepuk jidat.Makan siang yang tersaji di atas meja tidak membuat selera makan Zie tergugah. Padahal jika menghirup aromanya saja, siapapun akan tergoda untuk menyantap.Zie mengembuskan napas panjang, menimbulkan tanda tanya besar di benak Rena, tidak biasanya Zie begitu, seperti menyimpan beban yang cukup berat."Zie, kamu tuh kenapa, sih? Pengen kawin, ya?"Zie mendelik, Rena nyengir. "Lagian wajahmu gitu amat, sih. Mirip kanebo kering.""Ren, kenapa bos kita mesti diganti, ya?" ucap Zie tiba-tiba seraya menaruh sendok di alas makan, lantas menopang dagu. Tatapan menarawang entah ke mana."Hah! Kamu gak salah ngomong, Surabi Oncom? Seisi gedung ini berharap banget bos Pranajaya diganti. Wong dia galak, nyebelin,
"Zie, antarkan laporan bulanan ini ke ruangan Pak Andra. Tadi dia minta untuk dicek. Secepatnya ya, dia gak suka menunggu." Kepala staf keuangan menaruh berkas yang cukup tebal di meja Zievana. Tanpa menunggu jawaban, staf cantik itu meninggalkan Zie. Tubuh sang gadis menegang, bukan karena perintahnya, tapi tempat tujuannya, kantor Affandra.Duh, kenapa harus dirinya? Rena, sih, lama banget di toilet. Kan, bisa minta dia yang anterin.Zie menarik udara banyak-banyak, kemudian diembuskan kembali, tapi gemuruh di dadanya tidak berkurang. Dia kesal, terpaksa meraih berkas yang harus diantarkan.Namun, Zie tidak lekas beranjak, masih menunggu Rena. Berharap gadis mungil itu cepat datang supaya bisa mengoper perintah. Namun, tunggu punya tunggu Rena tak kunjung juga.**Zie membeku di depan pintu coklat dengan handle keperakan. Gadis berambut hitam sepunggung bergelombang indah itu masih bertarung dengan ketakutan. Takut tidak mampu menguasai rasa malunya.Selepas menggumamkan bismillah,