"Sekali kau berurusan denganku, selamanya kau akan terikat, Faleesha." Permainan ibu dan saudara tirinya membuat Faleesha Falguni terjebak, hingga terpaksa harus melayani Sanders, pengusaha tampan yang terkenal dingin dan arogan. Celakanya... Sanders tak mau melepaskannya! Lantas, mampukah Faleesha lepas dari belenggu kejam Sanders? Lalu, bagaimana dengan kekasih Faleesha?
더 보기“Aku mau dibawa ke mana, Mi?”
Faleesha Falguni menatap bingung pada sang ibu tiri yang menyeretnya.
Padahal, dia baru saja membersihkan diri setelah mengerjakan segudang pekerjaan rumah tangga yang dilimpahkan padanya, sebagai hukuman karena gadis itu terlambat pulang.
Apakah dia telah berbuat sesuatu yang salah?
“Berhenti memanggilku Mami!” bentaknya.
“Dan diamlah. Ikuti perintahku atau papamu tidak akan dioperasi,” tegas wanita itu terus melangkah cepat.
“Tapi—”
“Gak usah banyak omong!” hardik saudara tiri Faleesha tiba-tiba,“Sudah untung mamiku mau merawat papamu yang sakit-sakitan itu, harusnya kamu itu balas kebaikan Mami dengan menurutinya.”
Faleesha lantas terdiam.
Semenjak kedua orang tuanya berpisah, hidupnya berubah penuh tekanan.
Dia tidak bisa mengadukan penyiksaan ini karena papanya lebih mempercayai istri barunya. Apa pun yang Faleesha katakan, selalu dibantah.
Tak terasa, Faleesha pun tiba di sebuah kompleks apartemen mewah yang letaknya cukup jauh dari tempat tinggal mereka.
Masih diseret, gadis itu pun memasukinya dan bertemu dengan dua pria dalam unit itu.
“Memalukan! Kalian membuat Tuan Sanders menunggu.”
Ucapan pria berbadan besar bak preman di depannya membuat Faleesha berdegup kencang.
Terlebih, kala matanya tak sengaja menangkap seorang pria yang tengah duduk menyilangkan kaki.
Dari wajah tampan khas Indo-Belanda itu, terlihat sekali suasana hatinya sedang buruk– seolah hendak melahap semua orang yang berhadapan dengannya.
“Maaf, Tuan. Kami ada kendala di jalan,” tunduk sang ibu tiri memberi alasan.
Wanita yang biasanya angkuh itu bahkan menundukkan diri!
Sebenarnya, siapa mereka?
“Benar, ini gara-gara adik saya yang jalannya sangat lambat,” sambung Angela, saudara tiri Faleesha, "silakan hukum dia saja, Tuan."
“Ck! Kalian masih mau berdrama di sini? Apa kalian mau mati?” murka pria berbadan besar itu seketika.
Dia bahkan tampak mencengkram lengan Angela kuat, hingga gadis itu meringis.
“Tidak apa-apa, Josh. Lagi pula aku sedang luang,” potong pria tampan itu tiba-tiba. "aku akan berbicara pada mereka."
Asisten Sanders itu sontak terkejut.
Tak biasanya tuannya semurah hati ini. Namun, dia hanya bisa menurutinya.
“Baik, Tuan,” ucapnya sembari mundur.
Kini, tatapan dingin Sanders Alexio semakin jelas ke arah ketiganya.
Faleesha bahkan tanpa sadar menelan ludah kasar.
“Pulanglah. Aku sudah tak tertarik! Siapkan saja pinaltinya,” titahnya begitu tegas.
"Apa?" Ibu dan saudari tiri Faleesha seketika panik.
“Tapi, Tuan? Gadis ini masih muda dan perawan. Anda tidak dapat menemukan yang lain menjual—”
“Dijual?” ulang Faleesha terkejut.
Ibu tirinya refleks beralih menatapnya tajam. “Kamu pikir dengan cara apa kamu menebus biaya rumah sakit papamu?”
“Bukankah uang Papa–”
“Faleesha, turuti saja perintah Mami,” ancam Angela tiba-tiba, “kau mau papamu sembuh atau tidak?”
“Lagipula, kau ‘kan yang kemarin merengek minta agar papamu segera dioperasi?”
Lutut Faleesha seketika melemas.
Dia tidak menyangka jika kedua orang dihadapannya ini dengan licik menukar kebebasannya untuk biaya operasi papanya yang sebenarnya bisa mengambil dari uang perusahaan.
Apakah mereka menggelapkan uang ayahnya?
Sayangnya, dia tak punya kuasa saat ini. ATM-nya saja dibekukan oleh mereka.
Di sisi lain, Sanders hanya menatap drama dari ketiga orang di hadapannya sembari menyesap rokok elektriknya.
Bahkan, pria itu berdecak malas, hingga membuat ibu dan saudari tiri Faleesha menegang....
“Em, maafkan kami, Tuan.” Angela segera menyahut, "Transaksi ini begitu penting."
"Sebagai permintaan maaf, Anda bisa bawa gadis ini selama yang Anda mau. Kalaupun Anda sudah bosan dengannya, Anda bisa hubungi kami. Biar kami yang mengurusnya,” papar wanita itu kejam sembari menarik tangan Angela untuk keluar.
Bugh!
Didorongnya Faleesha ke arah Tuan Sanders tiba-tiba.
Untungnya, pria itu sigap menangkapnya, sehingga gadis itu tak perlu tersungkur di lantai.
Jadi, di sinilah Faleesha sekarang--menunggu dengan takut.
Apa yang pria asing ini akan lakukan di kamar mewah miliknya?
Tidak mungkin, hanya berbincang-bincang seperti seorang sahabat, kan?
Terlebih, kala pria itu mendekat.
Refleks, Faleesha menutup mata.
Namun anehnya, ketakutan gadis itu tak terjadi.
Tuan Sanders justru berkata, “Jika kau takut, kau bisa kembalikan 500 juta."
“500 juta?” beo gadis itu tanpa sadar. Matanya bahkan langsung terbuka kembali.
Tuan Sanders tampak mengangguk, santai. “Aku tidak akan menyentuhmu jika kau bisa mengembalikannya besok, gadis kecil.”
Deg!
Besok? Bagaimana bisa dia mengembalikannya secepat itu?
ATM-nya saja dibekukan.
Pun dia meminta kemurahan hati sang ayah, pria itu pasti tak akan membantunya.
“Jika tak bisa, saranku, kau diam dan menikmatinya saja. Aku janji malam ini lebih cepat dari yang kau duga.”
Ucapan Sanders membuat Faleesha tersadar dari lamunan.
Namun, Sandes begitu cepat, hingga Faleesha kini sudah terkunci dalam lengan kekar pria bermata biru saphire itu.
Jarak antara dirinya dan Sanders menipis. Dia bahkan bisa merasakan hembusan napas maskulin dari Sanders di wajahnya.
“Emph-”
Bibir pria itu melumat bibir mungil Faleesha dan menjelajah liar mulut gadis itu.
Dinginnya AC menjalar kala pria itu merobek bajunya paksa.
Faleesha memberontak, tetapi ia kalah kuat.
Sentuhan Sanders begitu panas dan lihai, hingga Faleesha yang baru pertama kali merasakan sentuhan seintim itu--tak menyadari dirinya mulai terhanyut.
Otaknya menolak, tetapi mengapa tubuhnya perlahan merespons tiap sentuhan pria itu?
Hanya saja, kala telapak tangan Sanders mulai menjelajahi bagian bawah yang selama ini dilindunginya, kesadaran Faleesha seketika kembali!
"Hentikan!" Gadis itu mulai memberontak kembali.
"Apa kau segitu tak inginnya kusentuh?" ucap Sanders begitu dingin masih tak melepasnya.
"A--aku..." ucap Faleesha sambil menahan sensasi aneh di tubuhnya.
"Maafkan aku, Tuan. Tapi, aku tak bisa," ucap gadis itu pada akhirnya, "Dapatkah Anda memberikan waktu sekitar seminggu agar aku bisa melunasi utang ibu dan saudari tiriku?"
"Waktu?" Pria di atas tubuh Faleesha itu mendadak tertawa sinis. "Bahkan jika aku memberikannya, kau tak akan bisa melunasinya, gadis kecil!"
"Aku pasti bisa! Jadi--"
"Bagaimana caranya? Apa kau mau menjual dirimu ke pria lain untuk mencari uang?" potong Sanders kejam, "kau yakin ada yang berani membayarmu setinggi itu?"
Kini, gerakan Sanders berhenti. Tatapan pria itu begitu tajam, seperti ketika dia tidak puas pada tindakan Ibu tiri dan saudari tirinya tadi.
Entah mengapa, hati Faleesha begitu sakit mendengarnya.
Dan yang paling menyedihkan adalah ucapan Sanders tidak sepenuhnya salah.
Bahkan, pengobatan ayahnya saja dia butuh bantuan pria ini secara tak langsung.
Namun, ini satu-satunya kesempatan untuk kabur!
Jadi, Faleesha mengumpulkan keberanian yang tersisa. "Maafkan aku jika lancang, Tuan. Tapi, tolong beri aku waktu."
Tawa Sanders seketika memenuhi ruangan. "Menarik."
"Kau tahu kalau saudaramu bahkan memberikanmu sampai aku bosan, kan?" ucap pria tampan itu.
Faleesha mengangguk. Dia menanti apa yang akan Sanders katakan.
"Dua hari. Kuberi kau dua hari untuk melunasinya dan jangan menampakkan dirimu selama periode itu."
"Namun jika aku menemukanmu sebelum itu atau kau gagal melunasinya, aku tidak akan melepasmu," tegas Sanders, "bahkan, jika pihak berwajib datang padaku."
Sanders menghentikan gerakannya. Dia menatap wajah Faleesha yang sedikit pucat. “Apa kau sakit? Kenapa tidak bilang?” tanya pria itu. Faleesha hanya menggeleng pelan. “Aku tidak tahu, akhir-akhir ini tubuhku lemas sekali. Aku juga mual kalau mencium baumu.” Sanders seketika mengernyit. “Maksudmu aku bau?” Dia pun mengendus-endus tubuhnya sendiri. Merasai tidak ada yang salah dengan badannya. “Entahlah, aku tidak tau. Kenapa rasanya aku mual jika dekat denganmu,” balas Faleesha. Tetiba gadis itu berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi dalam perutnya. Sanders mengikuti dan memijat tengkuk belakangnya. “Istirahatlah, aku panggilkan dokter,” titah Sanders. Faleesha hanya mengangguk lemah. Dia berjalan sembari memeluk pinggang sang suami. Walaupun mual dekat Sanders, tapi Faleesha tiba-tiba ingin sekali bermanja-manja dengannya. “Ck, katamu aku bau,” sungut Sanders merengkuh tubuh mungil istrinya. Tiba-tiba saja, Faleesha ambruk. Beruntung Sanders segera menangkapnya. “
Sesampainya di rumah sakit, Sanders segera memeluk Faleesha erat. Menghirup aroma tubuhnya dalam-dalam. “Sialan, kau membuatku sangat khawatir,” rutuknya. Pria itu mengecup lembut bibir Faleesha sampai tidak menyadari Meera menatap mereka dengan pandangan yang sulit diartikan. “Sst, kamu bisa tidak cium aku nanti aja. Itu Mama lagi sedih,” balas Faleesha berbisik. Sanders langsung terkesiap. Dia baru sadar jika ibu mertuanya berada tak jauh dari Faleesha. “Mama,” sapanya. Meera tersenyum sendu. “Tidak apa-apa, aku pernah merasakan seperti kalian. Masa pengantin baru, yang sulit berjauhan.” Sejurus kemudian tatapannya mengarah ke ruang Fahaz dirawat. “Bagaimana kondisi papa mertuamu?” tanya Meera. “Tidak ada luka yang parah, Ma. Dokter sudah menanganinya. Tetapi karena benturan yang cukup keras, Papa belum sadar hingga sekarang,” terang Sanders. “Baiklah, kalian bisa pulang. Aku yang akan menjaga Fahaz,” sela Meera. “Kita obati dulu tangan Mama,” jawab Faleesha. Meera baru s
“Aku yang seharusnya bicara seperti itu, Ervina. Kau datang kemari tidak membawa apa-apa, pergi juga harusnya tidak membawa apa pun,” tegas Meera tak takut. Dia pun lekas memanggil Wira agar membawa Yooshi ke rumah sakit terlebih dahulu. Pria berkaca mata itu datang tergopoh-gopoh dan terkejut melihat darah yang mengalir dari kepala bagian belakang. Sebenarnya, Wira sedikit mencemaskan keadaan Meera tetapi majikannya itu meyakinkannya agar dia berangkat terlebih dahulu. Meera akan menyusulnya nanti. Setelah Wira menghilang dengan membopong tubuh Yooshi. Ervina semakin menyeringai. “Tamat riwayatmu sekarang.” Ervina bergerak cepat mengeluarkan pisau dari balik saku bajunya yang sudah dia sembunyikan dan menyerang Meera. Meera terkejut melihat wanita yang pernah menjadi sahabatnya itu hendak menghunusnya. Dia langsung menahan pisau itu dengan tangannya. Meera meringis kesakitan saat benda tajam itu merobek telapak tangannya. Darah yang mengucur tidak dia hiraukan. Yang terpenti
Secepat kilat mobil Sanders melaju di perjalanan. Dia tidak menghubungi Faleesha terlebih dahulu karena takut sang istri panik. Sesampainya di rumah sakit, Fahaz langsung dibawa ke UGD, beruntung lukanya tidak parah. Hanya benturan kecil yang membuatnya syok hingga pingsan. Dia juga tidak harus dioperasi. Hanya perlu penanganan intensif. Tetapi rahang Sanders sudah mengeras. Pertanda dia benar-benar marah kali ini. “Nick,” panggilnya. “Ya, Tuan,” jawab Nick. “Segera hubungi polisi, dan laporkan kejadian barusan, juga serahkan semua bukti yang memberatkan mereka yang kita dapatkan sebelumnya-” Sanders menjeda ucapannya. “Dan jangan lupa, ambil rekaman CCTV dekat daerah persimpangan kecelakaan terjadi.” “Siap, Tuan.” Pemuda itu bergegas melaksanakan perintah majikannya. Sedangkan Sanders menunggu Fahaz dengan gelisah. Kali ini Ervina dan Angela tidak bisa dibiarkan. Tiba-tiba ponselnya berdering. Nama Faleesha muncul. Dia terkejut kenapa waktunya tepat sekali. Apa perasaan se
Fahaz tengah bahagia. Usahanya untuk kembali meminta maaf dan mengambil hati Meera tidak main-main. Walaupun wanita terkasihnya itu masih tidak mau sekedar berbincang, tapi Meera sudah sering mengingatkan dia untuk minum obat. Terkadang ketika ibu kandung Faleesha itu ingin pergi atau angkat kaki dari rumahnya, Fahaz selalu mencari cara agar bisa menggagalkannya. Bertahun lamanya dia telah berbuat tidak adil pada keluarga kecilnya. Ini saatnya menebus semuanya. Bahkan dia tidak ingat sedikitpun tentang Ervina. Wanita licik itu sudah berhasil mengobrak-abrik keluarganya. Fahaz tidak akan membiarkannya kali ini. “Tuan, sepertinya ada yang mengikuti kita sejak tadi,” ujar sang sopir. Fahaz menoleh ke belakang untuk memastikan. “Jalan terus saja, Pak. Abaikan saja. Mungkin kebetulan arah kita sama.” “Baik, Tuan.” “Meera, aku akan menebus kesalahanku dan tidak akan membiarkanmu hidup menderita lagi,” gumam Fahaz dengan wajah berbinar. “Tuan, mobil di belakang semakin mendekat, dan
“Kamu keren sekali,” bisik Emily. Faleesha menghembuskan napas pelan. “Kamu tidak tahu saja betapa aku menyesal kenapa tidak bisa tegas sama mereka dari dulu.” “Bahkan ketika mereka mengucilkan aku dulu, Papa dengan mudahnya percaya begitu saja. Aku tak mendapat dukungan dari siapa pun, Em. Tapi sekarang, aku tidak akan tinggal diam setelah membongkar kebusukan mereka,” lanjut Faleesha. “Bagus, kamu memang harus seperti itu,” jawab Emily memberi semangat. “Makasih ya, sudah mau menemaniku dan menjagaku.” tiba-tiba gadis itu menjadi sentimentil. Karena selama ini merasa tidak pernah punya keluarga dekat. Dari dulu sang Papa melarangnya bertemu siapa pun tanpa alasan yang jelas. “Kau ini bicara apa, sudah jadi tugasku. Kau lupa Tuan akan menghabisiku kalau sampai kau kenapa-kenapa,” jawab Emily. Setelah mengatakannya, gadis tomboy itu membuat gerakan menggores lehernya dengan tangan. Membuat Faleesha semakin terkekeh. “Percayalah, suamiku sekarang tidak sekejam itu,” timpalnya.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
댓글