Share

2 - Berduaan dengan Alicia

Author: Gauche Diablo
last update Huling Na-update: 2022-12-13 02:14:27

Gian masih belum percaya dengan apa yang terjadi pada dirinya, mendadak saja muncul aliran listrik dari ujung jari kanannya. Awalnya dia mengira dia masih di alam mimpi, tapi ternyata tidak.

Karena masih diliputi kebingungan, dia mencoba mengingat-ingat apa yang tadi terjadi.

Sepertinya tadi dia bermimpi aneh mengenai seorang kakek berambut dan berjenggot putih dengan jubah serba putih pula.

Hei! Bukankah tadi si kakek di mimpinya mengaku sebagai kucing kecil yang dia tolong? Ya! Kakek itu berkata demikian! Bahkan Beliau menempelkan tapak tangan ke dahi Gian.

Baru saja dia memikirkan mengenai si kakek aneh yang mengaku sebagai jelmaan kucing malang itu, mendadak saja Gian merasakan seluruh otot dan sendinya terasa sakit, bahkan semua tulangnya juga terasa berdenyut hebat, ngilu sampai ke sumsumnya.

Kenapa sekedar tidur saja bisa berakibat segila ini? Rasanya seperti ditabrak kereta atau bus, meski dia belum pernah mengalami keduanya. Amit-amit!

“Erghh … urrfhh ….” Gian berguling ke kanan dan kiri di atas kasur sambil merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Namun, ternyata itu hanya berlangsung selama sepuluh menit saja.

Setelah rasa sakitnya menghilang, Gian mulai duduk lagi di kasur, napasnya tersengal-sengal seakan dia baru lari maraton.

Mengabaikan peluh yang bercucuran dari kepalanya, Gian menatap sekali lagi tangan kanannya, memeriksa apakah ada sesuatu yang janggal di sana.

Tak ada.

Ketika hendak mengambil ponselnya untuk bermain game saja, mendadak keluar aliran listrik dari ujung telunjuknya, lalu energi itu merasuk ke dalam ponselnya di bagian yang biasa untuk diisi daya.

Hal itu menjadikan dia terkesiap takjub.

Setelah daya di ponselnya penuh dengan cepat akibat listriknya, Gian menarik jarinya yang menempel di sana, memandangi lagi telunjuk itu.

Dari sana, muncul bunyi “zztt zztt” seperti sengatan listrik diiringi pijaran biru mengular kecil-kecil menyerupai akar.

‘Sepertinya, setiap aku memikirkan listrik itu, dia keluar dari jariku,’ batin Gian. Ya, dia sudah memiliki keyakinan mengenai itu.

Kemudian, dia mengganti bajunya yang basah karena keringat agar bisa nyaman ketika rebah untuk tidur.

Sayang sekali, dia gagal memejamkan mata dan justru terus terjaga.

Dikarenakan itu, Gian jadi merenungkan hidupnya. Dia selalu mendapatkan kemalangan di manapun, tidak diterima di manapun. Hanya Alicia saja yang bersedia menjadi temannya.

Alicia. Memikirkan gadis itu menyebabkan perasaannya menghangat dan mengakibatkan senyum muncul di wajahnya tanpa dia sadari. Apakah dia menyukai Alicia?

Ahh, misalpun demikian, mana mungkin Alicia mau membalas rasa sukanya. Dia sadar diri seperti apa wujudnya, jelek dan berjerawat parah.

Gian terus memikirkan kemalangan dia dan sekaligus membayangkan Alicia yang cantik dan baik hingga tak terasa pagi sudah menjelang.

Anehnya, Gian tidak merasa lelah sama sekali. Mengantukpun tidak!

Kemudian, dia bergegas mandi dan pergi ke sekolah tanpa sarapan, seperti biasanya. Melinda malas membuatkan sarapan untuk anak-anaknya dan menyuruh mereka membeli nasi uduk di mulut gang saja.

Namun, Gian lebih suka menyimpan uang nasi uduk dan menabungnya. Makan bisa nanti siang saja di kantin.

Setelah berjalan sebentar menyusuri gang, Gian masih berjalan sampai ke perhentian angkot. Dia naik jurusan ke sekolahnya dan duduk tenang.

Saat di angkot, dia melihat dua lelaki mencurigakan. Dari sekilas pandangan saja, Gian tahu kedua lelaki itu pencopet yang biasa beroperasi di angkot.

Benar saja, salah satu lelaki yang duduk di sebelahnya sedang beraksi pada seorang ibu yang lengah.

Kesal dengan hal semacam itu, Gian secara iseng memikirkan mengenai listriknya dan menempelkan telunjuk dia ke pinggang pencopet.

Sengatan listrik langsung menusuk, mengagetkan si pencopet.

“Aduh! Sialan!” Lelaki itu kaget dan segera menoleh ke Gian diiringi tatapan bengis seolah ingin mencabik-cabik.

Gian membalas dengan sebuah senyum meringis ke lelaki itu.

Ketika Gian turun dari angkot, kedua pencopet juga ikut turun, bahkan mengikuti Gian.

Tiba-tiba, salah satu dari mereka menusukkan pisau belati ke pinggang belakang Gian. Tentu pemuda itu terkejut dan menoleh, tapi yang dia lihat justru pandangan kaget lelaki itu menatap belatinya yang sudah bengkok.

Pencopet satunya bergegas mengayunkan pisau lipat di tangan untuk disarangkan ke tubuh Gian, tapi pemuda itu lekas menangkis dengan tangan terangkat.

Segera, pisau lipat lelaki itu bengkok.

Menatap kaget kedua senjata yang justru bengkok, kedua lelaki itupun memandang ngeri ke Gian dan berlari menjauh.

Tinggallah Gian kebingungan. Ada apa dengan mereka? Atau … ada apa dengannya? Gian menatap kedua tangan, memeriksa pinggang, semuanya baik-baik saja, tidak tergores dan tidak terasa sakit.

Masih bertanya-tanya mengenai itu, dia melanjutkan langkahnya ke sekolah.

Tiba di kelas, seperti biasa, banyak temannya mengerubungi dia hanya untuk dipinjami PR, dan bila beruntung, mereka bisa menyuruh Gian menyalinkankannya untuk mereka.

“Hei! Burik! Pinjam PR bahasa Inggrismu!”

“Bule palsu sudah datang! Sini! Sini! Mana PR kamu?”

“Oi, bule burik, salinkan PR untukku, yah! Nih!” Seorang gadis melemparkan buku tugasnya ke Gian ketika pemuda itu baru saja menaruh pantat di bangkunya.

“Aku sekalian!” Siswa lain juga melemparkan bukunya ke Gian.

“Kalian ini! Kenapa malah menyuruh Gian menuliskan PR kalian? Sudah bagus kalau dia membiarkan kalian mencontek pekerjaannya, ini malah diberi hati minta jantung dan paru-paru!” Alicia sudah muncul di ambang pintu kelas, berkacak pinggang, dan melihat Gian sudah dikerumuni untuk dimanfaatkan, sungguh pemandangan sehari-hari.

Mengabaikan teman-teman kelasnya bergumam dan kesal dengan tindakan Alicia, gadis itu menarik tangan Gian dan mereka keluar kelas.

“Cia, mau ke mana?” Gian bingung, tapi tidak berani menolak. Diapun pasrah mengikuti ke mana Alicia membawanya, padahal ada banyak pasang mata memandang ke mereka.

Mereka tiba di kebun belakang sekolah dan Alicia berkata, “Bantu aku memetik kersen, yah!”

Maka, keduanya mulai sibuk mengambil buah kersen di sana. Gian melihat wajah Alicia yang gembira, terutama ketika gadis itu menyesap buah kersen matang berwarna merah tua.

“Gian, kenapa kamu selalu saja memanjakan mereka?” tanya Alicia sembari tangannya lincah memetik kersen dan ditaruh ke saputangannya.

“Aku ….” Gian bingung harus memberi jawaban apa, dia tentunya tak menyukai dirinya ditindas dan dimanfaatkan, tapi bila melawan, hasilnya adalah memar dan pukulan.

“Kau harus melawan, Gian! Jangan terus menuruti keinginan mereka!”

“Itu … akan aku usahakan.”

Lalu, keduanya duduk di bangku beton dekat pohon kersen.

“Gian, apa kau tak sakit hati dengan perlakuan orang padamu selama ini? Kalau aku dibegitukan, tentu akan marah dan tak terima.”

“Aku tidak ingin memperpanjang masalah, Cia.”

“Oh ya, namamu berbau Eropa, apa kau punya darah keturunan Belanda atau Italia?” Alicia sembari membuang kersen yang sudah selesai dia isap habis airnya.

“Jerman. Aku memiliki darah Jerman, dan juga Indonesia.”

“Siapa yang orang Jerman?”

“Papaku.”

“Dia bekerja di Indonesia?”

Gian menggeleng. “Namanya Jansen Aldrian Bergmans. Kata mama, dia keturunan Jerman dan Belanda. Dia sudah kembali ke negaranya.”

“Oh! Kenapa?” Alicia berhenti mengisap kersen dan fokus menatap Gian.

Gian diam sejenak, patutkah dia membeberkan aib ayahnya?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   170 - Akhir Sebuah Petualangan

    “Ya, misimu sudah selesai. Kau bisa melanjutkan hidupmu seperti dulu atau seperti apapun yang kau inginkan.” Gumpalan itu menyahut Gian. Meski menyenangkan mengetahui bahwa dia sudah menyelesaikan misi, tapi ada keengganan di hatinya. Wajah gembira Gian berganti ke muram dan bertanya, “Apakah aku boleh tetap memiliki kekuatan ini dan meneruskan misi? Aku … jujur saja aku mulai menyukai menolong orang.” Dia sedikit malu saat mengatakannya dan menggaruk belakang kepalanya. Si gumpalan terdiam sesaat, tapi kemudian ada suara lain muncul dan itu barulah suara Dewa Milhesh. Mungkin ucapan Gian segera diteruskan ke sang dewa oleh gumpalan tadi. “Kau ingin tetap melakukan misi kemanusiaan?” tanya Dewa Milhesh ingin memastikan dari Gian sendiri. “Benar, Tuan Dewa.” Gian mengangguk dan meneruskan, “Saya sudah terbiasa melakukan misi ini dan rasanya sedih jika harus menyudahinya. Kalau Tuan Dewa berkenan, bolehkah saya meneruskan misi?” “Hm, ya sudah, kau bisa lanjutkan misimu sampai kau pu

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   169 - Lawan Kuat untuk Gian

    Gian sedang memberikan terapi penting pada seorang bapak untuk mencegah si bapak menderita penyumbatan darah di saluran yang ada pada jantungnya, tapi ternyata ada copet yang sedang dikejar seseorang yang mungkin saja korbannya.Haruskah Gian menghentikan terapi untuk menolong korban copet? Ternyata tidak perlu.Dengan santai, Gian cukup menjulurkan kakinya ke belakang saat dia sedang memberikan terapi di dada si bapak, dan copet yang berlari tadi tersandung dan terjungkal akibat itu sehingga dia bisa diringkus dengan cepat.Sepertinya Gian mulai menyukai misinya yang menyenangkan karena bisa membuat seseorang tersenyum bahagia usai ditolong. Apalagi, misi ini juga tidak memerlukan banyak tantangan. Mudah untuknya.Benarkah akan selalu mudah?***"Jangan kamu kira kamu yang paling hebat hanya karena kamu kuat!" Seorang lelaki menatap penuh dengki ke Gian saat mereka saling berhadapan di sebuah kebun kosong di sebuah desa. "Aku tidak merasa yang paling hebat. Aku hanya meminta kamu be

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   168 - Menghitung Kebajikan

    Ini masih jam 9 malam, belum terlalu larut malam sehingga masih ada banyak orang di jalanan.Ketika Gian baru saja menyembuhkan ibu pemilik warung kecil penjual pecel dan gado-gado, mendadak saja dikejutkan dengan teriakan orang-orang di dekatnya.Ketika Gian menatap apa yang menjadi biang keributan, ternyata ada mobil yang berjalan zig-zag tidak terkendali dengan kecepatan yang cukup tinggi. Meskipun jalanan sudah cukup sepi, namun masih ada banyak pejalan kaki di sana.Mobil itu tiba-tiba saja sudah berpindah ke daerah jalur sepeda dan hendak menyeruduk beberapa pesepeda yang sedang berada di sana.Gian lekas bergerak cepat dan menghilang dari hadapan ibu tadi dan dia sudah ada di depan mobil tadi dan memegangi bumper depan mobil sehingga kuda besi itu pun bisa berhenti secara paksa.Ketika mobil sudah berhasil dihentikan, orang-orang segera saja mengerumuninya dan terlihat pengendaranya ternyata sedang teler karena itu terlihat jelas dari tingkah lakunya.Oleh karena itu, orang-ora

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   167 - Menjadi Penyembuh Gratisan

    Gian berjalan kaki keluar rumah, dan bahkan dia tidak menggunakan kendaraan apapun untuk perjalanan misinya. Ini memang yang diperintahkan Dewa Milhesh kepadanya sebagai salah satu hukuman.Karena fisik kuat melebihi manusia biasa, Gian tidak mengalami kesulitan ketika dia harus berjalan berkilo-kilometer jauhnya tanpa berhenti.Di tas ransel yang dia bawa hanya ada 3 stel baju dan dalaman. Kostum ajaib dari perusahaan Rusia sudah dihancurkan oleh Dewa Milhesh kala itu di puncak gunung.Saat ini, Gian benar-benar mirip bocah petualang biasa. Hanya saja, dia terlihat berbeda karena penampilan menawannya.***Bruakk!Seorang lelaki terpental hingga menabrak tumpukan peti kayu di belakangnya ketika Gian meninjunya meski hanya mengeluarkan sekian persen kecil dari kekuatannya.“Bukankah sudah aku bilang agar kamu bersikap lebih pantas pada yang tua? Bisa-bisanya kamu merampas uang bapak ini!” tegur Gian pada orang yang baru saja dia tinju.Setelahnya, dia mengambil kembali segepok uang Rp

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   166 - Saatnya Berpamitan

    Gian benar-benar tidak bisa berkata-kata untuk beberapa saat ketika mendengar Alicia yang terdengar cemas dan bertanya pada dia.Meski Gian memiliki sekelumit dugaan bahwa orang yang memiliki perasaan kuat padanya hanyalah Alicia, tapi dia tetap saja terkejut mendapati bahwa itu adalah nyata.Padahal, Dewa Milhesh membuka segel penghapusan memori dimulai tadi malam, tapi ternyata Alicia sudah mencari dia sejak siang.Bergegas, Gian meraih ponselnya dan dia lupa bahwa dia sempat mengatur silent pada ponsel itu. Tentu saja, ada banyak panggilan tak terjawab dan chat yang semuanya adalah dari Alicia.“Cia … em, maaf … aku minta maaf, ponselnya aku silent, he he ….” Gian tersenyum canggung.“Oh, aku pikir kamu kenapa. Aku lega bukan main waktu kamu masuk ke kelas. Kau tahu, kau sudah tidak masuk berminggu-minggu, membuatku cemas saja.” Alicia seperti sedang mengomeli Gian, tapi remaja pria itu justru tersenyum senang.Ya, memang dari dulu hanya Alicia yang memiliki kepedulian lebih terhad

  • Genderang Perang Manusia Elektrokinesis   165 - Kembali ke Sekolah dan Menghadapi Mereka

    Memang informasi yang didapat Gian dari gumpalan gaib itu bukan suara melainkan pemahaman-pemahaman yang ingin dia ketahui.Gian diam dan mencerna apa yang masuk ke otaknya dari gumpalan kabut petir emas.Akhirnya dia paham, bahwa saat ini, semua anggota keluarganya hanya mengingat Gian di rentang waktu saat dia belum memiliki kekuatan super.Meski begitu, wajah Gian saat ini sudah sesuai dengan wajah terakhir dia, yaitu pemuda tampan yang membawa aura bule menawan padanya.Keluarga dan semua orang tidak akan ada yang ingat mengenai Gian memiliki kekuatan ajaib di luar nalar manusia. Oleh karena itu, Dewa Milhesh tidak memperbolehkan dia menunjukkan kekuatan itu jika bukan untuk kebajikan dalam misi kemanusiaan atau Gian bisa mendapatkan hukuman keras dari sang dewa.Karenanya, Gian pada malam harinya ketika pergi ke ruang makan untuk bersantap bersama ibu dan saudara-saudaranya, masih akan ada sikap usil dari Carlen dan Zohan.Namun, mereka sedikit terkejut dengan perubahan wajah Gia

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status