“Ada apa ini ribut-ribut?” Faleesha segera menghampiri saat teriakan ibu tirinya memekakkan telinga. Sedangkan Ervina menatapnya sinis. “Kamu yang nyuruh pria ini kemari?” Rupanya Sanders mengirim seorang pria dewasa dengan pakaian formal yang sangat rapi. Mungkinkah dia bisa mengurus papanya? “Maaf, saya mencari Nona Faleesha,” ujar pria itu memotong. “Ya, saya Faleesha. Silahkan anda masuk.” Dengan tegas gadis itu mempersilahkan.“Eh, nggak bisa gitu dong. Siapa kamu seenaknya aja nyuruh orang masuk!”Angela berseru. Gadis jutek itu berkacak pinggang seolah mengejek Faleesha. Faleesha hanya membuang napas kasar. “Ini rumah Papa, Angela. Apa kamu lupa? Jadi, aku berhak mengundang tamu siapa pun masuk kemari-” “Apalagi aku anak kandungnya,” ucap Faleesha memberi penekanan. Angela seketika bungkam. Raut wajahnya terlihat manyun.“Lagian untuk apa sih kamu ngundang orang nggak dikenal ini seenaknya.” Kali ini ibu tirinya menyela. “Beliau ini yang akan merawat Papa selama
Faleesha menjelaskan panjang lebar pada seorang pria yang dikirimkan Sanders. Dia bisa bernapas lega karena seorang pria tidak akan penuh drama seperti wanita. “Pak, saya minta apa pun yang terjadi pada papa saya, laporkan segera!” “Terus, majikan anda di sini hanya saya, anda bekerja sesuai arahan saya, jadi-” “Jangan dengarkan orang lain yang juga tinggal di rumah ini. Anda mengerti, Pak?”Sengaja Faleesha meninggikan intonasi suaranya karena dia sadar Ervina sedang menguping di luar. “Faleesha …” lirih Fahaz. “Pa, aku mohon."Gadis itu segera memotong. Tidak mau mendengar alasan dari sang ayah. "Kali ini saja Papa nurut sama Faleesha-”“Pak Wira akan mengawasi Papa secara ketat, sesuai dengan arahan dokter.”“Obat atau makanan apa pun yang masuk ke dalam tubuh Papa harus benar-benar diawasi.” Sekali lagi gadis itu memberi penekanan. Dia tidak akan membiarkan dua manusia berhati busuk itu memanfaatkan papanya. Terdengar Fahaz menghela napas panjang. Sebenarnya agak berleb
Setelah fitting baju pernikahan, Sanders membawa Faleesha kembali ke mansion.“Pernikahan ini hanya sederhana. Kita cukup menikah di gereja-”“Tidak ada pesta, dan yang datang hanya orang terdekat kita saja,” ujar pria itu. Manik hitamnya yang pekat terus memperhatikan Faleesha yang gugup. “Lebih bagus begitu. Aku tidak siap jika banyak orang yang tahu,” balasnya. “Ya, sementara kita sembunyikan pernikahan kita, kalau waktunya udah tepat-”“Kau akan diperkenalkan sebagai nyonya Sanders.” Mendengar kata itu, bulu kuduk Faleesha seketika berdiri tegak. Entah mengapa sebutan itu seperti pusaka keramat baginya. Dia belum siap dengan segala konsekuensinya. Lalu, bagaimana dengan papanya? Mungkinkah cinta pertamanya itu memberikan restu? “Apa yang kau pikirkan?” tanya Sanders. Membuyarkan lamunan Faleesha. “Aku hanya belum siap. Kenapa tiba-tiba sekali anda mengajakku menikah?” “Bukankah perjanjian kita dalam waktu dua bulan, aku akan dibebaskan asal mampu memenuhi target market?”
Sebenarnya, Jinny sudah mengetahui jika Faleesha tinggal di kediaman Sanders. Dadanya bergemuruh, dia menahan kemarahan hingga tubuhnya memanas. Rupanya selama ini Sanders menyembunyikan gadis ingusan itu di mansion miliknya. Tidak sengaja dia membuntuti Sanders sepulang kerja, ternyata Faleesha ikut bersamanya dan tidak terlihat keluar lagi dari mansion. Dasar penjilat. Sanders pun tidak pernah bicara sedikitpun tentang wanita lain. Hal itu membuat Jinny berspekulasi bahwa dirinyalah yang disukai Sanders. “Apa maksudmu, Jinny?” Respon Sanders begitu santai. “Kau mau menghasutku? Memangnya kenapa jika Faleesha bertemu dengan lelaki lain?” Mimik wajahnya begitu tenang. Bahkan dia terlihat mentertawakan Jinny. “Kupikir kamu menyukainya?” Wanita seksi itu memaksakan senyumnya mengembang. Kedatangannya cuma ingin merayu Sanders agar pria itu bisa jujur padanya, jika selama ini dia menyembunyikan Faleesha. Tentu saja Jinny tidak berani bertindak gegabah karena belum tahu kebe
Sanders menarik lengan Faleesha dari cengkeraman Eric. Tentu mantan kekasihnya itu kalah badan dengan pria kutub nan arogan ini. Selain bertubuh atletis, Sanders juga pandai beladiri. “Siapa anda? Kenapa menahan kekasih saya?” Eric tampak tidak terima dengan sikap mendominasi Sanders. “Kekasih atau mantan kekasih?” Pria itu terdengar mengejek. Eric hanya membuang muka kesal. Apa Faleesha mengatakan padanya jika mereka sudah putus? “Aku calon suaminya,” ujar Sanders melanjutkan. “Apa!” Netra Eric membelalak seketika. “Tidak mungkin,” sanggahnya. Sedangkan pria dingin itu menyunggingkan senyum kemenangan. “Tanyakan sendiri pada Faleesha. Iya ‘kan, Sayang?” Sengaja Sanders merengkuh tubuh mungil Faleesha dalam dekapan. “Faleesha, kenapa kamu diam saja. Jangan biarkan pria licik ini menyentuhmu!” teriak Eric. “Atas dasar apa kamu mau dibodohi oleh dia?” lanjutnya. Gamang. Itulah yang dirasakan oleh Faleesha saat ini. Dia tidak tahu, bagaimana menjelaskannya pada Eric. “
Kini giliran Jinny yang kesal. Sepulangnya dari mansion Sanders dengan tangan kosong. Dia tidak menemukan keberadaan Faleesha. “Semoga saja mereka tidak berbuat jauh.” Wanita itu menggigiti jari kukunya sambil mondar mandir. “Kalau sampai kau berhasil merebut Sanders-ku sepenuhnya, aku tidak akan tinggal diam,” ucapnya bermonolog. Jinny tidak akan berhenti, sebelum berhasil memisahkan Sanders dengan gadis ingusan itu. Enak saja main rebut. Dia yang selama ini setia di sisinya, malah diabaikan. Tiba-tiba saja, sang pengintai yang dia tugaskan mencari keberadaan keluarga Faleesha, datang melapor. “Apa yang kau dapat?” ujar Jinny berkacak pinggang. “Saya sudah menemukan alamatnya, Nona-” “Dia adalah putri pengusaha kaya bernama Fahaz. Namun, kehidupannya begitu menyedihkan.” “Dia dipojokkan terus menerus oleh ibu dan saudara tirinya. Tapi, saya tidak tahu pasti penyebab gadis itu tiba-tiba pergi dari rumah.” Pengintai itu menjelaskan panjang lebar. “Oh jadi dia anak broken
Eric membuka matanya perlahan. Kepalanya sangat pusing. Terakhir kali yang dia ingat, kepalanya terbentur keras. Kecelakaan itu membuat tubuhnya terasa remuk. Faleesha? Ya, gadis yang dia cintai tega membuat hatinya patah. Menatap langit-langit rumah sakit, semuanya putih bersih. Siapa yang membawanya kemari? “Kamu sudah sadar?” Seorang wanita paruh baya masuk dengan raut wajah cemas. “Ibu …” lirih Eric. “Syukurlah akhirnya kamu sadar, ibu khawatir, kamu pingsan lama sekali,” ucap sang ibu. “Auw,” desis Eric memegangi kepalanya saat hendak bangun. Tangan keriput sang ibu langsung mencegahnya. “Sudah jangan banyak bergerak, kamu masih lemah,” ujarnya. Pria itu pun patuh. Dia kembali meletakkan kepalanya di bantal. “Kamu hanya cedera ringan, tidak ada luka serius, mungkin tiga hari lagi sudah bisa pulang,” jelas si ibu dengan lembut. Lagi-lagi Eric hanya mengangguk. Dia enggan bersuara. Hati dan raganya sama-sama hancurnya. “Siapa yang membawaku kemari, Bu?” Akhirnya di
"Ditipu bagaimana?” teriak Ervina. “Pasti ini ulah Faleesha!” Angela mengeram kesal. “Ya, ini pasti ulah dia. Siapa lagi? Dia telah menukar dokumen yang asli dengan salinannya, Mi.” Tuduhan langsung mengarah padanya. “Apa! Kurang ajar, dasar anak pembawa sial, lihat aja, Mami kasi pelajaran dia,” gerutu Ervina. Wajah Ervina tampak gusar, bagaimana tidak, seandainya dia kalah langkah, pasti tidak kebagian aset suaminya. “Yah, gagal deh dapat mobil baru,” sungut Angela. “Kamu ini, masih sempet-sempetnya mikirin mobil baru. Pikirin dulu sertifikat tanah!” hentaknya.Gadis itu menghela napas kasar. “Oh atau jangan-jangan yang nyimpan sertifikat asli papamu ya, Angel?” “Ya mana aku tahu, Mi. Kita ‘kan nemuinnya itu, apalagi Papa sekarang semakin berjarak dengan kita, mainnya rahasia mulu,” protes sang anak. “Ya sudah mendingan kita temuin aja papamu biat jelas. Kesel deh Mami,” balasnya. “Ya udah ayo, jangan buang waktu, Mi.” Ervina pun mengangguk, mengalihkan pandang ke arah