Tidak disangka-sangka, Gian bisa mengantongi hampir Rp500.000 dalam satu sore saja di hari pertama kerja dia sebagai kuli angkut di pasar induk kotanya.Menggunakan kekuatan fisiknya, dia bisa mengangkut banyak dalam sekali jalan sehingga mempersingkat waktu. Dengan begitu, dia bisa mendapatkan upah dengan cepat.Pulang ke rumah, raut wajahnya riang gembira karena sudah memiliki sekian ratus rupiah. Pasti sebentar lagi dia bisa mengganti tas teman-temannya.Tiba di rumah, hari sudah petang dan Melinda sudah memasang wajah muram ke Gian.“Langsung masak! Setelah makan, segera cuci pakaian!” Demikian Melinda memberikan perintah. Namun, kali ini, dia tidak menggunakan tangan untuk memukul Gian dan hanya bermulut ketus saja.“Ya, Ma.” Gian bergegas ke dapur untuk mengolah bahan-bahan makanan sesuai perintah ibunya, sementara Melinda justru asyik meneruskan menonton televisi. Masih ada sinetron yang ingin dia tonton.Gian melakukan pekerjaannya dengan cepat dan hidangan makan malam tersedi
Memang, tidak semua orang puas akan kinerja pihak lain. Tidak semua orang senang dengan apa yang sudah dilakukan pihak lain, sebaik apapun hasilnya, karena ada iri dan dengki di dalamnya.Ini yang menimpa Gian.Ketika para bos kios senang dengan pekerjaan cepat dan tangkas Gian, banyak kuli angkut lainnya yang kesal karena mereka kalah bersaing dengan Gian. Bahkan, mereka merasa Gian merebut lahan uang mereka.Karena itu, beberapa kuli angkut banyak kios berunding untuk ‘mendisiplinkan’ Gian.Tak mengherankan ketika menjelang petang, ketika Gian hendak pulang ke rumah, saat dia melewati lorong sepi dekat pasar induk, ada 8 orang preman mencegatnya lalu mengerubungi Gian.“Kalian … mau apa?” tanya Gian sambil matanya penuh waspada dengan kedelapan preman.“Ada 2 hal yang perlu kami sampaikan padamu, Bocah. Pertama, beri kami uangmu. Kedua, jangan terlalu bergaya di sini, tak usah menjilat para bos kios dengan bertingkah sok kuat dan mengambil pekerjaan orang lain.” Salah satu preman ya
Melinda menatap heran ke Gian sambil bertanya-tanya apa yang baru saja terjadi pada tangannya yang dipegang Gian. “Mama, bisakah kau lebih lembut padaku bila berbicara?” Gian memainkan jemarinya yang tidak bersarung tangan. “Sekarang aku tidak mau lagi menerima perintah Mama, boleh? Atau Mama ingin merasakan lagi seperti yang baru saja kulakukan?” Otak Melinda seperti kesulitan memproses kalimat Gian. Dia terlihat bingung dan linglung. Oleh karena itu, Gian harus mendekat lagi ke ibunya dan menyentuh lengan Melinda untuk memberikan setruman kecil di sana. “Arghh!” Melinda memekik sekali lagi dan mundur dari Gian sambil tatapan matanya penuh akan teror kengerian saat dia melihat putra ketiganya. “Gian, kamu ….” “Ya, aku mulai sekarang tidak mau lagi mengerjakan tugas rumah yang seharusnya dikerjakan Mama, paham? Atau listrikku ini lebih membuat Mama paham?” Gian memainkan jemarinya di udara. Mengalami sendiri setruman dari sentuhan Gian, mau tak mau Melinda mengangguk karena takut
Pada saat makan malam, Melinda dan Zohan terlihat menunduk menghindari tatapan Gian. Mereka juga lebih banyak diam.Ini membuat Carlen heran. “Kalian ini kenapa? Apakah tadi ada hal menyedihkan terjadi?” tanyanya dan kemudian beralih ke adik bungsunya, “Cher, ada apa di rumah? Kenapa mama dan Hanz pendiam begitu?”Cheryl yang sejak pulang sekolah selalu berkubang di kamar terus dan jarang keluar, hanya mengangkat bahu dengan cepat sambil menjawab singkat secara cuek, “Tak tahu!”Lalu, pandangan Carlen beralih ke Gian, seketika dia merasa ini pasti ada kaitannya dengan adiknya yang satu itu. “Heh, bocah jelek! Kau bertingkah apa hari ini sampai membuat mama dan Hanz seperti itu? Kau pasti melakukan kekacauan di rumah ini, kan?”Gian meletakkan sendok dan garpunya dengan tenang dan menatap kakak sulungnya, “Apakah aku harus selalu menerima tuduhan kalau di rumah ini ada yang tidak beres?” Dia memiringkan kepala sambil menatap tegas ke Carlen, sesuatu yang pastinya tidak pernah berani di
Layaknya anak kecil yang mendapatkan mainan baru dan bisa mengoperasikannya dengan baik, demikian pula Gian dengan kekuatan elektrokinesisnya. Awalnya dia merasa enggan, asing, dan terbebani dengan kekuatan baru dia, tapi kini dia mulai menyukainya, karena elektrokinesis dan fisik super itu yang bisa membuat harga diri dia naik di mata orang-orang yang telah menindasnya selama ini. Pada pagi harinya, ketika Gian keluar dari kamarnya bersiap ke sekolah, tak ada satupun yang ingin mencari gara-gara dengannya. Bahkan Melinda bersikap sangat berbeda dengannya, terutama ketika kemarin malam dia sempat memberikan sebagian uang hasil kerjanya ke Melinda. “Gian, makanlah dulu yang benar di meja makan, jangan hanya membawa roti saja ke sekolah.” Demikian sikap dan tutur kata Melinda lebih lembut pada Gian. Carlen, Zohan, dan Cheryl menatap takjub dan heran pada perubahan sikap ibu mereka. Namun, tak ada yang bersuara. Hanya ada dengusan dari Carlen karena merasa ada yang ingin bersaing deng
“Apa? Gian menyetrummu?” Alicia sampai tak bisa menahan kekagetannya dan matanya membelalak takjub.Gegas ke bangku Gian, Alicia bertanya pada remaja itu, “Gian, apa benar tadi kamu menyetrum Jehan?”“Jangan akui, Bocah.” Elang yang sedang rebah nyaman di dalam saku kemeja Gian menyahut santai.Melirik sebentar ke Elang, Gian pun menjawab, “Aku … bagaimana caranya aku menyetrum? Aku hanya memegangnya saja, kok Cia.” Sambil dia menaikkan kedua tangannya yang memakai sarung tangan semua.Melihat wajah tak berdosa Gian, Alicia jadi ragu pada Jehan. Benarkah Gian mampu berbuat sejahat itu? Lagipula, tak ada alat apapun di tangan Gian yang bisa digunakan untuk menyetrum Jehan.Gian bangun dari kursinya dan menghampiri Jehan diikuti Alicia.Melihat Gian malah menghampiri dirinya, Jehan makin ketakutan. “Ampun, Gian! Ampun!” Sembari dia meringkuk melindungi kepalanya dengan sikap takut.Gian terkekeh heran dan bertanya, “Memangnya aku melakukan apa ke kamu, Je? Bukankah aku menyentuh biasa s
Tak pernah ada dalam bayangan Danar kalau semua anak buahnya bisa mengalami kejadian yang aneh seperti itu ketika melawan seseorang, terutama melawan pecundang semacam Gian.“Kau ingin merasakan apa yang dirasakan teman-temanmu?” Segera, ucapan Gian mengalun memasuki pendengaran Danar.Danar tidak sempat menyahut dan hanya menoleh kaget akan kalimat Gian hingga tiba-tiba saja Gian sudah bergerak cepat seperti kilat ke hadapannya, menyebabkan dia kaget bukan kepalang.Lalu, kedua tapak tangan tanpa sarung lateks itu menyentuh kedua pangkal lengan Danar.“Awrgh! Aawrgh! Awrrghh!” Danar segera saja mengalami kejang-kejang dan jatuh di lantai. Dia masih sadar dan melihat Gian yang berjongkok ke dirinya sambil memberikan senyum seringai padanya. Seketika, Gian terlihat sangat menakutkan baginya.“He he … kau sudah merasakannya? Kalau kau ingin merasakan yang lebih dari itu, boleh saja, cari saja masalah denganku, maka aku dengan senang hati memberikan padamu.” Sembari ujung telunjuknya men
Melinda belum sempat mencegah ketika anak sulung kesayangannya sudah menghampiri Gian dan berniat mencekal kerah seragam sang adik.Namun, alih-alih bisa mencengkeram kerah baju, Carlen justru kejang-kejang karena tersetrum ketika perutnya disentuh tapak tangan Gian.Si sulung kejang-kejang hingga tersungkur di lantai dan meneruskan kelojotan di sana sampai memuntahkan makanan yang sudah tertelan, sungguh pemandangan yang aneh dan menjijikkan.Cheryl yang menonton pun segera menyingkir karena tak mau terkena muntahan Carlen.Gian sudah lebih dulu menyingkir.Melinda bergegas menolong putranya di lantai dan berseru ke Gian, “Kamu kenapa jahat sekali dengan kakakmu? Kamu monster! Kamu monster, Gian!”Gian menatap ibunya dan dia berkata dengan suara penuh kekecewaan, “Selama ini dia menindasku sejak aku kecil, apakah itu tidak Mama pandang sebagai kejahatan? Dia dan Hanz kerap memperbudak aku, menindasku, bahkan menyiksaku sejak dulu, apakah Mama pernah membelaku?”Melinda baru saja berh