Share

7. Teman Baru

Author Pov

Hari libur yang membosankan. 

Hanna menguap untuk ke sekian kalinya. Dia sedang rebahan santai di sofa malas yang ada di ruangan tengah. Sambil menonton kartun favoritnya yang tayang di tanggal merah selain hari minggu, dia lantas mencomot keripik kentang di dalam toples yang dipangkunya.

"Hanna, lo leha-leha mulu dari tadi pagi, gak joging lo?" 

Kepala gadis itu lantas menoleh ke asal suara. Milo, kakaknya kini berjalan menghampiri Hanna dan lekas duduk di sofa sebelah sofa malas yang ditempati Hanna.

"Mau ke mana lo, Bang?" alih-alih menjawab pertanyaan Milo, Hanna justru malah bertanya balik sambil meneliti penampilan sang kakak yang mengenakan pakaian casual dengan ransel kecil tersampir di salah satu pundaknya.

"Gue mau ke tempat latihan karate gue dulu. Udah lama gak main ke sana, sekalian mau adu kemampuan aja sama temen-temen lama. Mumpung lagi libur sekolah juga...." tukas Milo seraya mengikat tali sepatunya.

Mendengar Milo hendak pergi ke tempat karate, Hanna langsung bangun dari posisi rebahannya. Kini, dia menatap kakaknya itu dengan sorot berbinar.

"Lo mau ke tempat karate? Gue ikut ya, Bang!" pinta Hanna antusias. 

"Ikut? Emangnya lo gak ada acara sama temen-temen lo?" toleh Milo menaikkan sebelah alis.

"Ada sih, tapi masih entar sore sama si Zola. Ayolah, Bang ... daripada gue lumutan nungguin rumah kan gue mending ikut elo. Duo B juga lagi dibawa ibu negara jalan-jalan kan," bujuk Hanna mengguncang lengan kakaknya.

"Haduh ... ya udah deh, ayo! Tapi lo ganti baju dulu sana, gak pake lama!" titah Milo setelah setuju untuk mengajak adiknya.

"Aye aye, Capten! Kasih gue waktu lima menit," cetus Hanna sigap beranjak, lalu ia pun berlari menuju tangga yang langsung dinaikinya.

Melihat adiknya yang superlincah, Milo hanya geleng-geleng saja. Lalu, ia pun meraih toples yang masih terbuka dan mengambil keripik kentang untuk dimasukkan ke dalam mulutnya. 

Sesuai waktu yang sudah ditentukan sebelumnya, Hanna pun muncul di menit ke 5. Dia berlari kecil menuruni tangga, menghampiri kakaknya yang sedang duduk bersandar sambil memainkan ponsel di tangannya.

"Yuk, Bang!" seru Hanna membuat Milo mengangkat muka lantas menoleh ke arah Hanna.

Dilihatnya, Hanna sudah berganti pakaian dengan celana jeans robek-robek dan kaus hitam kebesaran yang cukup simple untuk penampilannya. Rambutnya ia gerai, sebuah topi hitam Hanna pakai dengan posisi terbalik. 

"Simple amat tampilan lo," gumam Milo berkomentar.

"Lah, kan lo mau bawa gue ke tempat Karate. Masa iya gue pake gaun seksi buat datang ke sana," sahut Hanna memutar bola mata.

"Iya sih," angguk Milo setuju, "Tapi--ah, ya udah deh ... ayo!" Milo pun turut berdiri setelah mematikan televisi terlebih dahulu. Lalu, ia merangkul Hanna sembari berjalan kompak menuju pintu utama.

---

Sesampainya di tempat Karate bekas Milo dulu belajar bela diri, Hanna pun dikenalkan pada teman-teman Milo yang seperguruan dengannya waktu dulu. Semuanya begitu antusias menyambut kedatangan Milo yang ditemani adiknya. Bahkan, beberapa dari teman Milo pun langsung mengakrabkan diri dengan Hanna yang dasarnya memang memiliki sifat mudah bergaul juga sangat supel. Membuat Milo tidak terlalu cemas jika adiknya ditinggal ke dalam untuk sekadar bertemu dulu dengan mantan pelatihnya. Milo pun melenggang bersama semua teman-temannya yang juga belum menemui sang pelatih.

"Hanna, ya?" sapa seorang cowok tinggi yang sudah mengenakan pakaian serba putih khas karate bersabuk hitam di pinggang.

Gadis itu lantas menoleh, dia memang sedang duduk menunggu selagi kakaknya masuk ke dalam aula untuk bertemu dengan pelatihnya. 

"Iya. Lo siapa?" tanya Hanna balik lantas mendongak dan sedikit terpana dengan ketampanan cowok yang saat ini masih berdiri di belakangnya. Hanna juga cewek normal yang bisa menyukai lawan jenisnya, okey!

"Oh, kenalin.... " sahutnya seraya mengulurkan tangan kanan, "Gue Arjuna, tapi biasa dipanggil Juna," ucapnya memperkenalkan diri yang langsung dijabat oleh tangan kecil Hanna.

"Oke, salam kenal Juna. Seperti yang udah lo tau, gue Hanna...." balas Hanna tersenyum ramah.

Tangan mereka sudah terlepas dan sekarang Arjuna mendudukkan diri di sebelah Hanna. 

"By the way, lo ini adik kandung Milo?" lontar Juna melirik. Sedikit mengamati postur muka Hanna yang memang ada mirip-miripnya dengan Milo.

Alis Hanna terangkat sebelah, senyuman geli pun tersungging dari bibirnya, "Iya lah, masa adik bohongan...." kerling Hanna sejenak, disusul dengan geleng-geleng kepala.

Juna sedikit tak percaya, mengingat dulu saat ia masih sama-sama belajar karate di bawah perguruan yang sama dengan Milo. Juna belum pernah sekalipun mendengar Milo menyinggung soal adiknya ini. Jadi, bukan salah Juna kan kalau dia sedikit ragu?

"Lo temen Bang Milo?" tegur Hanna membuyarkan pikiran Juna.

"Ah? Emm ... I-iya, dulu kita belajar bela diri bareng di Dojo ini. Cuman, di periode ke dua ... Milo memutuskan buat keluar dan pindah perguruan katanya," jelas Juna, Hanna pun manggut-manggut karena baru tahu. 

Dulu, Hanna memang tidak tinggal di Jakarta, jadi wajar kalau Hanna banyak ketinggalan berita tentang kakaknya di masa lampau.

"Oh iya, lo sekolah di mana?" tanya Hanna lagi, entah kenapa mengobrol dengan Juna rasa nyaman langsung didapatkannya.

"Gue? Emm ... gue sekolah di SMA Garuda. Kalo elo?" 

"Dulu sih di Saruna Bakti bareng Bang Milo juga, tapi karena satu dan lain hal ... gue dipindahin ke Bimantara," ujar Hanna menggedikkan bahu.

"Bimantara?" ulang Juna tertegun tak menyangka.

"Iya. Kenapa? Kok, kayak kaget gitu denger gue sekolah di sana...." tatap Hanna heran.

Juna tercengir gak jelas, tangannya malah mengusap tengkuk seperti orang salah tingkah. "Gak apa-apa sih, cuman ... di Bimantara ada Bokap gue," gumam Juna meringis.

"Oh, ya? Siapa? Bokap lo guru? Guru apa? Mungkin, gue pernah ke ajar juga sama Bokap lo juga," cerocos Hanna sangat ingin tahu.

"No!" geleng Juna, "Bokap gue Kepala sekolah di Bimantara," cetus Juna membuat Hanna terbelalak.

"Seriously??" pekik Hanna spechless, "Jadi, lo itu anak Pak Fero?" 

Giliran Juna yang sekarang menunjukkan raut kagetnya, "Lo kenal dekat sama Bokap gue?"

"Gak deket-deket banget sih, cuma kayaknya Bokap lo sama Bokap gue itu berteman baik deh sejak dulu," pikir Hanna, mengingat bagaimana akrabnya Papa Hanna dan Kepala sekolah itu sewaktu Hanna pertama kali dipindahkan.

Juna manggut-manggut, dia baru tahu juga kalau ayahnya berteman dengan papa Hanna yang berarti, papa Milo juga. Kenapa Juna tidak mengetahuinya sejak dulu, ya?

Di tengah asyiknya perbincangan mereka, tiba-tiba saja sebuah tendangan cukup keras mendarat di punggung Juna. Membuat Hanna terpekik kaget saat melihat tubuh jangkung Juna sampai tersungkur ke aspal sana. 

"Juna!" seru Hanna lekas berdiri.

Gadis itu lalu menengok ke belakang. Ia sempat terkejut saat mendapati sosok kakaknya yang sudah memakai pakaian khas karate seperti Juna dengan sabuk hitam yang setara. 

"Bangun lo, Jun! Masa baru ketemu lagi lo jadi letoy gitu. Kemampuan bela diri lo dibuang ke mana, eh?" lontar Milo bersedekap, dia menyeringai ketika melihat Juna mulai bangkit berdiri.

Kini, Juna pun sudah kembali berdiri menghadap Milo yang berdiri angkuh di atas lantai. Sementara Juna masih menjejaki aspal sambil mengusap ujung hidungnya yang tersusut aspal. 

"Kampret lo, Mil! Demennya maen belakang," delik Juna lekas melangkah menaiki lagi dua undakan lantai, hingga akhirnya ia berhadapan langsung dengan Milo dalam jarak yang cukup dekat.

Milo tersenyum lebar lantas mengajak Juna ber-highfive ria sembari saling berpelukan ala cowok-cowok jantan biasanya. Melihat kelakuan dua cowok itu, Hanna pun hanya mampu geleng-geleng. Dia pikir Juna musuhan dengan Milo, tahunya Milo cuman iseng mau bikin muka tampan Juna sedikit lecet sepertinya.

Emang dasar ya, absurd banget kelakuan cowok!

----

"Woaah, jadi ade lo ini jago bela diri juga?" pekik Juna takjub.

Milo lantas mengangguk mantap, "Iya. Dan gue berani bertaruh, dibanding elo ... kemampuan bertarungnya pasti lebih jago ade gue!" cetus Milo bangga sembari memakan mie ayam yang sudah ia lahap setengahnya.

Dipuji sang kakak Hanna jadi tersenyum malu. Apalagi Milo memujinya di depan cowok sekeren Juna, siapa yang gak tersipu coba?

Pletak.

"Aw!" jerit Hanna mengusap kepala belakangnya, lalu menatap Milo dengan tajam karena sudah berani menjitaknya.

"Lagak lo udah kayak cewek aja!" rutuk Milo memutar bola mata.

"Dih, emang ade lo cewek kali, Mil! Muka cantik gitu lo kira apaan emang? Lo cakep-cakep katarak," sambar Juna membela sekaligus memuji gadis itu, membuat Hanna semakin tersipu dibuatnya.

"Haish, cewek jadi-jadian sih iya," gerutu Milo sambil memalingkan muka ke lain arah.

Duagh.

"Anjrit!" kini giliran Milo yang berteriak kesakitan, tulang keringnya langsung berdenyut setelah ditendang ujung sneaker Hanna. 

"Hanna, sakit anjir! Kasar banget lo jadi cewek...." maki Milo meringis seraya menaikkan kaki kirinya ke atas paha kanan dan mengusap tulang keringnya yang masih berdenyut.

"Rasain lo!" sungut Hanna menyumpahi, lantas tanpa ragu ia pun memeletkan lidahnya meledek Milo.

Melihat tingkah lucu dari Hanna yang tak henti mengejek kakaknya, Juna jadi senyum-senyum sendiri. Baru kali ini dia menemukan cewek semacam Hanna. Maksudnya, selama ini Juna banyak digandrungi cewek-cewek cantik dengan berbagai karakter, tapi yang seperti Hanna baru pertama kali ini ia temui. Selain cantik, jago bela diri--meskipun Juna belum lihat secara langsung--, lucu dan gak tomboy-tomboy banget pula. Duh, Juna jadi kesengsem.

"Udah ah gue mau ke toilet dulu," tiba-tiba saja Hanna berdiri pamit ke toilet.

Juna mendongak menatap gadis itu, "Perlu gue antar, Han?" tawar Juna antusias.

Lagi-lagi kedua pipi Hanna merona, entah apa yang terjadi. Tapi semenjak kenalan sama Juna, reaksi dari dalam diri Hanna begitu cepat mencuat memberikan efek yang besar di wajah cantiknya itu.

"Gak usah, gue bisa sendiri kok...." tolak Hanna sok imut, membuat Milo memasang ekspresi ingin muntah tatkala melihat gelagat adiknya yang sedikit lebay tak biasanya.

"Duh, Juna ... lo udah kayak satpam aja mau sok-sok ngejagain ade gue. Tenang aja! Dia mah gak perlu penjagaan, orang sama kakaknya sendiri aja doyan nyiksa," oceh Milo ala kadarnya, yang langsung mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya ketika Hanna siap untuk menyerang lagi bagian dari tubuhnya.

Setelah mengabaikan perkataan kakaknya, Hanna pun lekas melengos meninggalkan dua cowok yang masih duduk anteng di meja itu. Seusai adu kemampuan bela diri antar sesama alumni perguruan karate di bawah pelatihan Shimpay Ziko-chan, Milo memang langsung mengajak adiknya untuk makan di kantin belakang Dojo karate itu. Bahkan, Juna pun ikut serta, katanya dia sekalian mau lebih kenal dekat sama adik Milo. 

Sepeninggal Hanna yang izin ke toilet, i-Phone Milo pun berdering. Sebuah panggilan masuk perlu ia jawab detik ini juga. 

Mama calling!

"Wait ya, Jun, nyokap gue nih...." ujar Milo menggoyangkan benda tipis di tangannya.

Juna mengangguk, lalu Milo pun beranjak dari duduknya. Mengambil arah ke tempat yang cukup lenggang. Kemudian Milo pun segera menjawab panggilannya.

"Ya, Ma?" sambut Milo.

"Kamu di mana? Kok rumah kosong?"

"Milo lagi di Dojo Karate tempat dulu Milo latihan, Ma. Emang kenapa?" 

"Hanna juga?" tanya mamanya menambahkan.

"Iya, Hanna ikut Milo tadi. Dia bosan kalo harus sendirian jaga rumah katanya," terang Milo, "Mama sama Bara, Barie udah pulang?" tanya balik Milo.

"Udah, Mil, kamu cepetan pulang, ya. Mama mau titipin Bara sama Barie ke kamu nih. Mama harus susulin Papa ke tempat pertemuan kliennya," suruh Mamanya terdengar begitu tergesa.

"Ck. Tanggal merah gini masih aja ngurusin kerjaan...." dumel Milo jengah.

"Udah deh, kedengeran sama Papa kamu bisa diomelin panjang lebar kamu, Mil...." hardik Nia mengingatkan.

"Iya iya. Ya udah, sekarang Milo langsung pulang deh," putus cowok itu setengah terpaksa.

"Iya, Mil, Mama tunggu ya...."

Dan sambungan pun diputuskan langsung oleh mamanya. 

"Huh, kerjaan mulu yang diutamain. Heran deh, orangtua sekarang tuh kayaknya lebih mementingkan uang ketimbang anak-anaknya sendiri," gerutu Milo kesal, lantas kembali melangkahkan kaki menemui Juna.

Sekembalinya Milo ke meja, Hanna belum muncul juga. Dia hanya melihat Juna yang sedang asyik menyeruput es campur di gelasnya. 

"Jun," Milo menepuk pundak Juna cukup keras.

"Uhuk uhuk, Monyet! Lo mau bikin gue ketemu Tuhan?" maki Juna mengumpat, karena ia baru saja dibuat tersedak gara-gara ulah Milo.

"Hehe, sorry, Brad ... gue sengaja," cengir Milo konyol yang langsung dipelototi Juna, "Eh, gak sengaja maksud gue, Jun...." ralatnya buru-buru, daripada dibogem Juna. 

"Gak berperasaan banget lo sama gue," gerutu Juna mendelik.

"Iya, sorry." kekeh Milo menaik turunkan alisnya, "Duh, si Hanna masih lama gak ya?" gumam Milo berkacak pinggang.

"Kenapa emang? Lo mau balik?" tanya Juna mendongak.

"Iya, disuruh nyokap nih," angguk Milo mengiyakan.

"Ya udah, balik aja sana!" usir Juna membuat Milo berdecak lantas menjitak kepala Juna anarkis.

"Lo ngejitak mulu, kalo gue geger otak gimana?" bentak Juna tak terima.

"Baru sekali juga," protes Milo mencolek dagu Juna jahil.

"Haish, tau ah." Juna menepis tangan Milo kasar, "Eh, tapi kalo lo mau balik duluan ya balik aja, Mil, kayaknya ade lo masih lama deh...." ungkap Juna mengira-ngira.

"Lah, terus kalo gue balik ... entar si Hanna gimana? Masa gue tinggalin," semprot Milo memelotot horor.

"Kan ada guee, Mil!" seru Juna membusungkan dada.

"Hah? Maksud lo?" dahi Milo spontan mengkerut.

"Ya Hanna biar gue yang antar deh. Gampang soal itu!" ujar Juna siap sedia.

"Lo yang antar? Ah, engga deh, entar lo modusin ade gue lagi," Milo menggeleng gak rela.

Melihat ketidakrelaan dari sorot mata Milo, Juna pun mendengus keki "Duh, Mil otak lo kebanyakan nonton sinetron. Kagak bakal gue modusin Hanna, kalo seriusin sih bisa jadi...." seloroh Juna terkikik.

"Cih! Model kayak lo mau seriusin ade gue, label buaya daratnya lo hapus dulu tuh dari jidat lo," sembur Milo menoyor jidat Juna.

"Ah elah, Mil, serius gue. Gak bakal deh gue modusin Hanna. Gue cuma mau berniat baik aja buat bantuin lo," cetus Juna meyakinkan.

"Bener nih?" tatap Milo serius.

"Iyalah, Mil, kita temenan udah berapa lama sih?" cetus Juna sedikit sewot.

Di sela Milo yang meragukan niat baik Juna, iPhonenya bergetar lagi. Kali ini satu pesan Whatsapp yang masuk. Milo pun mengeceknya langsung dan ternyata itu pesan dari mamanya yang menyuruhnya untuk segera pulang.

"Dari nyokap lo, ya?" tebak Juna menaikkan sebelah alis, Milo lantas langsung mengangguk.

"Tuh kan, udah ... Hanna biar balik sama gue aja. Masa lo gak percaya sih sama gue?" Juna masih mengotot.

Milo berpikir sejenak, sampai akhirnya dia pun menyerah dan mau tak mau cowok itu pun menyetujui usulan dari Juna. 

"Oke deh gue percayain Hanna sama lo. Tapi jangan macem-macem lo sama ade gue, kalo berani modusin Hanna ... lo bonyok pas pulang nanti!" ancam Milo tak main-main.

"Iya, Tuan. Hamba paham," angguk Juna membungkuk hormat.

Milo berdecak muak. Lantas setelah kembali melayangkan ancaman pada Juna, cowok itu pun lekas pergi memenuhi panggilan ibu negara yang sudah cerewet menyuruhnya buru-buru pulang.

---

Devano Abraham.

Dia bersama sebagian bandit Bimantara lainnya sedang berkumpul di sebuah parking area kafe. Mereka baru saja selesai mengadakan pertemuan sekaligus merayakan kesembuhan salah satu kaki tangan Dev, Adam Sinclair. Senin kemarin, ia sudah mulai masuk sekolah lagi, dan baru Rabu ini mereka bisa berkumpul bareng setelah berhasil membooking kafe untuk tempat perayaannya. Mumpung tanggal merah juga katanya. Mereka sengaja memilih waktu di siang hari, karena mereka tidak ingin terhanyut oleh minum-minuman beralkohol yang bisa membahayakan siapa pun ketika waktunya pulang.

"Setelah ini, ada rencana ke mana dulu, Bos?" tanya Panca yang bertengger di atas ninja hijaunya sendiri.

"Gue gak tau. Tanya yang lainnya aja deh," sahut Dev mengangkat bahu tak acuh.

"Ke rumah gue aja, yok! Lumayan lah, bisa ngelakuin hal sesuka lo pada kalo di sana," ajak Adam mengusulkan.

"Lah, emang bini lo gak bakal ngamuk, Dam?" tanya Okan menyambar.

Adam mengibaskan sebelah tangan, "Tenang aja, dia udah jinak kok...." kekeh Adam terlampau santai.

"Lo kata dia burung pake dijinakin dulu," komentar Berry yang membuat semuanya tertawa konyol, kecuali Dev.

Cowok itu justru sedang memokuskan pandangannya ke satu arah yang baru saja melintas dengan mata yang menyipit sebagai tanda penajaman di penglihatannya. Lantas, tangannya mencengkeram stang harley-nya dengan sangat kuat ketika sosok yang dilihatnya benar-benar orang yang sangat dikenalinya.

"Berengsek," geram Dev mengumpat, membuat Adam menoleh cepat saat mendengar umpatan dari mulut pimpinan banditnya.

"Dev, lo kenapa?" tanya Adam ingin tahu.

Dev lantas menggeleng, dia meraih helmnya dan bersiap untuk mengenakannya. Membuat semua anak buahnya ikut bersiap-siap untuk mengikutinya walau belum tahu apa yang tengah terjadi pada Dev.

"Lo semua gak perlu ikut, langsung pada ke rumah Adam aja. Entar gue nyusul," komando Dev membuat seluruh anak buahnya saling berpandangan tak mengerti.

"Tapi, Bos, lo sendiri mau ke mana?" tanya Panca penasaran.

"Ada satu hal yang harus gue urus," jawab Dev datar dengan rahang yang mengeras.

"Lo gak butuh bantuan kita?" tawar Adam yang langsung dibalas dengan gelengan kepala oleh Dev.

"Serius, Bos?" timpal Okan kali ini.

"Serius. Gue bisa nyelesein urusan gue sendiri," tegas Dev menatap anak buahnya bergantian.

Setelah akhirnya tidak ada yang berkomentar lagi, Dev pun segera memakai helm dan menjalankan harley-nya meninggalkan seluruh anak buahnya yang masih saling berpandangan heran.

"Lo yakin Bos Devano bakal baik-baik aja?" tanya Okan mencolek pundak Panca.

"Lo ngeraguin kemampuan Bos sendiri, huh?" tatap Panca tajam.

"Ya gak gitu juga, cuman--"

"Udah deh, Bos kita itu pimpinan terkuat. Gak bakal deh dia kenapa-kenapa, yakin aja kalau Bos Dev pasti bisa kelarin urusannya tanpa bantuan kita!" sela Adam meyakinkan sesama anggota banditnya.

Sepeninggal Dev yang pergi seorang diri, Adam pun mengajak yang lainnya untuk menyatroni rumahnya. Entah kenapa, sepulangnya ia dari rumah sakit hari minggu kemarin, Adam jadi merasa betah di rumah. Hal itu mungkin dikarenakan sikap istrinya yang kian melunak. 

Istri? Yeah, Adam sudah menikah. Dan hal itu hanya diketahui oleh orang-orang terdekatnya saja. 

***

"Ini gak apa-apa nih Jun lo anterin gue balik?" tanya Hanna setengah berteriak, mengalahkan desauan angin di sepanjang perjalanan pulang.

"Its okey, gue seneng kok bisa nganter lo balik," balas Juna dari balik helm fullface merahnya.

Jadi, sekembalinya Hanna dari toilet, di meja hanya tersisa mangkuk dan gelas kotor yang sudah ditumpuk ke atas. Sementara penghuninya tinggal Arjuna yang sedang anteng bermain ponsel. Setelah Hanna bertanya mengenai keberadaan kakaknya, Juna pun menjelaskan ke mana perginya Milo beserta alasannya. Membuat Hanna kesal karena kakaknya tidak mau menunggu Hanna sampai kembali.

Alhasil, Hanna pun diantar Juna sesuai janji cowok itu kepada Milo sebelum kakak Hanna pulang duluan. Dan sekarang, mereka lagi berada di atas ninja merah Juna dalam perjalanan menuju ke rumah Hanna. 

Namun tanpa mereka duga, tiba-tiba saja sebuah motor Harley datang menyalip sekaligus mengadang ninja Juna sampai terhenti mendadak. Beruntung, Juna dan Hanna tidak terpental dari motor yang direm secara mendadak itu.

"Wah, cari mati tuh orang!" ucap Juna emosi.

Hanna masih sedikit kaget dengan kejadian barusan. Jantungnya hampir terlepas dari tempatnya gara-gara diadang tiba-tiba seperti itu.

"Han, lo gak apa-apa?" tanya Juna melepas helm, lantas menolehkan kepala ke arah belakang.

Hanna menelan ludah, ia menggeleng di tengah rasa kagetnya yang masih melanda. Dan kekagetannya itu semakin bertambah ketika Hanna melihat sosok yang dibencinya yang ternyata kini tengah duduk di atas motor Harley yang berposisi memiring di depan sana lantas membuka helm diiringi dengan sorot tajam yang langsung menusuk mata Hanna.

"Iblis sialan, " desis Hanna spontan, membuat Juna mengernyit dan mengikuti arah pandang Hanna dengan gerakan slow motion.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
mey mey
ingat masa2 sekolah dul
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status