Share

Hantu Di kursi Belakang

“Itu di depan mobil siapa Pa?”

“Hehe, bagus kan? Temen Papa di kantor jual murah banget. Ya udah Papa beli deh”

“Waaah, kenapa beli mobil tua sih, sering mogok loh nanti.”

“Enak aja kamu, mesinnya masih bagus itu, bodinya juga mulus kan, hehehe.” 

Itu percakapan dengan Ayah ketika aku baru sampai rumah sepulang kuliah.

Percakapan yang dipicu oleh keherananku ketika melihat ada mobil asing terparkir di halaman. Mobil yang telihat umurnya sudah cukup tua, tapi bisa dibilang masih bagus penampilannya, bodi mulus mengkilat. 

“Papa ini ada-ada aja, mobil tua dan kuno kok dibeli.” Lanjutku.

“Itu mobil klasik, antik, bukan mobil tua. Dasar kamu ya.” Jawab Papa sambil terus serius melihat ponsel di tangannya. 

Tapi benar juga sih, mobil yang baru papa beli ini adalah BMW seri 3 tahun 80an, warna silver mengkilat, seperti aku bilang tadi, bodinya masih kelihatan mulus tanpa cacat. Masih asik-lah untuk aku bawa ke kampus, sepertinya masih bisa membuat para gebetan melirik, hehe. 

Kisah berawal dari ketika tiba-tiba saja Ayahku beli kendaraan lagi, sebelumnya kendaraan ini milik teman kantornya, Ayah membelinya karena tertarik dengan harga murah yang ditawarkan. 

Seperti yang sudah aku ceritakan di atas tadi, mobil jenis sedan ini masih terlihat sangat bagus dan terawat, menurutku Ayah benar, dia membayar cukup murah untuk mobil sebagus itu. 

Begitulah, pada awal tahun 2018 itu kami punya mobil lagi, kendaraan yang ternyata nantinya akan jadi penggalan cerita yang mungkin akan kami ingat selamanya.

“Mobil itu agak aneh deh Rei, Mama kok sering punya perasaan aneh kalo lagi duduk di belakang.”

“Perasan aneh gimana Ma?”

“Perasaan kok kayak gak lagi sendirian, kayak ada yang duduk di sebelah Mama. Serem deh.”

“Ah itu perasaan Mama aja kali maaaa, gak ada apa-apa kok.” 

Itu contoh percakapanku dengan Mama, setelah sudah beberapa bulan kami memiliki mobil itu. Mama beberapa kali bilang begitu, katanya dia seperti ada yang menemani ketika sedang duduk di kursi belakang mobil sendirian. 

Kalau Ayah beda, beberapa kali dia bilang kalau mencium wangi parfum di dalam mobil, kadang tercium samar, kadang wangi menyengat menusuk hidung. Parfum siapa? Kami gak tahu, kata Ayah wanginya aneh, seperti parfum zaman dulu. 

Aku dan Kakakku waktu itu gak terlalu menanggapi serius cerita-cerita mereka, karena kami gak pernah mengalami peristiwa yang mereka ceritakan ketika sedang mengendarai mobil itu, normal saja, biasa. 

Sampai akhirnya kami harus menanggapinya dengan serius, karena aku merasakan sendiri peristiwa seram ketika sedang mengendarai mobil itu.

Aku pacu mobil dengan kecepatan tinggi menyusuri jalan tol dalam kota, membelah gelapnya tengah malam Jakarta.

Rasa takut terus menyeruak isi kepala, gak ada yang bisa dilakukan selain terus melaju, gak berani untuk berhenti di bahu jalan. 

Sementara suara tawa perempuan di kursi belakang masih sesekali terdengar, seiring dengan wangi parfum kuno memenuhi seisi ruang kabin kendaraan.

“Tuhan, siapa yang ada di belakang?” Aku bertanya-tanya dalam hati. 

Perjalanan dari Pondok Indah sampai ke Bintaro yang seharusnya gak sampai setengah jam, jadi terasa lama.

Aku merinding ketakutan, jam satu tengah malam mendengar tawa perempuan di kursi belakang, padahal sejak dari Bandung aku bermobil sendirian, gak ada yang menemani!

Delapan Jam Sebelumnya 

“Lo yakin mau balik sekarang Rei?” Tanya Ando.

“Balik ah, besok gw ada kuliah, cukuplah refreshing di Bandung kali ini Ndo, haha.” Jawabku. 

“Lo kurang tidur men, jangan sampe ngantuk ya, ngantuk minggir dulu.”

“Lo udah kayak nyokap gw, bawel.”

“Hehe, ya udah, yang penting hati-hati, dan jangan ngangkut ya, hahahaha.”

“Sialan lo, udah cukuplah dua malam di Bandung Ndo, hehe.” 

Selesailah percakapan dengan Aldo, sobatku sejak SMA. Setelah lulus aku meneruskan kuliah di Jakarta, sementara Aldo di Bandung.Iya, waktu itu minggu sore, aku baru saja menghabiskan akhir pekan di Bandung, bersenang-senang di kota kembang bersama Aldo dan teman-temannya. 

Setelah selesai percakapan perpisahan itu, aku langsung pulang kembali ke jakarta, sendirian. 

Seperti yang sudah kita semua tahu, minggu sore perjalanan Bandung Jakarta dipastikan akan padat, banyak kendaraan yang kembali pulang setelah berlibur di Bandung. Perkiraanku, jam 10 malam sudah sampai di rumah, di Bintaro, kalau hanya macet normal seperti biasanya di jalan tol. Berkendara sendirian, menggunakan mobil kesayangan Ayah, mobil BMW klasik yang sangat beliau perhatikan perawatannya, membuat aku gak gak bisa menginjak pedal gas dalam-dalam, gak tega. 

Tingkat kecepatan normal, gak terlalu pelan dan gak terlalu cepat. Selain itu, memang badan terasa sangat lelah, di Bandung kurang tidur, jadi khawatir kalau tiba-tiba mengantuk. 

Singkat kata, ketika baru saja melewati Purwakarta, hal yang gak aku inginkan terjadi, macet. Kendaraan berbaris tersendat, memanjang terus ke arah Jakarta.

“Tuhan, masih sampe Purwakarta sudah mulai macet.” Gumamku sendirian.

Sudah jam 7 malam, entah ini macetnya sampai mana. 

Alunan musik dari radio membuat aku sedikit terhibur, bisa mengalihkan pikiran dari kekesalan yang mulai hinggap karena kendaraan hanya merayap pelan.

Waktu terus bergulir..

Jam delapan..

Jam Sembilan. 

Jam sepuluh, Mobil masih juga jalan perlahan, baru sampai di Kerawang, masih jauh dari Jakarta apalagi Bintaro.

Nah ketika sudah di jam sepuluh malam inilah, aku merasakan kalau suasana di dalam mobil seperti ada yang beda. Beda gimana? Ada yang aneh.. 

Awalnya, satu dua kali seperti ada bayangan di kursi belakang, aku melihatnya melalui kaca spion. Di awal-awal, aku langsung menoleh ke belakang, tapi ya pasti gak ada siapa-siapa, kan memang sedang berkendara sendirian.

“Ah mungkin bayangan dari luar,” Begitu pikirku. 

Pada titik ini aku belum punya perasaan takut, walaupun bayangan itu beberapa kali masih kelihatan di ujung mata, selain dari spion.

Kejadian aneh berikutnya, ketika sudah mendekat ke jam sebelas, tercium wangi parfum. 

Wangi parfum yang sama sekali belum pernah tercium sebelumnya, karena itulah aku sangat yakin kalau ini bukan parfum Ayah atau Ibu, aku yakin itu. 

Wanginya seperti parfum zaman dulu, entah kenapa aku berpikir seperti itu, tiba-tiba saja muncul di kepala, memang sepertinya wangi parfum tua, zaman dulu. 

Awalnya wangi ini samar tercium, antara ada dan tiada, tapi lama kelamaan semakin menyengat.

“Ini parfum Papa atau Mama sih, kayaknya tumpah nih di belakang.” Itu yang ada di pikiranku, awalnya. 

Kendaraan melaju sangat pelan, karena jalanan masih tersendat, saat itu pulalah aku coba untuk mencari di mana kiranya parfum tumpah itu, lalu tangan kiri aku julurkan ke belakang, meraba kursi dan bagian bawahnya, dengan mata tetap memperhatikan jalan. 

Nah, ketika tangan sedang meraba-raba kursi belakang inilah tiba-tiba aku seperti menyentuh permukaan dingin, seperti permukaan kulit tubuh yang dingin. Aku kaget, refleks langsung menarik tangan lalu menoleh belakang.

Kosong, kursi belakang masih tetap kosong, syukurlah. 

Entah tanganku menyentuh apa tadi, terasa seperti permukaan kulit manusia.

Setelah itu, aku mencium jari-jari tangan kiri, coba menghirup aromanya. Ternyata tanganku menjadi wangi, wangi parfum yang sejak tadi mengusik indera penciuman. 

“Ah, bener kan, ada parfum tumpah.” Begitu pikirku lagi.

Setelah itu aku gak berpikir macam-macam lagi, lalu terus konsentrasi melanjutkan perjalanan. Sementara itu wangi parfum sesekali menyengat menyeruak seisi mobil. 

Selepas Cikarang kendaraan mulai melaju lebih cepat, gak lagi jalan merayap, kemacetan mulai terurai.

Jam sudah di pukul 12 tengah malam. Aku berbelok masuk jalan tol lingkar luar, menuju Bintaro. 

Sial, di daerah Taman mini sampai depan terminal kampung rambutan, kendaraan kembali tersendat,

ada perbaikan jalan. Tepat di depan Terminal Kampung Rambutan, aku yang mulai merasa ngantuk, tetiba segar karena kaget.

Sekilas, aku melihat ada sosok perempuan di kursi belakang! melihatnya melalui kaca spion. Sekali lagi aku langsung menoleh ke belakang, gak ada siapa-siapa.. 

“Ah mungkin karena ngantuk, jadi halu deh.” Gumamku dalam hati.

Setelah itu aku nyalakan radio dengan volume tinggi, supaya terus terjaga. 

Selepas dari kampung rambutan, jalan tol tiba-tiba lancar, kendaraan mulai melaju kencang. Aku juga begitu, mulai menginjak pedal gas dalam-dalam, pingin cepat sampai rumah. 

Tapi hanya sebentar, aku harus mengangkat pedal gas, mengurangi kecepatan. Kenapa? Karena penciuman kembali menangkap sesuatu, kembali tercium wangi parfum, namum kali ini menyengat menusuk hidung.

“Parah nih baunya.”

Setelah itu, kembali sesuatu terjadi. 

Aku mendengar tawa perempuan, bukan cekikikan atau terbahak-bahak, tapi tawa pelan.. 

Mengecilkan volume radio, aku coba menajamkan pendengaran, jadi hening, sama sekali gak terdengar apa-apa.

Ah berarti tadi suara tawa asalnya dari radio, karena penyiarnya sedang berbicara, begitu kesimpulanku, lalu menaikkan volume radio lagi dan mempercepat laju kendaraan. 

Tapi, ketenangan perasaan itu ternyata hanya sebentar, ketika tengah melintas lewat depan Citos akhirnya semuanya terjadi, kejadian seram di dalam mobil ini. 

Lagi-lagi aku mendengar tawa perempuan di kursi belakang, sangat jelas, dan kali ini aku yakin kalau asalnya bukan dari radio, karena radio tengah memutar lagu, bukan penyiar yang sedang bicara.

Aku lalu mengecilkan volume radio pelan-pelan, penasaran terbalut penuh ketakutan. 

Benar, ketika sudah sangat sunyi gak ada suara apa-apa, akhirnya terdengar jelas tawa perempuan, tawa perempuan dari kursi belakang.

Suara tawa itu diiringi juga oleh wangi parfum menyengat. 

Yang lebih mengerikan lagi, ketika gak sengaja melirik kaca spion, aku melihat benar ada sosok perempuan sedang duduk di kursi belakang, duduk di sisi bagian kanan, tepat di belakangku. 

Perempuan ini hanya terlihat sebagian wajah dan matanya saja, itu pun gak jelas karena tertutup rambut hitamnya. 

Tubuh langsung merinding, buku kuduk berdiri, desir-desir aliran darah terasa mengalir cepat, aku sangat ketakutan, lalu mengubah posisi duduk supaya gak bisa langsung melihat kaca spion.

Sementara tawa perempuan terus terdengar..

“He, he, he, he.” Kira-kira seperti itu. 

Aku pacu mobil dengan kecepatan tinggi menyusuri jalan tol dalam kota, membelah gelapnya tengah malam Jakarta.

Ketakutan terus menyeruak isi kepala, gak ada yang bisa dilakukan selain terus melaju, aku gak berani untuk berhenti di bahu jalan. 

Sementara suara tawa perempuan di kursi belakang terus terdengar, seiring dengan wangi parfum kuno menyeruak seisi ruang kabin kendaraan.

“Tuhan, siapa perempuan yang sedang berada di belakang?” Aku bertanya-tanya dalam hati. 

Perjalanan dari Pondok Indah - Bintaro yang seharusnya gak sampai setengah jam, jadi terasa lama sekali.

Akhirnya, ketika sudah masuk jalan tol arah Bintaro, aku membuka kaca jendela sebagian, membiarkan angin malam masuk, dengan tujuan mengurangi ketakutan. 

Tapi ternyata nggak, cekam gak berkurang, ketakutan belum juga hilang. Suara tawa terus terdengar sesekali, wangi parfum juga seperti menguliti. 

Puncaknya, ketika kendaraan akan keluar tol, di telinga kanan seperti ada perempuan berbisik pelan,

“Pelan-pelan saja nak.”, begitu suaranya. Aku semakin panik, ketakutan menyentuh level tertinggi. 

Akhirnya, aku buka penuh kaca jendela, membiarkan banyak angin masuk ke dalam, suara dari luar juga jadi terdengar riuh.

Syukurlah, kira-kira 15 menit kemudian aku sampai juga di rumah. 

“Kak, bukain gerbang buruan dong, Gw bentar lagi sampe rumah nih.” Aku menelepon kakak beberapa menit sebelum benar-benar sampai depan rumah.

Ketika sudah sampai, aku memasukkan mobil ke dalam garasi. Lalu buru-buru keluar. 

“Knapa sih lo? Panik amat, kayak lagi dikejar setan.” Begitu Kakak bilang setelah melihatku keluar dari mobil.

“Ayok cepetan masuk Kak, buruan.” Aku bilang begitu setelahnya.

“Ada apa sih?”

“Udah, cepetan masuk aja dulu.” 

Lalu kami masuk ke dalam rumah, berbincang sebentar sebelum masuk kamar masing-masing.

“Bener kata Mba Ida Kak, dia gak halu, beneran dia liat setan.”

“Masak sih, serius lo?” Tanya Kakak. 

“Iya Kak, tadi gw dari Bandung sendirian, tapi tiba-tiba ada perempuan duduk di kursi belakang, persis kayak yang Mba Ida ceritain waktu itu. Serem banget, sepanjang jalan dia ketawa, sambil bau wangi parfum zaman dulu kak, sumpah serem banget.” Aku ceritakan semuanya. 

Kakak hanya diam terus mendengarkan.

Siapakah Mbak Ida? Mbak Ida adalah asisten rumah tangga di keluarga kami.

Sebelumnya, dia mengalami kejadian seram yang melibatkan mobil baru milik ayah juga.

Waktu itu malam hari, aku lupa hari apa. Kami masih kumpul duduk santai di depan tv sekitar jam sembilan.

Lalu tiba-tiba Papa bilang begini, “Aduh, kacamata Papa ketinggalan di mobil.”

Kebetulan, waktu itu ada Mbak Ida juga sedang duduk menonton tv. 

“Ida, coba tolong ambil kacamata dong di mobil.” Ayah bilang begitu,

“Di mobil yang mana Pak?” Tanya Mbak Ida.

“Di mobil silver,” Jawab Ayah.

“Hmm, eemm, mmm, gak bisa besok pagi aja Pak? Emang mau dipake sekarang.” Tanya Mbak Ida sambil agak gelagapan bicaranya. 

“Sekarang Ida, mau ada yang saya baca di HP nih. Kenapa sih? Kamu takut hantu ya? gak ada hantu di mobil itu, sudah tolong ambil sana.” Begitu kata Ayah. 

Hantu di dalam mobil?

Iya, sebelumnya Mbak Ida pernah cerita kalau dia beberapa kali melihat penampakan hantu perempuan sedang duduk di kursi belakang mobil warna silver yang baru Ayah beli. 

Waktu itu kami hanya menertawainya saja, karena sudah sangat kenal Mbak Ida, kami tahu kalau dia ini orang yang sangat penakut. Makanya kami gak terlalu menggubris ketika dia cerita tentang hantu di kursi belakang mobil silver itu. 

“Sudah Mbak, ambilin sana deh, Papa bawel kan.” Begitu Kakak bilang.

Terlihat ragu, akhirnya Mbak Ida bangun dari duduknya, lalu berjalan menuju garasi. 

“Gapapa Mbak, gak ada hantu, gak ada.” Begitu ucapku sambil cekikikan, ketika melihat raut wajah takutnya.

Ya sudah, lalu Mbak Ida benar ke garasi, untuk mengambil kaca mata Ayah. Sementara kami terus lanjut nonton TV. 

Nah, saking asyiknya berbincang, sampai-sampai kami lupa dengan Mbak Ida, setelah sampai 30 menit kemudian dia belum kembali juga.

“Eh, Ida ke mana ya? kok lama amat ngambil kacamata doang.” Begitu kata Ayah.

Benar, akhirnya kami semua sadar, Mbak Ida ke mana? Kok lama? 

“Stella, coba liat di garasi, ada Ida gak.” Ayah menyuruh Kakak untuk melihat ke garasi, karena posisi duduknya lebih dekat.

Kemudian kakak bangun dari duduk, melangkah ke garasi,

Tapi gak lama kemudian, kakak tiba-tiba kembali dari garasi dengan tergopoh-gopoh. 

“Pa, ayo ikut liat ke garasi, aku gak mau sendirian, takut.” Kata Kakak dengan suara gemetaran.

Aku, Ayah, dan Ibu tentu saja penasaran, ada apa sih? Apa yang terjadi dengan Mbak Ida?

Lalu kami semua menuju garasi, melihat apa yang terjadi. 

Sesampainya di garasi, kami semua melihat Mbak Ida sedang duduk di kursi belakang mobil BMW silver itu, dia duduk dalam gelap.

Setelah kami sudah cukup dekat, barulah kelihatan kalau ternyata Mbak Ida duduk sambil menangis.

Kenapa dia? Apa yang terjadi? 

Setelah kami sudah berhasil membawanya masuk ke dalam rumah, perlahan Mbak Ida berhenti menangis, kemudian mulai bercerita.

Jadi, ketika sedang mencari kaca mata di dalam mobil, tiba-tiba dia mencium bau parfum, lalu setelahnya mendengar tawa perempuan di kursi belakang. 

Benar, setelah Mbak Ida melihat langsung ke asal suara, ternyata memang ada sosok perempuan sedang duduk di kursi belakang, perempuan yang sama sekali gak dia kenal.

Lalu sosok perempuan itu seperti menyuruh Mbak Ida untuk duduk di kursi belakang, duduk persis di sebelahnya. 

Seperti terhipnotis, mbak Ida menuruti kemauan perempuan itu, untuk duduk di kursi belakang. Ketika sudah duduk, kemudian perempuan itu menggenggam tangan Mbak Ida, seperti memberi tanda kalau Mbak Ida gak boleh ke mana-mana, harus tetap duduk di kursi belakang. 

Sampai akhirnya kami semua muncul di garasi, kemudian sosok perempuan menyeramkan itu menghilang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status