Kemudian...Kedua pria tampan yang duduk bersebelahan di mobil, saling melirik satu sama lain. Martin duduk di kursi pengemudi dan Max di kursi penumpang depan. Mobil itu sedang melaju ke Edelweis Mansion. Max mengizinkan Marigold untuk menghabiskan waktu beberapa hari di apartemen lamanya."Kenapa dengan wajahmu?"Pertanyaan itu dilontarkan bersamaan.Max tergelak melihat ekspresi Martin yang cemberut seperti habis menikmati semangkuk penuh pecahan beling dan paku. Sedangkan Martin, dengan muram memperhatikan ekspresi ceria Max yang membuat silau dan bercahaya bak aura orang suci dan para santa."Kita perlu mampir ke IGD?" tanya Max dengan menahan gelak tawa. "Luka di bibirmu membutuhkan perawatan ekstra dari suster cantik nan seksi supaya cepat sembuh.""Brengsek! Tidak perlu mengejekku," geram Martin jengkel sambil mengelus sudut bibirnya yang pecah. "Berapa ronde yang diberikan istrimu? Wajahmu terlihat terlalu sombong, tidak mungkin hanya satu ronde permainan.""Ha-ha-ha.."Marti
Setelah mengantarkan Max ke Edelwise Mansion, Martin pulang ke apartemennya.Drrrtt-drrtt-drrrtt.Martin menggeser tombol hijau. Sejurus kemudian nampaklah seraut wajah cantik di layar ponselnya. Sebuah panggilan video call membuat senyum Martin mengembang."Halo Nina?" sapa Martin sambil meletakkan kotak p3k beserta kompres es di atas meja, lalu duduk di kursi menghadap ke arah layar ponsel yang disandarkan pada sebuah toples biskuit. "Ada apa meneleponku?""Martin, apa wajahmu baik-baik saja?" tanya Nina yang ekspresi wajahnya terlihat khawatir di layar ponsel. "Kenapa tadi kamu buru-buru pulang? Harusnya kamu membiarkan aku mengobati lukamu, Martin.""Jangan khawatir," ucap Martin menenangkan Nina yang mencemaskan dirinya. Perhatian gadis cantik itu membuat dirinya merasa.. senang. "Lihat, sekarang aku sedang merawat lukaku. Aduh..""Apakah sakit?" desak Nina dengan raut wajah yang berkerut cemas melihat Martin yang tiba-tiba mengaduh kesakitan saat mengompres sudut bibirnya dengan
Akhir pekan.Max menarik-narik dasi kupu yang mencekik lehernya. Mobil membawanya menuju rumah keluarga Lily dan Peony, istri Max yang kembar. Mereka berdua akan merayakan ulang tahun di kediaman mewah keluarga mereka. Pesta meriah ini diadakan sore hari hingga malam nanti.Cklek."Silakan Tuan Max," ucap Pak Umar sopir pribadinya membukakan pintu mobil untuknya.Max sambil keluar dari mobil, memandang ke sekeliling taman hingga ke teras yang sudah penuh dengan para tamu. Max merapikan jas tuxedo nya agar tidak ada lipatan serta kerutan kain yang terlihat."Anda bisa menghubungi saya jika ingin meninggalkan tempat ini," lanjut Pak Umar sambil menutup pintu mobil."Hm-hm." Max mengangguk samar atas informasi yang diberikan sopirnya.Rencananya, Max akan berada di pesta ini selama satu hingga dua jam ke depan. Berbasa-basi sedikit dengan keluarga mertua, mengucapkan selamat ulang tahun pada kedua istri kembarnya, serta menikmati sedikit menu hidangan disana sekedar menunjukkan sopan san
Tiba-tiba..Sebuah dering ponsel terdengar nyaring, membuat Lily dan Peony yang sedang bersiap untuk keluar dari kamar untuk menghadiri pesta ulang tahun mereka, seketika menjadi panik. Keduanya bergegas kembali mendekati tubuh maskulin yang tergeletak lemas di ranjang akibat obat tidur yang diberikan Lily dan Peony. Keduanya segera menggeledah jas dan saku celana untuk menemukan ponsel Max yang terus berdering nyaring tanpa henti. Si kembar tidak ingin apa pun dan siapa pun yang boleh mengganggu rencana mereka."Ini dia ponselnya.""Cepat matikan."Belum sempat tombol off ditekan, dering itu berhenti dengan sendirinya. Syukurlah ponsel itu tidak berisik lagi. Lily dan Peony menghembuskan nafas sangat lega. Dan sebelum si kembar menekan tombol daya mati, masuklah sebuah pesan ke ponsel Max."Dari siapa?""Tuan Martin.""Jawab saja, kalau tuan Max sedang bersama kita. Dia tidak perlu menunggu. Atau.. bilang saja kalau Tuan Max akan menginap bersama kita. Akh, terserah kamu saja mau ket
Sudah hampir empat jam Marigold menunggu dengan super-super jengkel, kedatangan tuan milyader di apartemen lamanya. Kepala Marigold yang sudah mengeluarkan tanduk kejengkelan, membanting marah pintu apartemennya, lalu berjalan mondar-mandir tidak sabar di lobi apartemennya. Marigold sudahh tidak tahan lagi menunggu Max yang benar-benar seperti karet molor."Sebenarnya ada dimana bosmu itu, hah?! Kenapa dia lama sekali datangnya? Tuan milyader tidak mungkin tersesat kan?! GPS yang dimiliki Tuan Max pasti yang paling canggih sedunia. Lagian, kenapa kamu tidak datang bersamanya?" sembur Marigold marah pada Martin yang duduk tenang sambil membaca koran di sofa lobi. Marigold berkacak pinggang, memandang kesal pada asisten pribadi Tuan Max itu. Bukan suami tampannya yang datang, eh... malah asisten julid nya yang nongol. Bikin bete saja!"Tuan Max menyuruhku datang lebih dahulu untuk membawa koper dan keperluannya selama menginap di kampung halaman anda, Nyonya Marigold. Tuan Max bilang ak
"Marigold, apa itu kamu?""Ya ma. Ini aku. Aku baru saja sampai," jawab Marigold yang berjalan dengan menabrak bahu Adam yang menghalangi langkahnya. "Adam, sebaiknya kamu cepat pulang sebelum digrebek satpam," desisnya dengan melotot."Lho nak Adam masih ada disini?" Mama Marigold memandang heran pada tamu pria yang berdiri di depan pagar rumahnya."Iya tante," jawab Adam seraya tersenyum sopan. "Tadi kebetulan saya ketemu Marigold di jalan, jadi mau sekalian mampir lagi."Mama Marigold mengangguk paham. "Kalau begitu, masuklah sebentar. Mumpung sudah ketemu Marigold, nak Adam bisa ngomong sekalian maksud kedatangannya."Dengan senyum mengembang, Adam menoleh ke arah Marigold yang memelototinya karena berhasil merayu mamanya. Adam hanya mengedikkan bahunya, lalu melewati Marigold yang menegang marah dan masuk ke dalam rumah."Maa," panggil Marigold dengan nada jengkel. Marigold terpaksa mengikuti mamanya dan Adam yang sudah terlebih dahulu masuk rumahnya."Apa?" gumam mamanya sambil
"Janji dulu dengan mama, kalau besok kamu akan datang ke acara reuni itu.""Ck, malas," gerutu kesal Marigold, lalu berniat membanting pintu kamarnya, namun mamanya menahan pintu itu dan mengekorinya masuk ke kamar. Marigold merebahkan punggungnya yang lelah ke atas ranjang."Kok bisa malas sih?" omel mamanya tidak mengerti. "Mama saja kalau ada janji temu dengan teman-teman, pasti selalu bersemangat dan tidak sabar untuk segera datang," "Haish! Itu kan mama," sahut Marigold dengan memutar bola matanya. "Aku ini pulang kampung untuk bertemu dengan papa mama, bukan untuk ngobrol unfaedah dengan mantan teman SMU itu. Asal mama tahu, lebih menyenangkan berkutat dengan tanaman papa daripada melihat wajah-wajah tidak tulus mereka. Itu sangat memuakkan, ma.""Ck, kenapa kamu jadi sinis begitu, Marigold?" tegur keras mamanya yang tidak suka dengan sikap Marigold yang antipati pada teman-temannya. "Sejak lulus, kamu jarang pulang dan tidak pernah bertemu satu sama lain. Jadi wajar saja, kala
"Halo Alana.""Lho mana Tuan Max?" tanya Alana yang menoleh ke kanan dan kiri dengan heran, melihat Marigold berdiri seorang diri. "Apa kamu datang sendirian?""Ya, aku datang sendiri. Tuan Max suamiku sedang sibuk, jadi dia tidak bisa datang," jawab Marigold yang bersorak girang dalam hati, saat melihat ekspresi mantan teman sekolahnya ini yang langsung murung."Ah, sibuk ya? Sayang sekali, padahal aku ingin sekali bertemu dan mengobrol dengannya," ucap Alana, mantan teman SMU nya itu dengan nada sedih."Ya-ya.. memang sayang sekali, kamu tidak bisa bertemu dengan Tuan Max," sahut Marigold dengan mengangguk-angguk menyebalkan. Tepat seperti dugaannya. Mereka hanya ingin bertemu dengan Max, bukan dengan dirinya. "Menurut pendapatku, sepertinya kamu memang tidak pernah berjodoh dengan Tuan Max yang kaya dan tampan itu, Alana. Mau bertemu saja, banyak halangan rintangan dan cobaan. Ck, kasihan."Marigold tersenyum dingin saat membalas mata Alana yang menyipit marah.Lalu dengan tatapan