Share

Aku Sudah Menikah

Leon membalikkan tubuh dan mata langsung berkeliling ke segala arah. Dia ingin memastikan semua penglihatannya.

Benar-benar kosong. Sosok itu tak terlihat lagi dari puluhan orang yang lalu-lalang. Bisma merapikan kerah dan dasinya yang sempat rusak oleh cengkraman tuannya.

"Tuan memintaku untuk mencarinya lagi. Siapa dia? Apa hubungannya dengan Tuan? Bahkan setelah lima tahun dia tetap mencarinya." Bisma berdiskusi dengan batinnya sendiri.

Bisma mengikuti tuannya yang sudah lebih dulu masuk mobil. Dia melirik spion. Wajah kesal tuannya sangat terlihat jelas bahkan bertambah parah semenjak kejadian tadi.

"Tuan."

"Lanjutkan, aku akan menemuinya, tapi bukan untuk melakukan kencan. Aku akan membahas kontrak peluncuran produk terbaru kita!"

Perkataan Leon sudah seperti perintah yang tak bisa digoyahkan. Bisma sudah pasrah. Dia tidak akan memaksakan lagi tuannya untuk melakukan kencan buta. Tanpa aba-aba mobil pun melaju ke perjalanan awal mereka.

"Banyak sekali, Nis. Kau tidak salah belanja sebanyak ini?" Adam kaget ketika melihat Nisa pulang dengan beberapa tentengan makanan.

"Besok kamu libur kan Sarah?" kata Nisa.

"Uhm," jawab Sarah.

"Menginap disini, temani aku satu malam saja," Nisa membujuk Sarah.

"Ehem, tidak boleh. Sebaiknya habis ini, kau istirahat Nis. Pulihkan tenagamu. Pekerjaan pertamamu nanti akan sangat melelahkan!" Adam menggeleng sambil memberikan kode delikan pada Sarah.

"Kamu pelit banget sih, Dam. Aku hanya meminta dia menemaniku malam ini saja," Nisa menyadari kode yang diberikan Adam pada Sarah.

"Iya, Dam. Aku menginap ya, semalam saja," kini Sarah mulai bergelayut di lengan Adam, mencoba membujuknya.

"Haisss, iya, iya, nggak jadi, Dam. Sana pergi, tapi habiskan dulu makanan kalian," Nisa sadar diri sekarang malam minggu mereka.

"Huhuhu. Nasib jomblo." Nisa meringis dalam hati sambil memasukkan satu potongan kue besar ke dalam mulutnya.

Setelah mereka pulang Nisa merasa bosan. Walau sebenarnya, tubuh Nisa perlu istirahat. Namun, dia tetap merasa jenuh. Ingin menjenguk ibunya sudah terlalu malam dan jam besuk pun sudah habis. Alhasil Nisa luntang lantung di jalan sendirian.

"Hmm, bete. Aku ngapain ya?"

Nisa terus berfikir berjalan pelan di pinggir trotoar, tidak menyadari dari belokan sebuah mobil melaju dengan cepat dan memercikkan kubangan air ke bajunya.

BLASH. BYAARR.

"Arrrggghhh!" teriaknya sambil merapikan baju. Seorang laki-laki turun dan menghampirinya.

"Maaf, Nona. Saya tidak sengaja menyetir terlalu cepat! Saya sedang terburu-buru." Laki-laki tadi berusaha meminta maaf dan memberikan sapu tangannya untuk membantu membersihkan air yang menciprat di wajah Nisa.

Nisa mengangkat kepalanya, "Tidak apa-apa, Tuan. Saya yang salah karena jalan tak melihat!" Laki-laki tadi terus menatap wajah Nisa dengan lekat.

"Az-Aznii? Kamu, Aznii kan?" Sontak mata Nisa membulat lebar. Sudah lima tahun ini dia mengubur nama tersebut. Bahkan untuk pertemuan pertama pada orang yang baru dikenal dia lebih sering menyebutkan nama Nisa seperti keluarganya yang memanggilnya begitu.

Nisa menatap wajah orang di hadapannya yang berpenampilan sangat maskulin dengan jas dan sepatu mengkilapnya. Dia merasa tidak mengenal orang itu.

"Uhm, maaf mungkin anda salah orang, Tuan," Nisa berusaha menghindari dan akan pergi.

"Kamu? Lupa? Aku, Aldo mantan kamu waktu SMA dulu!"

Kini dada Nisa yang bergetar hebat ketika mendengar nama yang laki-laki yang ingin dia hindari. Nisa sudah melupakan semua yang terjadi lima tahun lalu. Dia tak ingin membuka atau mengusiknya lagi. Karena bagi Nisa sekarang, menjaga, merawat dan memulihkan ibunya adalah prioritas utama.

Nisa tetap tak menghiraukan, dia tetap berjalan meninggalkan Aldo.

"Az, Az ... dengarkan aku dulu, tolonglah!" ucap Aldo menarik tangan Nisa mencegahnya pergi. Nisa berhenti sejenak. Namun, tetap diam. Dia berusaha mendengarkan penjelasan Aldo.

"Jangan lari Az, aku mohon. Lihatlah, kamu nggak perlu lari dariku!" Aldo menunjuk satu buah cincin yang sudah melingkar di jari manisnya. Nisa meliriknya.

"Ah, dia sudah menikah."

Aldo merogoh saku celana dan mengeluarkan ponselnya.

Nada sambung beberapa kali terdengar, "Sayang, maaf ... aku tak bisa menjemputmu dengan Nata. Kamu naik taksi online saja, kita langsung bertemu di rumah ya, i love you!" Telpon pun terputus.

"Kita perlu bicara, Az!" Aldo menarik tangan Nisa masuk ke mobilnya, setelah dia benar-benar menutup teleponnya.

"Az, ayolah ... aku nggak akan macam-macam. Aku cuma mau bicara sama kamu!" Aldo mencegah Nisa yang akan keluar dari mobilnya.

"Huh, seharusnya tadi aku nggak keluar rumah. Tetap di kamar seperti yang Adam bilang." Nisa merutuki kebodohannya karena bertemu dengan Aldo.

"Bicaralah!" Akhirnya Nisa mencoba berdamai dengan dirinya sendiri.

"Katakan padaku, kemana saja kau pergi selama ini? Aku dan Leon terus mencarimu. Bahkan kami sampai datang ke rumahmu, tapi kau sudah pindah."

Aldo tak sabar menghujani Nisa dengan pertanyaan yang disimpannya selama beberapa tahun ini.

"Itu sudah berlalu, jadi aku nggak perlu jelaskan apapun lagi kan!" Nisa menjawabnya dengan ketus.

"Ayolah Az, aku ini nggak akan seperti dulu. Aku sudah menikah dengan seorang wanita yang bernama Sofia dan putriku, Nata sudah berusia empat tahun. Aku sudah benar-benar rela dan melepaskanmu. Kali ini aku bertanya sebagai seorang sahabat yang sangat mengkhawatirkanmu. Kau menghilang setelah kami bertengkar, apa yang sebenarnya terjadi, Az?" Aldo yang mencerca Nisa dengan pertanyaan lagi.

"Hurf!" Nisa membuang nafasnya perlahan, dia lega setelah mendengar ucapan dari Aldo.

"Intinya, aku baik-baik saja selama ini. Maaf jika dulu aku langsung menghilang. Aku hanya tak ingin merusak persahabatan kalian hanya karena persaingan cinta," jelas Nisa sekenanya sejak mendengar penjelasan Aldo barusan.

Nisa hanya samar-samar mengingat ucapan Aldo, dia sebenarnya tidak mengingat apapun yang terjadi 5 tahun lalu.

"Aku yang salah Az, kalau dulu aku nggak gegabah dan terbakar cemburu pada Leon. Kalian tidak akan seperti ini!" sesal Aldo.

"Sudah berlalu semua, jadi kita nggak perlu bahas masalah itu."

"Benar katamu, tapi nggak dengan Leon. Dia mencarimu seperti orang gila. Dia banyak berubah setelah kepergianmu. Bahkan aku sudah nggak bisa memberikan saran atau masukan apapun padanya!"

"Itu masalah dia, Aldo. Aku nggak ingin mengingatnya. Kita sekarang sudah punya jalan masing-masing!"

"Uhm, aku mengerti. Untungnya aku bertemu dengan Sofia. Dia sangat sabar menghadapi sikapku. Dia juga tak pernah menghujat diriku saat kehilangan arah karena kekecewaanku. Dia selalu mendukungku."

Aldo sudah terlihat berbeda. Setelah lima tahun dia berubah menjadi seorang laki-laki dewasa dan bijak. Walaupun Nisa dulu sempat memberi cap Aldo sebagai pembohong karena sikapnya. Setidaknya potongan itulah yang diingat Nisa.

"Aku senang kalau kamu bisa berbahagia dan bertemu dengan wanita yang tepat. Baiklah sudah malam, aku pulang dulu," ucap Nisa berbalik dan akan membuka pintu mobil Aldo.

"Aku antar ya, Az," Aldo menyentuh lengan Nisa.

Nisa menoleh, "Nggak ada maksud apa-apa Az, sudah malam, aku khawatir kamu kenapa-napa di jalan."

"Uhm, baiklah!"

"Boleh minta nomor teleponmu, Az?" Nisa menautkan kedua alisnya.

"Aku ingin mengenalkanmu dengan Sofia dan Nata," lanjut Aldo. Nisa pun menyerah dengan alasan Aldo dan mereka pun bertukar nomor telepon.

"Aldo."

"Uhm."

"Lain kali kalau kita ketemu panggil aku dengan Nisa, ya!" Kini Aldo yang menolehkan wajahnya sesaat.

"Karena Aznii sudah jadi masa lalu, sekarang hanya ada Nisa, putri kesayangan papa dan mamaku," jelas Nisa menerawang jauh tak memperdulikan Aldo yang masih menatapnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status