"Kalau emang kamu mengartikannya kayak gitu, Mama nggak akan keberatan," sahut Bu Tiara mengundang rasa ingin tahu Yusuf lebih lagi.
"Mama tau itu bukan soal gampang--"
"Tapi Mama juga tau kamu itu anak genius, kamu anak yang pintar, kamu pasti tau cara menggelapkan uang perusahaan tapi atas nama papa kamu."
Kalimat barusan itu dilontarkan oleh Bu Tiara begitu entengnya, seakan tak ada beban sama sekali, meski sebetulnya yang dia katakan jelas-jelas adalah hal keji yang kotor. Mata Yusuf melebar, mukanya pucat. Jadi itu maksud Mama? batinnya.
Seakan mengetahui bahwa puteranya tampak ragu, Bu Tiara meraih tangan Yusuf untuk meyakinkan dirinya. "Suf ... kamu mau hidup bersama Mama, kan? Kamu mau kita hidup tenang selamanya, kan? Mama udah menyiapkan posisi bagus untuk kamu, Leila juga akan membantu kita. Apa lagi yang kamu raguin?"
Yusuf menarik napas sesak seraya melep
Baik kepala Yusuf maupun Bella kini sama-sama dipenuhi oleh beban masing-masing, keduanya pula sama-sama belum mengutarakan apa yang dialami oleh mereka. Yusuf belum yakin apakah dia akan memenuhi permintaan sang ibu, sedang Bella belum yakin apakah dia sanggup melupakan Yusuf dari hidupnya.Penjualan majalah edisi bulan ini pun meningkat tajam, sponsor dari berbagai merek ternama mengantre untuk mengisi edisi berikutnya. Yusuf menjadi kian dilema, mungkinkah dia sungguh akan menghancurkan perusahaan ini setelah dia berhasil perlahan memperbaikinya?“Ada berita baik, Pak!” seru Emma sambil berlari kecil memasuki ruang kerja Yusuf.Yusuf menaruh kembali gagang telepon dan melipat kedua tangan di atas meja, ingin mendengarkan lebih lanjut pengumuman dari sekretarisnya.“Kita dapat sepuluh tiket liburan ke Lombok dari travel yang bulan lalu kita ulas! Katanya penjualan mere
Mata Yusuf sinis memandang ekspresi semringah Bella yang tengah menyentuh pelan lukisan hitam pemberian Agus. Dia yang disangka tidak akan menyukai lukisan justru pada akhirnya yang memilih, bahkan dapat secara gratis.“Mas, tolong gantung di dinding kita, dong!” pinta Bella manja.“Males! Kamu minta aja tuh orang yang gantung sekalian!” tolak Yusuf masih sebal.“Ih!”Bella pula yang akhirnya menarik sebuah kursi lalu berupaya mengangkat lukisan tersebut untuk dipajang di dinding kamar mereka. Namun, kakinya bergerak goyah sebab tak kuat menahan lukisan yang berat. Untung sebelum dia ambruk jatuh karena kehilangan keseimbangan, Yusuf sudah langsung menangkap dirinya.“Emang ngerepotin aja bisa nya!” damprat Yusuf.“Mas makanya bantuin dari awal! Emang Mas mau kehilangan aku lebih cepat dari seharusny
Alih-alih pergi, Malik malah sengaja mendekati Bella. Tangannya terangkat menyingkap sedikit ujung topi pantai rajut lebar yang dikenakan oleh Bella.“Jangan kurang ajar!” hardik Bella sambil menepis tangan Malik.Malik tersenyum sempat melihat jelas wajah Bella seutuhnya. “Muka kamu yang merah karena sinar matahari keliatan manis banget,” ucapnya memberi pujian.“Jangan gila kamu! Sebaiknya kamu pergi sekarang sebelum Yusuf datang, kamu bisa dihajar lagi kayak malam itu! Kamu masih ingat kan gimana bonyoknya muka kamu?”Malik tersenyum miring. “Menurut aku rasa sakitnya sepadan, kok. Lebih baik sakit menahan pukulan di pipi ketimbang sakit menahan rindu sama kamu.”“Kamu udah gila, ya? Senewen!” Bella berniat untuk meninggalkan Malik sendirian sebab kata-kata manis dari mulut pria itu mulai membuatnya tidak nyaman
Hari terakhir berada di Lombok dihabiskan Bella dan Yusuf hanya untuk bersantai dan berjemur di sekitar pantai. Pemandangan siang itu cerah, laut terlihat begitu biru berkilauan diterpa terik matahari.Bella yang mengenakan bikini oranye dibalut kain pantai motif bunga kamboja menutupi mukanya dengan topi rajut untuk menghindari silau matahari. Selama beberapa hari di Lombok, kulitnya sudah menjadi lebih tan ketimbang sebelumnya, dan Yusuf kerap memujinya belakangan ini, lebih seksi katanya.Sementara di sampingnya, Yusuf yang berbaring santai mengenakan sunglasses menutup matanya, menikmati embusan angin laut yang sepoi-sepoi.Ketenangan di antara mereka pecah tatkala ponsel pintar Yusuf berbunyi, masuk sebuah panggilan. Yusuf bergegas mengecek ponselnya, Bella ikut memperhatikan.“Halo? ... apa? Ck, ok ok, baik, saya urus sekarang.”Kening Bella mengerut, penasaran Yusuf bicara dengan siapa. Tak lama, muncul Emma dari tenda di belakan
“Udah kelar urusannya, Mas?” tanya Bella agak panik sambil berjalan mendekati Yusuf.Malik ikut turun dari speed boat, tapi matanya tampak menghindar dari tatapan Yusuf yang teramat tajam. Mata Yusuf nyalang, tinjunya terkepal di sisi celana, rahangnya menggeretak, tapi dia masih bergeming.“Mas?” sapa Bella takut melihat sikap diam Yusuf.Alih-alih menjawab pertanyaan Bella, tiba-tiba Yusuf malah bergerak cepat menghampiri Malik, lalu tanpa aba-aba melayangkan tinju tepat di tulang pipinya sampai Malik terpental ke belakang. Malik jatuh menimpa pasir putih pantai.“Mas Yusuf!” teriak Bella yang bergegas membantu Malik.Sikap Bella yang malah lebih memperhatikan Malik tentu membakar hati Yusuf, membuat amarah di dadanya lebih membendung.“Menjauh dari dia, Bella! Menjauh dari dia sekarang!” teriak Yusuf memerintah.Bella tidak patuh begitu saja, membuat darah Yusuf lebih mendidih lagi.
Yusuf memang pulang lebih dulu ke Jakarta bersama Emma, sedang Bella pulang dengan penerbangan berikutnya bersama tim satu divisi Malik.Degup jantung Bella kembali terpompa ketika dia sampai di depan pintu apartemen, takut Yusuf masih ngambek kepadanya. Dia beranikan diri untuk membuka pintu, tapi tak ada siapa-siapa di dalam, lengang saja, tidak tampak batang hidung Yusuf.“Ke mana Mas Yusuf? Harusnya dia udah nyampe duluan ...” lirih Bella bingung.Bella bahkan menunggu sampai malam hari, tapi Yusuf tak juga pulang. Ponselnya bahkan tidak bisa dihubungi, Bella menyerah sudah. Barangkali dia sedang pergi menenangkan pikiran, besok saja di kantor mereka selesaikan semuanya, begitu pikir Bella, dia putuskan untuk segera pergi tidur, hari esok telah menanti dirinya dengan tumpukan pekerjaan.***Emma baru selesai menerima panggilan ketika Bella turun dari lift, dan langsung bergerak hendak masuk ke dalam ruang kerja Yusuf. Emma segera ba
Pikiran Bella masih mengawang-awang mengingat apa yang tadi diucapkan oleh Yusuf; putus. Apa semudah itu bagi mereka untuk berpisah? Sungguhkah semua berakhir di sini? Batinnya tak percaya. Semua terasa begitu surreal, tidak nyata, Bella berharap ini hanya mimpi. Dia berharap semua ini hanya lelucon atau prank yang dibuat oleh Yusuf."Kamu nggak apa-apa, Bel? Mau ikut ngopi, nggak?" ajak Ruby.Bella bergeming, mukanya yang pucat akhirnya memicu kecemasan Ruby."Bel, woi! Kamu nggak apa-apa, kan?"Detik selanjutnya Bella berdiri, dan langsung pergi ke toilet. Di sana dia melepaskan tangisan sejadi-jadinya. Dia sadar satu hal, dia dan Yusuf benar-benar telah berpisah, mereka sungguh putus kali ini. Bukan lelucon, dan tidak ada prank.***Kabar soal putusnya Bella dan Yusuf menyambar cepat ke seisi kantor majalah GLAM layaknya api yang disiram dengan bensin. Meski banyak yang menodongnya dengan pertanyaan, Bella memilih untuk bungkam.Da
“Enak udonnya?” tanya Malik.Tanpa kata-kata, Bella mengangguk dengan mulut yang tak henti menyeruput udon buatan Malik. Tadinya Malik ingin mengajaknya makan malam di restoran turki favoritnya, tapi restoran itu sudah telanjur tutup. Tak ada opsi lain, Malik mengajak Bella ke apartemennya, lalu memasak semangkuk udon instan.Bella makan amat lahap, wajar mengingat perutnya tak diisi sejak siang, ditambah stres memikirkan nasib cintanya dengan Yusuf yang telah resmi kandas, dia memang butuh energi ekstra.“Enak banget! Makasih ya!” seru Bella sambil menyeka mulutnya dari sisa minyak makanan.“Cuma itu yang bisa aku buat,” sahut Malik tersipu.Lantaran canggung, Bella mengedarkan pandangan ke sekitar apartemen Malik yang serba krem. “Cantik ya apartemen kamu. Rapi juga, terurus.”“Iya ... tapi nggak sebagus punya Yusuf, kan? Lokasinya juga nggak elit, ini juga udah syukur aku dikasih.&rdqu