Share

3 Kuntilanak Penghuni Asrama

Sekelompok perempuan muda menginjakkan kakinya di area LPK ( Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Kesehatan ). Tawa mereka riang, penuh suka cita menyambut mimpi kecil mereka. Kegembiraan makin bertambah ketika mereka bercengkerama dengan siswa lain dari beragam daerah. Saling menyapa, kemudian berkenalan. Tak dihiraukan penat yang menyelimuti raga karena kebahagiaan adalah tercapainya harapan dan impian.

Akhirnya kelelahan mulai menghinggapi tubuh mereka hingga berbalut keringat. Peluh pun mulai mengaliri kening dan pelipis yang tak lagi bersih, penuh debu. Ada keinginan tak tertahankan untuk meluruskan kaki-kaki panjang mereka di ranjang berkasur empuk. Huuf! Tubuh mereka butuh istirahat!

Waktu beranjak cepat hingga di ujung senja. Pelatihan di hari pertama usai sudah. Mereka segera berlari menuju asrama putri. Tiba di depan asrama, mereka pandangi bangunan tua berwarna kuning pucat itu. Sebuah bangunan dengan arsitektur klasik dan berjendela kayu jati. Pintu kayu berdiri kokoh menanti penghuni asrama untuk masuk. Di atasnya bertuliskan: Asrama Putri dengan tulisan italic. Tepat di depan pintu masuk itu tiba-tiba berdiri bulu roma para siswa. Entahlah, ada aura berbeda yang sangat tidak nyaman mereka rasakan. Kulit tangan mendadak dingin, meremang, dan merinding tanpa sebab.

Mereka mengucapkan salam, namun tak terdengar jawaban dari penghuni asrama. Rupanya, kamar-kamar masih sepi. Mereka, sepuluh calon siswa asisten perawat yang akan menghuni asrama ini dan harus tinggal selama setahun lamanya. Ada rasa yang aneh ketika mereka memasuki kamar masing-masing. Begitu juga yang dirasakan oleh Nina, siswa dari Pemalang.

“Kenapa tubuhku terasa dingin dan tidak nyaman sama sekali?” pikirnya.

 Ia perhatikan isi kamar satu persatu.

“Tak ada yang aneh dengan kamar ini. Tapi, kenapa kulit tanganku terasa dingin dan kaku? Rasa kantuk yang tadi tak mau kompromi pun tiba-tiba lenyap tak berbekas.” gumamnya dalam hati.

Ia lihat jam dinding. Pukul lima tepat. Tiba-tiba saja, ia dikejutkan oleh suara jeritan dari sebuah kamar. Nina pun segera berlari ke arah suara itu berasal. Ternyata jeritan Lia di kamar sebelahnya! Langkah Nina langsung terhenti seketika begitu melihat tubuh Lia mengejang, meronta tapi tetap tak mampu bergerak dengan posisi kedua tangan seolah sedang di ikat kuat-kuat. Matanya mendelik merah dengan suara gemuruh, antara jeritan dan erangan.

“Aaarrgh…!!!”

Seluruh siswa penghuni asrama yang mengerumuninya segera mundur ke belakang. Tak ada satu pun berani mendekat, bahkan satu per satu lari ketakutan.

“Panggil Ibu asrama!” perintah salah satu siswa kepada Nina yang berdiri mematung, tak tahu hendak berbuat apa. Wajah Nina pucat pasi, tubuhnya gemetaran, dan jantungnya berdetak cepat tak beraturan. Nina pun segera berlari mencari Ibu asrama dengan napas memburu.

Namun ketika Nina kembali ke kamar Lia bersama ibu asrama, Lia sudah normal kembali. Tak ada jeritan atupun erangan. Yang terlihat hanyalah tangisan Lia sambil meracau dan meringkuk ketakutan sambil menutupi wajahnya yang putih.

“Ada yang mengikatku! Ada yang mengikatku!” teriaknya.

“Siapa?” tanya Nina dan teman-temannya.

“Seorang wanita berambut panjang! Wajahnya pucat dan giginya mengkilat! Pokonya aku mau pulang!” jawabnya sambil menangis.

Namun, permintaan Lia urung diteruskan ketika teman-temannya mengingatkan tujuan mereka ke asrama yang mengharuskan belajar di sini. Lia pun akhirnya terdiam, namun isak tangisnya tak jua berhenti.

Menjelang Isya’, Retno yang merupakan siswa paling berani di antara mereka tengah mencuci piring. Namun tiba-tiba ia mendengar suara gedor-gedor dari bawah wastafel, seperti suara seseorang mengetuk-ngetuk dengan palu. Berulang-ulang terus hingga ia kaget, lalu menjerit-jerit minta tolong ketika ia merasa ada yang menyeretnya dari belakang. Seluruh siswa pun akhirnya berdatangan. Terlihat Retno diseret-seret oleh wanita berambut panjang dan bergaun putih, lalu di ikat pada tiang dapur. Retno pun meronta-ronta dengan jeritan meminta tolong. Dan, di atas tiang penyangga, duduk dua wanita pucat berambut panjang dengan kaki terjuntai ke bawah dan di ayun-ayunkan sambil tertawa cekikikan. Semua mata para siswa pun terbelalak tak percaya dengan apa yang mereka lihat.

“Kuntilanaaak!!!” seru semua siswa sambil berlarian tak tentu arah.

Tak ada satu pun yang berani mendekat. Mereka berlari keluar mencari pertolongan. Dibiarkannya Retno berteriak-teriak sendirian dengan suara tangis memilukan. Sementara, sang kuntilanak hanya tertawa cekikikan sambil mengikat Retno kencang-kencang. Begitu juga dengan dua kuntilanak yang menontonnya dari atas sambil uncang-uncang angge.

“Hi…hihihihihi!” Tawa mereka tanpa perasaan.

“Tolooong… tolooong!!!” teriak Retno sekencang mungkin.

Namun, tangis Retno tak dihiraukan. Bahkan, lengkingan tawa dari kuntilanak-kuntilanak itu semakin kencang. Retno pun berontak dengan sekuat tenaga. Ditendangnya kuntilanak itu dengan kakinya yang kecil, namun tidak mengena sedikitpun. Bahkan, ikatan Retno semakin terasa kuat dan menyakitkan. Retno menjerit, sementara kuntilanak itu malah tertawa riang. Dua kuntilanak lainnya malah menonton sambil tertawa-tawa

“Hi… hihihihihi!!!”

Beberapa menit kemudian, Ibu asrama datang sambil membawa seorang ustadz yang dikenal sebagai orang pintar yang bisa mengusir setan. Namun, saat sang ustadz datang, Retno terlihat sedang duduk lemas di lantai. Rupanya, trio kuntilanak telah melepaskan ikatannya pada Retno. Terlihat Retno menangis ketakutan sambil mendekap kedua kakinya dan menelungkupi mukanya.

Retno di papah oleh ibu asrama dengan lembut. Setelah sang ustadz membacakan doa-doa dan ayat kursi, para siswa disarankan untuk menerangi seluruh ruangan di malam hari dengan lampu neon yang bersinar putih terang, bukan lampu bohlam yang sinarnya kuning dan redup. Kata sang ustadz, setan sangat menyukai lampu yang bersinar redup dan tidak terang.

Esoknya, suasana asrama menjadi lebih tenang tanpa gangguan. Namun dua hari kemudian, asrama dikejutkan lagi oleh suara jeritan Wulan yang tengah menerima telepon. Beberapa kali Wulan menjerit-jerit namun tak dilepaskan genggamannya dari gagang telepon tersebut. Setengah jam kemudian, Wulan baru bisa melepaskan gagang teleponnya sambil menangis histeris. Kemudian, ia bercerita bahwa ada yang meneleponnya menggunakan private number. Suara yang ia dengar sangat aneh dan menakutkan. Ada suara dentuman, lengkingan, teriakan, cekikikan, dan gemuruh hingga Wulan menjerit-jerit.

Esok harinya lagi, banyak siswa penghuni asrama yang menjerit-jerit juga karena melihat banyak kuntilanak berseliweran di dalam asrama. Di tambah lagi suara ketukan palu yang memekakkan telinga hampir di seluruh penjuru ruangan asrama, mulai dari kamar, dapur, hingga ruang tamu. Dan, suara itu lebih sering terdengar dari kamar mandi. Hal itu yang membuat para siswa ketakutan dan tidak mau tidur dalam asrama. Mereka beramai-ramai tidur di kantor LPK. Namun tak beberapa lama, suara ketukan menjalar pula hingga ke kantor LPK, sehingga para siswa semakin ketakutan dan tak bisa tidur nyeyak.

Melihat para siswa enggan memasuki asrama, akhirnya pihak LPK mengundang ustadz kembali untuk mengusir setan-setan pengganggu. Setelah memberi doa-doa dan menelusuri seluruh kompleks asrama, sang ustadz berkata, “Usahakan kalian semua, sebagai penghuni asrama, untuk memperbanyak membaca ayat kursi. Makhluk-makhluk halus penghuni asrama berasal dari pohon mangga tua di depan SD samping gedung LPK. Mereka suka iseng dengan mengganggu para siswa baru yang menghuni asrama.”

Akhirnya, semua siswa mengamalkan perintah sang ustadz dengan membaca ayat kursi setiap hari. Alhasil, suasana asrama kini mulai kondusif. Tak lagi terdengar jeritan-jeritan para siswa. Namun begitu, masih ada saja siswa yang merasa terganggu, seperti suara-suara ketukan palu yang dihantamkan di meja, tembok, atap, bahkan lantai.

Tok…tok…tok…tok…!

Sebagian siswa juga masih merasakan hadirnya seseorang di sekitar asrama yang tak terlihat wujudnya. Salah satu yang merasakan hal itu adalah Laila. Siang itu, sekitar jam dua belas siang, Laila memasuki asrama sehabis pelatihan. Aura menyeramkan di ruang tamu terasa sekali hingga bulu kuduknya terasa meremang. Ia merasa di belakangnya ada yang mengikuti, namun begitu menoleh, tak dilihatnya seorang pun di sana. Saat masuk ke kamar tiba-tiba hawa dingin menerpa tubuhnya, padahal suasana siang itu begitu terik. Ia merasa ada yang mengawasi dirinya, namun tak di dapatinya seorang pun di kamar. Untuk mengurangi rasa takut, ia nyalakan musik dari ponsel sekencang-kencangnya.“Aku merasa ada yang memperhatikanku! Tapi, aku tak melihatnya sama sekali! Tapi, aku yakin, dia memperhatikanku aku!” seru Laila. Ternyata, teman-teman lainnya juga merasakan hal yang sama.

Hampir seluruh siswa di asrama merasakan hal yang sama. Akhirnya, mereka sepakat untuk bersama-sama meskipun mandi harus berdua, sambil menyalakan musik sekeras-kerasnya agar suara ketukan palu yang hampir terdengar setiap hari tak masuk ke telinga-telinga mereka.

Tok…tok…tok…tok…!

Begitu terus suara yang menemani para siswa penghuni asrama setiap harinya. Lama-lama, mereka menjadi terbiasa mendengar suara itu, namun tak dihiraukan sama sekali karena mereka sedang belajar. Belakangan, mulai tercium kabar bahwa tahun lalu pernah ada siswa yang meninggal dalam asrama karena di duga terkena serangan jantung.

Menjelang tengah malam, mereka masih asyik menonton televisi. Film “Bad Teacher” mengundang tawa mereka, hingga tanpa disadari di belakang mereka, ada yang ikut tertawa-tawa. Tawanya beda dan aneh. Sangat nyaring dan panjang tiada henti. Mereka pun serempak menengok ke belakang. Mata mereka terbelalak melihat trio kuntilanak berdiri di belakang dengan suaranya yang khas…

“Hi… hihihihihi!!!”

Lia, Retno, dan Wulan pun mendadak pingsan.

(TAMAT)

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Fernando AK
Kuntilanak kembar 3 mungkin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status