Home / Romance / Gairah Satu Malam / DUNIA TERASA SEMPIT

Share

DUNIA TERASA SEMPIT

Author: AlleaZzahra
last update Last Updated: 2022-04-12 14:26:10

"Kamu kenapa diam aja, Zie?" Rena menggerakkan tubuh yang mematung dengan satu telunjuk ditusukkan pada lengan atas Zie.

Sang gadis terkesiap, sendok yang Zie genggam nyaris terjatuh. "Eh, apa?" tanyanya spontan, Rena tepuk jidat.

Makan siang yang tersaji di atas meja tidak membuat selera makan Zie tergugah. Padahal jika menghirup aromanya saja, siapapun akan tergoda untuk menyantap.

Zie mengembuskan napas panjang, menimbulkan tanda tanya besar di benak Rena, tidak biasanya Zie begitu, seperti menyimpan beban yang cukup berat.

"Zie, kamu tuh kenapa, sih? Pengen kawin, ya?"

Zie mendelik, Rena nyengir. "Lagian wajahmu gitu amat, sih. Mirip kanebo kering."

"Ren, kenapa bos kita mesti diganti, ya?" ucap Zie tiba-tiba seraya menaruh sendok di alas makan, lantas menopang dagu. Tatapan menarawang entah ke mana.

"Hah! Kamu gak salah ngomong, Surabi Oncom? Seisi gedung ini berharap banget bos Pranajaya diganti. Wong dia galak, nyebelin, cerewet, udah bangkotan pula. Kamu ini aneh, Zie, diganti sama yang tampannya ngalahin Burack Ozcivit kok, protes!"

"Tapi aku lebih nyaman sama Pak Sanjay meskipun tua. Menurutku dia baik, kok." Zie hanya beralasan, padahal yang dikatakan Rena memang benar.

Bos yang lama nyebelin plus cerewet bukan main. Ada kesalahan seupil saja nyerocos panjangnya mengalahkan gerbong kereta api. Semua orang nyaris stres kalau sudah dapat teguran dari bos besar.

Ah, mereka tidak tahu, Zie hanya tidak ingin bertemu si perampas zona damainya. Jangankan satu gedung, satu propinsi pun ia tidak berharap dipertemukan dengan pria yang dianggap Dewa oleh para kaum berjenis kelamin wanita.

Mereka terlalu berlebihan memuja pria itu, pikir Zie. Ah, teringat lagi dia tentang malam nahas itu.

Andra memang tampan, memiliki sejuta pesona yang tidak bisa dibantah, mampu menghipnotis kaum Hawa sampai histeris mendambanya, tapi tidak bagi Zie, pria itu laksana algojo dengan segudang ultimatum eksekusinya.

"Eh, ngelamun lagi! Makananmu pada recok, Zie. Kapan katanya ngusi ke perutmu?" Rena agak kesal dengan sikap Zie. Raganya di kafe Venus, jiwanya entah berkelana ke planet mana.

"Alaaah, Mak!" pekik kecil Zie, belingsatan menutup wajah dengan buku menu.

"Kamu kenapa lagi, Zie?" Rena menyibak buku dari wajah sahabatnya, tapi ditepis pelan oleh Zie. 

"Sssttthh, kamu bisa gak jangan dulu ngajak ngomong aku, Taplak Meja?! Aku lagi sembunyi!" Zie berbisik, tapi masih terdengar jelas di telinga Rena.

"Hah, sembunyi? Sembunyi dari apa, Manusia purba, dasar aneh!" Rena celingak-celinguk mencari sumber yang jadi masalah bagi Zie, sampai sahabatnya itu memilih sembunyikan wajah cantiknya di balik buku bergambar aneka menu.

Pemimpin baru perusahaan Pranajaya terlihat melenggang memasuki resto, lalu mengambil posisi duduk di sudut ruangan.

Aha! Jangan-jangan Pak Andra yang membuat Zie bersikap aneh seperti ini? Monolog hati Rena, manggut-manggut, paham.

Tapi ... kenapa Zie harus bersikap demikian? Mereka kan tidak saling kenal, kenapa Zie seperti ketakutan bertemu laki-laki seganteng dan setampan Pak Andra. Harus diselidiki ini mah, batin gadis berdarah sunda itu.

Zie mendumel, kenapa harus resto ini yang Andra singgahi. Kalau dia lapar, di gedung miliknya kan ada kantin atau biasanya bos tinggal minta dipesanin lalu diantarkan OB atau sekertaris.

Dunia Zie berada serasa semakin menyempit di sisinya. Seolah Tuhan sengaja membuatnya sering dipertemukan dengan pria pemilik hidung mancung mirip perosotan itu.

Entah Tuhan sedang merencanakan apa untuknya, yang jelas Zie ingin menolak rencana itu.

Zie dan Rena terbiasa memilih resto di seberang gedung bertingkat dua belas milik Pranajaya, sebagai tempat istirahat makan siang. Namun, sepertinya Zie harus mencari tempat makan lain supaya tidak bentrok dengan Andra.

"Zie, cepetan makannya, sepuluh menit lagi kita masuk." Rena menoel, Zie mengintip sedikit dari samping buku. 

Netra berbulu mata lentik sang gadis diarahkan pada pria berjas hitam yang duduk agak di pojok, bertepatan lelaki itu sedang menoleh. Secepatnya buku menu Zie pakai kembali menutup wajah.

"Aduh, gimana ini? Mana pintu keluar harus ngelewatin dia lagi!" Zie meracau gelisah.

"Kamu ngomong apaan, sih, Zie? Ini gimana, mau dimakan gak?"

"Perutku udah kenyang, aku pengen cepet keluar dari sini. Ayo, Ren." Dari hasil ngintip, Zie melihat Andra sibuk dengan ponsel. Kesempatan untuk gadis itu keluar dari resto. Dia menarik lengan Rrna sekuatnya.

"Aduh, Zie, pelan-pelan napa?!"

Zie tidak menggubris gerutuan Rena. Langkahnya terus berayun dengan cepat sambil tubuh mepet ke sahabatnya, bermaksud menutupi badan dari sasaran penglihatan Andra. Meski percuma tubuh Rena yang mungil atau dirinya yang ketinggian tidak dapat tertutupi.

Rena pontang-panting mengikuti Zie, sebab tangannya ditarik setengah diseret.

"Selamat siang, Pak Andra," sapa Rena saat melintas di hadapan sang bos.

Yaa sallam! Zie nyaris mengumpat Rena yang entah sengaja atau memang tidak paham kalau dirinya tengah menghindari pria itu. Dan sialnya, Rena malah menghentikan langkah.

Aaarrrggghhh! Zie berteriak kencang, tapi hanya berani dalam hati. Cuma tangan mereka yang saling tarik-menarik.

"Siang juga." Andra melirik Zie yang masih sembunyi di samping kanan Rena.

Gadis itu pura-pura mengedarkan pandangannya ke arah lain sambil menggigit jari. Dalam hati Zie jengkel campur gemas bukan main terhadap Rena yang tidak peka.

"Kalian sudah makan?" tanya Andra. 

"Mmm, sudah, Pak. Tapi kalau Zie belum!" Ucapan Rena membuat kedongkolan Zie kian naik ke ubun-ubun, rasanya ingin melumat makhluk mungil itu.

Andra kembali menjatuhan pandangannya ke arah Zie. "Kenapa temannya belum makan? Kalau sakit gimana, sedangkan kerjaan kalian banyak."

"Tuh, dengar, Zie. Kata Pak Bos juga kamu harus makan biar gak sakit, ntar menghambat kerjaan. Iya, kan, Pak?"

Zie membanting napas kasar. Dasar Rena, cari muka. "Tadi saya masih kenyang, jadi saya pilih gak makan." Zie memberanikan menjawab tanpa melihat lawan bicaranya.

"Tapi--"

"Maaf, Pak, kami harus kembali kerja, permisi." Zie memotong cepat ucapan Rena, kemudian menarik paksa gadis berambut sebahu itu sampai keluar dari resto.

"Alhamdulillah," desis Zie. Lega berasa terbebas dari sarang harimau, tapi sampai kapan?

Hari pertama dengan bos baru sudah begitu menyiksa, bagaimana selanjutnya.

"Tanganku sakit, Parudan Kelapa!" Rena sewot, menghentakan tangan Zie dari lengannya. 

Gadis mungil itu meringis, pergelangannya terasa panas dan kebas bekas genggaman Zie yang terlalu kencang.

"Kamu sih, Upik Abu, gak ngerti banget sama perasaan aku!" Zie balik sewot.

"Emang kenapa dengan perasaanmu? Mmm, jangan-jangan ...."

"Apa?" Zie melotot.

"Kamu suka Pak Andra ya, makanya kamu gak mau ketemu, soalnya takut ketauan kalo kamu naksir dia."

"Ish, ngaco! Udah ah, waktunya kerja!" Zie kembali menarik lengan sahabatnya memasuki gedung.

"Ziiie, bisa putus tangankuuu!"

"Bodo amat, tinggal tempelin lagi."

"Emangnya robot?"

"Anggap aja begitu."

"Ziiie, kamu mah jahat!"

Tawa renyah Zie mengiring langkah mereka yang semakin dalam memasuki gedung Pranajaya.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Satu Malam   PENANTIAN TERAKHIR

    Empat hari berlalu semenjak resepsi pernikahan bos muda Affandra Adiaksa Pranajaya dengan Zievana Khairunisa. Kini sepasang pengantin baru itu sedang berada di restoran mewah milik Haura.Keduanya sepakat untuk lanjut mencari tahu di mana keberadaan Syahra. Ada banyak pertanyaan membelit pikiran mereka, masih ada atau tiada wanita yang mereka cari.Sebelum pokok pembicaraan dimulai, Haura dan Zie saling tukar kabar terlebih dahulu. Bercakap ringan mengenai kelanjutan hubungan Haura dan Zevano, yang disambut semringah oleh kakak dari Syahra itu.Zie berharap penuh, Haura adalah wanita terbaik yang Tuhan pilihkan untuk Zevano, juga ibu sambung untuk Zaidan.Pembahasan pun perlahan mulai teralihkan. Haura tahu persis tujuan Andra dan Zie ke restorannya bukan karena ingin menikmati menu yang tersedia di sana, tapi untuk mengorek sampai ke akar-akarnya perihal Syahra.Dan itu terbukti saat Andra mulai mengajukan tanya, "Pertanyaanku masih sama, di mana Syahra berada?""Kalian masih ingin t

  • Gairah Satu Malam   MALAM PERTAMA

    Usai resepsi pernikahan, Andra langsung memboyong wanitanya ke rumah dia sendiri, meskipun kamar pengantin disediakan di hotel itu, tetap memilih pulang. Sementara apartemen Zie ditempati keluarga Hadisusilo selama mereka tinggal di Jakarta.Netra Zie memonitor rumah megah berlantai dua dengan arsitektur Victoria. Kekaguman terpancar jelas atas kemewahan dari setiap bahan-bahan bangunan di depannya."Ini rumah kita," ucap Andra. Menyelipkan jemari kokohnya di sela-sela jari sang istri, menimbulkan gelenyar aneh pada diri Zie. Senyum mereka kian merekah, layaknya remaja sedang kasmaran, dimabuk cinta.Melangkah bersamaan memasuki rumah yang pintunya dibuka dari dalam oleh seorang pelayan. Kembali Zie terkagum-kagum atas keindahan isi bangunan ini. Di dalamnya jauh lebih megah dan serba mewah."Kamar kita ada di lantai dua." Kembali Andra menarik lembut Zie yang masih ada dalam mode terpukau. Mengikuti ke mana langkah sang pria tanpa kata.Rasanya seperti masih berada dalam dunia mimpi

  • Gairah Satu Malam   PERNIKAHAN

    Sementara itu di tempat yang berbeda, di waktu bersamaan dengan acara pernikahan Zievana dan Andra, Derry mondar-mandir resah di kamarnya. Penampilannya sangat rapih, khas dandanan mau ke pesta. Kemeja putih tertutup jas blazer pria warna abu-abu muda, selaras dengan celananya yang berwarna sama. Rambut hitam dan tebal tersisir rapi, mengilat karena minyak rambut, serta parfum maskulin kian menambah memukau pesona sang pria.Penampilannya yang begitu cerah tidak sebanding dengan parasnya yang kental digelayuti duka. Patah hati adalah penyebab Derry demikian, tersebab yang menjadi belahan jiwanya memutuskan menikah dengan pria pilihannya.Berkali-kali mencoba ikhlas, tetap saja nyeri itu menyelinap diam-diam sehingga sesak menaktahi dada. Meskipun sekarang ada Rena yang mulai dekat bahkan sepakat saling mendekatkan diri dalam artian pacaran, jauh di palung hati cinta terhadap Zie belum bisa diakhiri."Nak, kamu belum berangkat?" Ucapan disertai sentuhan lembut di bahu oleh Bu Laila se

  • Gairah Satu Malam   CINTA LAMA BERSEMI KEMBALI

    "Zievana ... adalah adik kandungku." Zevano berkata dengan nada hati-hati.Kali ini Haura yang terperanjat, berkata dengan terbata, "Apa, Ziezie? Zievana adalah Ziezie?"Vano mengangguk, benar dugaannya kalau Haura bakal seterkejut itu. "Dan Rara adalah Syahra?""Ya Tuhan, mereka adik-adik kita." Ketidakpercayaan tergambar dari sikap dan raut wajah Haura. "Kita hanya tahu nama panggilan kecil mereka, tanpa tau nama yang sebenarnya, aku pikir Zievana orang lain, ternyata dia adikmu.""Apa kamu tidak pernah bertemu Zie selama adikku di Jakarta?""Tidak, aku tidak pernah bertemu sekalipun dengannya. Aku hanya tau Zievana dari Syahra dan aku sama sekali tidak berpikir bahwa dia adalah Ziezie, adikmu.""Aku juga tidak menyangka, Rara adalah Syahra, calon istri dari Andra. Yaa Tuhan, rencana-Mu sungguh sempurna, melibatkan kita semua dalam satu perkara, tanpa ada yang menyadari bahwa kita begitu dekat."Keduanya dihadapkan keterkejutan dengan fakta yang terungkap. Percakapan pun merembet pa

  • Gairah Satu Malam   PERTEMUAN KEDUA

    Wanita berambut lurus sepunggung pemilik restoran itu beralih memberi sopan santun pada orang tua Vano. "Apa kabar, Om Tante?""Alhamdulillah, kami baik, Nak." Pak Rudi menjawab bersamaan dengan istrinya.Kali ini netra bening itu tertuju pada Vano."Haura, kamu ... di sini ...." Kegugupan tidak dapat Vano cegah. "Iya, aku di sini." Haura mengukir senyum termanis yang dia punya. "Ridho, letakan hidangannya ya, jangan lupa buatkan makanan penutup yang saya sebutkan tadi.""Baik, Bu."Satu hal hidangan berpindah ke meja. Vano agak tercengang, makanan yang dipesannya jauh lebih banyak dan beragam dari yang dipesannya."Ini semua...." Ucapan Vano terpangkas oleh ekspresi Haura. Melalui gerakan mata, wanita itu mencoba menyampaikan kata. Vano paham, tidak lagi bicara.Kedua orang tua Zevano masih mengingat-ingat siapa pemilik wajah bulat yang mirip dengan penyanyi diva terkenal sepanjang masa, Yuni Sahra itu. "Haura? Melihat dari paras cantik itu, melihat kamu kekasih Vano di masa lalu?"

  • Gairah Satu Malam   PERTEMUAN TAK TERDUGA

    "Tolong katakan, di mana Syahra?" Andra mendesak Haura untuk kali kesekian."Sudah kubilang, lupakan Syahra, dan tidak perlu lagi bertanya bagaimana keadaannya." Dingin dan tanpa ekspresi sikap yang ditunjukan Haura."Aku hanya ingin tahu kondisinya saat ini. Apakah dia baik-baik saja?" Andra kukuh menuntut jawaban. Bagaimanapun ia pernah dekat dengan Syahra, rasa khawatir campur penasaran mencengkram kuat perasaan."Syahra baik-baik saja, ok! Aku sibuk, mau melanjutkan pekerjaan." Haura memutar badan.Andra tidak puas dengan jawaban yang diberikan lawan bicaranya. Namun, ia memahami sifat Haura, yang lebih memilih bungkam, ketimbang memberinya penjelasan.Janggal, Andra merasakan hal itu pada sikap Haura, seolah tengah menyembunyikan sesuatu, dan jelas itu tentang Syahra, pikirnya."Setidaknya beritahu aku dimana dia." Andra tidak menyerah, mencekal lengan Haura sebelum melangkah lebih jauh."Apa pedulimu tentangnya? Sudahlah, lupakan adikku, lanjutkan rencana pernikahanmu dengan Zie

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status