Share

Menghilang Lagi

Nisa masuk rumah sewaan.

Melihat sekeliling ruangan. Ruangan kecil dengan satu kamar tidur, mini dapur yang bersebelahan dengan kamar mandi dan sisa sedikit ruangan untuk dirinya duduk sejenak melepaskan lelah. Tanpa ada suasana mewah sedikit pun, sangat berbeda dengan masa lima tahunnya.

Nisa menyeret satu demi satu koper masuk ke dalam kamar. Kembali melihat sekeliling kamar, dengan satu single kasur lantai, lemari baju dan meja rias kecil.

Nisa menghela nafasnya sesaat.

"Sabar, Nis. Kau pasti bisa melewati semua, demi mama dan dirimu sendiri, semangat Nis." Nisa menyemangati dirinya sendiri.

Dia membuka satu persatu koper, menyusun baju-baju kedalam lemari. Usai semua tersusun dengan rapi dia mengambil satu baju tidur dan handuk, ber bebersih sebelum dia tidur.

Terdengar suara bel pintu berbunyi.

Nisa meraih ponsel, menyalahkan layar dan melihat jam menunjukkan pukul tujuh pagi. Dia tidak merasa punya janji, jadi dia bangun dengan malas dan bergerutu.

"Sepagi ini siapa yang datang sih?"

Nisa berjalan menghampiri pintu dan perlahan membukanya. Wajah Adam sudah berada di ambang pintu dengan seorang wanita.

"Pa–pagi, Dam?" Nisa canggung dengan menunjukkan wajah bantalnya.

"Maaf ganggu, Nis. Kamu baru bangun ya?" Adam terdengar merasa bersalah karena mengganggu tidurnya.

"Eh, nggak Dam, ayo masuk, maaf masih berantakan soalnya semalam aku hanya sempat merapikan beberapa barang."

Nisa menuntun mereka masuk dan duduk di lantai dengan satu meja bundar di tengahnya.

"Maaf ya, Dam, masih seadanya, rencana hari ini aku baru akan berbelanja barang-barang."

Nisa mencoba menghilangkan rasa tidak enaknya dengan memulai obrolan.

"Nggak apa-apa, Nis. Makanya kita pagi-pagi datang, mau membantu kamu biar pekerjaan cepat selesai dan kamu bisa istirahat penuh besok sebelum memulai hari pertama kerja kamu," jelas Adam memberitahu maksud kedatangannya.

"Wah ... terima kasih banyak Dam. Eh, ini siapa, Dam?" Nisa melirik wanita yang duduk di samping Adam. Dia terlihat malu-malu.

"Oya, ini aku perkenalkan, dia, Sarah teman dekatku. Ayo Sar." Sarah mengeluarkan tangan untuk berkenalan dengan Nisa.

"Faranisa Aznii, seenaknya kamu saja memanggil akunya, Sar." Nisa menjabat tangan Sarah dengan ramah.

"Sarah. Aku panggil, Nisa saja yah biar sama seperti Adam panggil kamu," ucap Sarah.

"Sarah jangan cemburu yah dengan kedekatanku dengan Adam, Adam sudah seperti kakak laki-laki buat aku," jelas Nisa agar tak terjadi kesalahpahaman di kemudian hari.

"Iya, Nis. Aku tahu kok, Adam sudah banyak cerita soal kamu dan keluarga sebelum kepulangan kamu," ucap Sarah yang langsung mengakrabkan diri.

"Ehem, ngobrol dilanjut nanti. Ini aku bawa sarapan dan air, kita sarapan bareng nanti keburu dingin!" sela Adam.

Suara nyaring dari perut Nisa langsung terdengar. Berbunyi ketika mendengar kata sarapan.

"Yahh, ketahuan deh ... kalau cacing-cacing diperutku sudah kelaparan!"

Mereka terkekeh bersama ketika mendengar candaan dari Nisa.

Beberapa jam berlalu.

Semua sudah tersusun dengan rapi, lantai dingin tadi sudah di sulap beralaskan karpet dengan empat bantal duduk yang mengelilingi meja bundar kecil tadi. Dinding ruangan Nisa ganti dengan memakai wallpaper yang bernuansa cerah agar bisa merubah mood menjadi lebih baik.

Kulkas satu pintu yang memang sudah tersedia juga, dia sudah isi dengan beberapa bahan makanan setidaknya cukup untuk satu dua minggu. Atau Nisa berharap bisa mencukupi untuk satu bulan sebelum dirinya mendapatkan gaji pertama. Beberapa alat masak dan peralatan makan dia pun membeli.

"Kalian tunggu disini dulu ya, aku keluar sebentar!" Nisa meraih tas kecilnya yang menggantung di balik pintu.

"Aku antar Nis," Adam langsung berdiri bersiap mengantar.

"No. No. No. Thanks, Dam. Tidak usah diantar, biar aku bisa menghafal jalan juga, pokoknya kalian duduk manis disini nggak boleh kemana-mana, kalau boleh pinjamkan aku motormu?" ucap Nisa sambil menodongkan tangannya pada Adam.

"Kamu bisa naik motor? Itu motor bebek loh, Nis?" Adam setengah tak percaya sambil menyerahkan kunci motornya.

"Kamu meremehkan aku? Begini-begini aku mantan kurir pengantar makanan saat aku kekurangan uang disana," ucap Nisa menyeringai langsung menutup pintu.

Tempat sewa yang dipilih Adam adalah bangunan dua lantai. Dengan Nisa kebetulan mendapatkan bangunan lantai kedua. Nisa turun melalui tangga besi berwarna hijau, motor Adam sudah terparkir di samping tangga besi tadi.

Nisa berencana akan membelikan mereka makan siang.

"Mungkin ke sebelah sini."

Nisa berpikir sambil mengendarai sepeda motor Adam melewati dua blok dan berbelok bertemu jalan raya.

"Ah, benar."

Nisa terus melajukan motor Adam secara perlahan. Dia menuju salah satu restoran siap saji. Nisa memarkirkan motor pada parkiran motor restoran makanan siap saji.

Namun, matanya teralihkan oleh toko kue di seberang jalan.

Nisa masih berdiri menunggu mobil yang melintas lalu lalang di lampu merah. Bertepatan saat lampu merah mobil Leon berhenti.

Mobilnya berada di bagian tengah jalan dan paling depan dekat trotoar penyeberangan jalan. Leon tampak bosan melipat kedua tangannya di dada memperhatikan orang yang lalu-lalang menyebrang jalan.

Matanya membulat lebar, kali ini siang hari, dia tidak sedang bermimpi dan Marko tidak mengajaknya minum. Sosok yang selalu dirindukan sekaligus di bencinya tepat melintas di hadapannya.

Tanpa ragu Leon membuka pintu mobil, disaat bersamaan dengan lampu hijau menyala. Suara klakson mobil terus berbunyi menghamburkan penglihatannya yang sudah tak mendapati sosok tersebut.

"Tuan, ada apa?" ucap Bisma, bingung melihat tingkah tuannya.

Leon membanting pintu mobilnya dengan kasar. Kesal sendiri.

"Aku yakin itu dia. Ternyata selama ini dia bersembunyi di kota ini. Pantas saja orang-orang suruhanku tak bisa melacak keberadaan, ternyata dia bersembunyi di lubang yang aku duduki."

Leon meracau dalam hati, seperti sosok dua tanduk monster berkepala merah tiba-tiba saja muncul dijiwanya.

"Putar mobil, aku mau ke toko kue itu," perintah Leon meyakini bahwa sosok yang dicarinya masuk kedalam toko kue.

"Lihat pembalasanku. Ketika aku menemukanmu, aku pastikan kali ini akan mengikatmu lebih erat. Kalau perlu aku pasangkan rantai di lehermu."

Nisa sibuk memilih beberapa roti dan satu kue berukuran kecil untuk sekali santap. Sudah mendapatkan yang dia mau segera membayarnya.

Mobil Leon masih belum terparkir dengan benar. Dia langsung membuka dan menerobos keluar. Leon berlari ke dalam toko kue, matanya terus berkeliling mengawasi setiap sudut. Namun, sosok yang dicarinya tak ditemukan.

"Ah, shit. Dia menghilang lagi. Aku yakin kali aku tak salah lihat."

Batin Leon bertambah kesal karena dia tetap kalah cepat mengejar sosok tersebut.

"Ada apa, Tuan? Akan sangat berbahaya jika Tuan berlari seperti tadi," Bisma lari tergagap mengejar tuannya yang seperti sedang mengejar maling.

"Kau ingat dulu aku pernah menyuruhmu menyelidiki seseorang? Apa orang-orang mu sedang membohongiku, hah?" Leon langsung menarik kedua kerah kemeja Bisma menahan amarahnya dengan eratan gigi yang terdengar jelas.

Bisma mencermati semua ucapan yang keluar dari mulut tuannya lalu dia mengingatnya, "Saya tidak berani, Tuan. Mana mungkin saya membohongi anda, memang benar tidak ada jejak tertinggal untuk orang itu," sahut Bisma dengan tubuhnya yang sudah bergetar.

"Kalau begitu, cari lagi dia. Selidiki ulang dimana keberadaan dia sekarang. Aku menginginkan data itu sampai di tanganku paling lambat hari senin!"

Perintah Leon sambil menghempaskan kasar kerah kemeja Bisma yang sudah dicengkramnya tadi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status