Home / Horor / Hantu Vila / 3 Kuntilanak Penghuni Asrama

Share

3 Kuntilanak Penghuni Asrama

Author: sekar
last update Last Updated: 2021-07-23 14:07:38

Sekelompok perempuan muda menginjakkan kakinya di area LPK ( Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Kesehatan ). Tawa mereka riang, penuh suka cita menyambut mimpi kecil mereka. Kegembiraan makin bertambah ketika mereka bercengkerama dengan siswa lain dari beragam daerah. Saling menyapa, kemudian berkenalan. Tak dihiraukan penat yang menyelimuti raga karena kebahagiaan adalah tercapainya harapan dan impian.

Akhirnya kelelahan mulai menghinggapi tubuh mereka hingga berbalut keringat. Peluh pun mulai mengaliri kening dan pelipis yang tak lagi bersih, penuh debu. Ada keinginan tak tertahankan untuk meluruskan kaki-kaki panjang mereka di ranjang berkasur empuk. Huuf! Tubuh mereka butuh istirahat!

Waktu beranjak cepat hingga di ujung senja. Pelatihan di hari pertama usai sudah. Mereka segera berlari menuju asrama putri. Tiba di depan asrama, mereka pandangi bangunan tua berwarna kuning pucat itu. Sebuah bangunan dengan arsitektur klasik dan berjendela kayu jati. Pintu kayu berdiri kokoh menanti penghuni asrama untuk masuk. Di atasnya bertuliskan: Asrama Putri dengan tulisan italic. Tepat di depan pintu masuk itu tiba-tiba berdiri bulu roma para siswa. Entahlah, ada aura berbeda yang sangat tidak nyaman mereka rasakan. Kulit tangan mendadak dingin, meremang, dan merinding tanpa sebab.

Mereka mengucapkan salam, namun tak terdengar jawaban dari penghuni asrama. Rupanya, kamar-kamar masih sepi. Mereka, sepuluh calon siswa asisten perawat yang akan menghuni asrama ini dan harus tinggal selama setahun lamanya. Ada rasa yang aneh ketika mereka memasuki kamar masing-masing. Begitu juga yang dirasakan oleh Nina, siswa dari Pemalang.

“Kenapa tubuhku terasa dingin dan tidak nyaman sama sekali?” pikirnya.

 Ia perhatikan isi kamar satu persatu.

“Tak ada yang aneh dengan kamar ini. Tapi, kenapa kulit tanganku terasa dingin dan kaku? Rasa kantuk yang tadi tak mau kompromi pun tiba-tiba lenyap tak berbekas.” gumamnya dalam hati.

Ia lihat jam dinding. Pukul lima tepat. Tiba-tiba saja, ia dikejutkan oleh suara jeritan dari sebuah kamar. Nina pun segera berlari ke arah suara itu berasal. Ternyata jeritan Lia di kamar sebelahnya! Langkah Nina langsung terhenti seketika begitu melihat tubuh Lia mengejang, meronta tapi tetap tak mampu bergerak dengan posisi kedua tangan seolah sedang di ikat kuat-kuat. Matanya mendelik merah dengan suara gemuruh, antara jeritan dan erangan.

“Aaarrgh…!!!”

Seluruh siswa penghuni asrama yang mengerumuninya segera mundur ke belakang. Tak ada satu pun berani mendekat, bahkan satu per satu lari ketakutan.

“Panggil Ibu asrama!” perintah salah satu siswa kepada Nina yang berdiri mematung, tak tahu hendak berbuat apa. Wajah Nina pucat pasi, tubuhnya gemetaran, dan jantungnya berdetak cepat tak beraturan. Nina pun segera berlari mencari Ibu asrama dengan napas memburu.

Namun ketika Nina kembali ke kamar Lia bersama ibu asrama, Lia sudah normal kembali. Tak ada jeritan atupun erangan. Yang terlihat hanyalah tangisan Lia sambil meracau dan meringkuk ketakutan sambil menutupi wajahnya yang putih.

“Ada yang mengikatku! Ada yang mengikatku!” teriaknya.

“Siapa?” tanya Nina dan teman-temannya.

“Seorang wanita berambut panjang! Wajahnya pucat dan giginya mengkilat! Pokonya aku mau pulang!” jawabnya sambil menangis.

Namun, permintaan Lia urung diteruskan ketika teman-temannya mengingatkan tujuan mereka ke asrama yang mengharuskan belajar di sini. Lia pun akhirnya terdiam, namun isak tangisnya tak jua berhenti.

Menjelang Isya’, Retno yang merupakan siswa paling berani di antara mereka tengah mencuci piring. Namun tiba-tiba ia mendengar suara gedor-gedor dari bawah wastafel, seperti suara seseorang mengetuk-ngetuk dengan palu. Berulang-ulang terus hingga ia kaget, lalu menjerit-jerit minta tolong ketika ia merasa ada yang menyeretnya dari belakang. Seluruh siswa pun akhirnya berdatangan. Terlihat Retno diseret-seret oleh wanita berambut panjang dan bergaun putih, lalu di ikat pada tiang dapur. Retno pun meronta-ronta dengan jeritan meminta tolong. Dan, di atas tiang penyangga, duduk dua wanita pucat berambut panjang dengan kaki terjuntai ke bawah dan di ayun-ayunkan sambil tertawa cekikikan. Semua mata para siswa pun terbelalak tak percaya dengan apa yang mereka lihat.

“Kuntilanaaak!!!” seru semua siswa sambil berlarian tak tentu arah.

Tak ada satu pun yang berani mendekat. Mereka berlari keluar mencari pertolongan. Dibiarkannya Retno berteriak-teriak sendirian dengan suara tangis memilukan. Sementara, sang kuntilanak hanya tertawa cekikikan sambil mengikat Retno kencang-kencang. Begitu juga dengan dua kuntilanak yang menontonnya dari atas sambil uncang-uncang angge.

“Hi…hihihihihi!” Tawa mereka tanpa perasaan.

“Tolooong… tolooong!!!” teriak Retno sekencang mungkin.

Namun, tangis Retno tak dihiraukan. Bahkan, lengkingan tawa dari kuntilanak-kuntilanak itu semakin kencang. Retno pun berontak dengan sekuat tenaga. Ditendangnya kuntilanak itu dengan kakinya yang kecil, namun tidak mengena sedikitpun. Bahkan, ikatan Retno semakin terasa kuat dan menyakitkan. Retno menjerit, sementara kuntilanak itu malah tertawa riang. Dua kuntilanak lainnya malah menonton sambil tertawa-tawa

“Hi… hihihihihi!!!”

Beberapa menit kemudian, Ibu asrama datang sambil membawa seorang ustadz yang dikenal sebagai orang pintar yang bisa mengusir setan. Namun, saat sang ustadz datang, Retno terlihat sedang duduk lemas di lantai. Rupanya, trio kuntilanak telah melepaskan ikatannya pada Retno. Terlihat Retno menangis ketakutan sambil mendekap kedua kakinya dan menelungkupi mukanya.

Retno di papah oleh ibu asrama dengan lembut. Setelah sang ustadz membacakan doa-doa dan ayat kursi, para siswa disarankan untuk menerangi seluruh ruangan di malam hari dengan lampu neon yang bersinar putih terang, bukan lampu bohlam yang sinarnya kuning dan redup. Kata sang ustadz, setan sangat menyukai lampu yang bersinar redup dan tidak terang.

Esoknya, suasana asrama menjadi lebih tenang tanpa gangguan. Namun dua hari kemudian, asrama dikejutkan lagi oleh suara jeritan Wulan yang tengah menerima telepon. Beberapa kali Wulan menjerit-jerit namun tak dilepaskan genggamannya dari gagang telepon tersebut. Setengah jam kemudian, Wulan baru bisa melepaskan gagang teleponnya sambil menangis histeris. Kemudian, ia bercerita bahwa ada yang meneleponnya menggunakan private number. Suara yang ia dengar sangat aneh dan menakutkan. Ada suara dentuman, lengkingan, teriakan, cekikikan, dan gemuruh hingga Wulan menjerit-jerit.

Esok harinya lagi, banyak siswa penghuni asrama yang menjerit-jerit juga karena melihat banyak kuntilanak berseliweran di dalam asrama. Di tambah lagi suara ketukan palu yang memekakkan telinga hampir di seluruh penjuru ruangan asrama, mulai dari kamar, dapur, hingga ruang tamu. Dan, suara itu lebih sering terdengar dari kamar mandi. Hal itu yang membuat para siswa ketakutan dan tidak mau tidur dalam asrama. Mereka beramai-ramai tidur di kantor LPK. Namun tak beberapa lama, suara ketukan menjalar pula hingga ke kantor LPK, sehingga para siswa semakin ketakutan dan tak bisa tidur nyeyak.

Melihat para siswa enggan memasuki asrama, akhirnya pihak LPK mengundang ustadz kembali untuk mengusir setan-setan pengganggu. Setelah memberi doa-doa dan menelusuri seluruh kompleks asrama, sang ustadz berkata, “Usahakan kalian semua, sebagai penghuni asrama, untuk memperbanyak membaca ayat kursi. Makhluk-makhluk halus penghuni asrama berasal dari pohon mangga tua di depan SD samping gedung LPK. Mereka suka iseng dengan mengganggu para siswa baru yang menghuni asrama.”

Akhirnya, semua siswa mengamalkan perintah sang ustadz dengan membaca ayat kursi setiap hari. Alhasil, suasana asrama kini mulai kondusif. Tak lagi terdengar jeritan-jeritan para siswa. Namun begitu, masih ada saja siswa yang merasa terganggu, seperti suara-suara ketukan palu yang dihantamkan di meja, tembok, atap, bahkan lantai.

Tok…tok…tok…tok…!

Sebagian siswa juga masih merasakan hadirnya seseorang di sekitar asrama yang tak terlihat wujudnya. Salah satu yang merasakan hal itu adalah Laila. Siang itu, sekitar jam dua belas siang, Laila memasuki asrama sehabis pelatihan. Aura menyeramkan di ruang tamu terasa sekali hingga bulu kuduknya terasa meremang. Ia merasa di belakangnya ada yang mengikuti, namun begitu menoleh, tak dilihatnya seorang pun di sana. Saat masuk ke kamar tiba-tiba hawa dingin menerpa tubuhnya, padahal suasana siang itu begitu terik. Ia merasa ada yang mengawasi dirinya, namun tak di dapatinya seorang pun di kamar. Untuk mengurangi rasa takut, ia nyalakan musik dari ponsel sekencang-kencangnya.“Aku merasa ada yang memperhatikanku! Tapi, aku tak melihatnya sama sekali! Tapi, aku yakin, dia memperhatikanku aku!” seru Laila. Ternyata, teman-teman lainnya juga merasakan hal yang sama.

Hampir seluruh siswa di asrama merasakan hal yang sama. Akhirnya, mereka sepakat untuk bersama-sama meskipun mandi harus berdua, sambil menyalakan musik sekeras-kerasnya agar suara ketukan palu yang hampir terdengar setiap hari tak masuk ke telinga-telinga mereka.

Tok…tok…tok…tok…!

Begitu terus suara yang menemani para siswa penghuni asrama setiap harinya. Lama-lama, mereka menjadi terbiasa mendengar suara itu, namun tak dihiraukan sama sekali karena mereka sedang belajar. Belakangan, mulai tercium kabar bahwa tahun lalu pernah ada siswa yang meninggal dalam asrama karena di duga terkena serangan jantung.

Menjelang tengah malam, mereka masih asyik menonton televisi. Film “Bad Teacher” mengundang tawa mereka, hingga tanpa disadari di belakang mereka, ada yang ikut tertawa-tawa. Tawanya beda dan aneh. Sangat nyaring dan panjang tiada henti. Mereka pun serempak menengok ke belakang. Mata mereka terbelalak melihat trio kuntilanak berdiri di belakang dengan suaranya yang khas…

“Hi… hihihihihi!!!”

Lia, Retno, dan Wulan pun mendadak pingsan.

(TAMAT)

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fernando AK
Kuntilanak kembar 3 mungkin
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Hantu Vila   Sekolah Angker Tamat

    Aduh bapak hampir lupa, Cokro. Ya tukang bersih-bersih itu. Dia sangat terobsesi dengan senam. Setiap Rabu pagi, dia rutin ikut senam di belakang barisan siswa."Pak, bapak yakin kalau pembunuh Veli adalah Cokro?" Tanya Eldi."Iya, bapak pernah bilang kalau Cokro belum sempat diperiksa polisi, tapi sudah meninggal dikeroyok siswa," ujar Gina."Bapak sendiri tidak yakin kalau Cokro pelakunya, tapi kasus itu sama sekali tidak pernah terungkap sampai sekarang," jelas Pak Gimin."Pak, saya yakin kalau kematian siswa di sekolah kita itu karena roh Cokro yang marah. Dia dituduh dan dibunuh begitu saja, siapa tahuCokro bukan pelakunya," Gina mengeluarkan kegelisahannya selama ini."Sudahlah Gina, Eldi. Kalian masih terlalu dini untuk memikirkan hal-hal seperti ini.Gina menanyakan lokasi makam Cokro pada Pak Gimin, ia ingin berziarah dan meminta maaf mewakili semua siswa SMA Setia Bakti. Dengan harapan Cokro tidak lagi mengganggu siswa di sekolahnya.Di samping

  • Hantu Vila   Sekolah angker Part 3

    Sekolah angker part3Gina dan Eldi masuk ke perpustakaan."Di, ini persis wajah perempuan yang ada di bayangkan gua semalem. Lihat deh dia masuk ke sekolah ini tahun 2000 dan berhenti tahun 2000 juga," Gina menyodorkan buku Arsip pada Eldi."Iya, juga ya. Kita tanya kepala sekolah aja, Gin. Siapa tahu Pak Gimin masih ingat tentang perempuan ini.""Lu benar, Di."Gina memotret foto Velicia Tjhia. Kemudian mereka bergegas menuju kantor kepala sekolah. Kebetulan Pak Gimin sedang ada di ruangannya. Ia terlihat sibuk dengan lembaran dokumen di atas meja. Malu-malu Gina dan Eldi masuk ke ruangan Pak Gimin."Selamat siang, Pak?""Iya, siang." Pak Gimin menoleh pada mereka berdua."Kami mau bicara sebentar saja.""Oh, iya silakan masuk, Nak."Mereka berdua duduk di hadapan Pak Gimin lalu menunjukkan sebuah gambar di layar smartphone Gina."Maaf ganggu waktunya, Pak. Apakah bapak kenal dengan siswi ini?"Pak Gimin terkejut, ia heran

  • Hantu Vila   Sekolah angker part 2

    Pembunuhan"Anak-anak. Hari ini kita kedatangan murid baru, ya," kata Bu Yati, guru matematika.Veli dengan percaya diri masuk ke dalam kelas 3A didampingi kepala sekolah. Di kantong tasnya ada buah rambutan pemberian Pak Cokro."Hai semua, kenalin namaku Velicia Tjhia. Atau biasa dipanggil Veli. Aku pindahan dari SMA Darma Bakti Yogyakarta. Salam kenal semua," ujar Veli sambil tersenyum."Hai Veli," serentak semua murid di kelas itu menyapanya."Veli, kamu bisa duduk di samping Sinta ya," Kata Bu Yati.Veli mengangguk dan langsung menuju tempat duduknya."Baik, anak-anak. Tolong temani Veli dan terima dia dengan baik, ya." ucap Pak kepala sekolah."Iya, Pak," jawab semua murid serentak.Walau Veli siswa pindahan, tidak butuh waktu lama untuk bisa beradaptasi dengan teman-temannya juga dengan setiap mata pelajaran. Veli terbilang siswi yang pintar. Ia kini menjadi pesaing beratnya Mona yang setiap tahun meraih juara satu di kelas itu.

  • Hantu Vila   Sekolah Angker Part 1

    Siapa nama kamu?Gina, lu serius berani sendiri?"Fika mengarahkan cahaya senter ke gedung sekolah tiga lantai. Tak ada lampu yang menyala di gedung itu, mungkin listriknya sedang mati."Iya Fik. Itu jam tangan pemberian almarhum nyokap gua. Takut ilang kalau nggak diambil sekarang.""Lagian lu ada-ada aja pake lupa segala. Eh, gua nggak berani nganter lu masuk ke kelas, ya. Gua nunggu di sini.""Iya nggak apa-apa. Lu jagain motor gua.""Eh, tapi gua juga takut sendirian di sini gimana dong?" Fika merengek."Lu tenang aja. Gua pasti nggak akan lama-lama."Gina membuka gerbang sekolah yang kebetulan tidak dikunci. Sekolah SMA Setia Bakti memang tidak ada satpamnya. Pihak sekolah sudah membuka lowongan, tapi tidak ada orang yang berani melamar. Banyak cerita horor yang beredar dari mulut ke mulut tentang sekolah itu."Gin, tunggu. Lu yakin mau masuk," Fika menarik lengan bajunya Gina."Eh, gua kan udah bilang kalau gua yakin mau masuk.

  • Hantu Vila   Dinas Bidan tamat

    Pagi ini aku tidak masuk kerja karena tiba-tiba badanku demam tinggi. Aku juga sudah minum obat, tapi demamku tidak kunjung reda. Sekarang tubuhku malah menggigil. Wajahku tampak pucat saat kulihat di cermin. Kantung mataku juga mendadak hitam. Segera kubenamkan diri di atas kasur. Semakin lama tubuhku malah menggigil."Dinda...," dengan suara serak kupanggil Dinda."Iya, Mbak," sahutnya dari luar. Kudengar langkah kakinya mendekat ke kamarku."Mbak sakit?" tanya Dinda sambil melongokkan kepala dari balik pintu."Iya, Dinda. Kalau kamu nggak keberatan, tolong ambilkan mbak air hangat ya," pintaku sambil menggigil."Iya, Mbak. Tunggu ya."Tak lama kemudian dia muncul kembali dengan membawa segelas air hangat. Aku meraih gelas itu dan menyeruput airnya."Mbak sakit apa? Sudah minum obat?" Dinda duduk di sampingku."Aku demam, Din. Sudah tadi," kuserahkan kembali gelas itu pada Dinda."Semoga lekas sembuh, Mbak," kata Dinda.Dia lalu ke

  • Hantu Vila   Dinas Bidan Part 3

    “Kamu apa-apaan Din! Mbokmu sudah meninggal! Hargai mbokmu!” aku meneriakinya.“Mbokku hidup lagi kok hahaha…,” Dinda lari-lari kecil mengelilingi jenazah mboknya.“Dinda! Mbak bilang hargai Mbok kamu!” aku menerobos hujan yang kian lebat, menghampiri Dinda.Kain kafan Mbok Ibah basah kuyup dan kotor, “Astagfirullah! Dinda apa-apaan kamu! Sadar Dinda sadar!” kupegang erat kedua tangannya agar dia mau diam.“Lepasin Mbak ih…!” dia berontak.“Ada apa ini?!” Pak Rahmat muncul dengan membawa payung.“Kenapa jenazah Mbok Ibah ada di sini?!” Pak Rahmat terkejut melihat jenazah itu.Dia langsung membopong jenazah Mbok Ibah dan membawanya masuk ke dalam rumah. Dinda susah sekali dikendalikan, dia malah menangis sambil memanggil-manggil mboknya. Pak Rahmat kembali tanpa menggunakan payung, dia langsung memangku paksa si Dinda yang masih mengamuk.“Is

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status