"Sekali kau berurusan denganku, selamanya kau akan terikat, Faleesha." Permainan ibu dan saudara tirinya membuat Faleesha Falguni terjebak, hingga terpaksa harus melayani Sanders, pengusaha tampan yang terkenal dingin dan arogan. Celakanya... Sanders tak mau melepaskannya! Lantas, mampukah Faleesha lepas dari belenggu kejam Sanders? Lalu, bagaimana dengan kekasih Faleesha?
View MoreKeesokan harinya … Sanders meremas gawainya yang keras. Seolah ingin menghancurkannya begitu saja. Baru saja, seseorang mengirim foto Faleesha dengan seorang pria. Mereka berpelukan begitu mesra. Amarah dalam dadanya seketika bergemuruh. Kalau dia tidak bisa mengikat Faleesha dengan perjanjian, maka dia akan mengikatnya dengan pernikahan. Ya, dia harus mempercepat pernikahannya dengan Faleesha. “Kenapa wajahmu tiba-tiba kayak orang kalah tender?” Sebuah suara tiba-tiba mengejutkannya. Pria itu berdiri di ambang pintu. “Yandra, tidak sekarang,” kilah Sanders. Moodnya benar-benar buruk untuk saat ini. “Aku hanya ingin memberitahukan, Minggu depan, ada event besar dengan bos pemilik kelapa sawit-”“Apa kau bersedia menyumbang saham?” Sudah bisa diduga. Yandra akan datang padanya jika itu berkaitan dengan saham. “Terserahlah, kau atur saja.” Sanders mengibaskan tangannya ke udara. “Baiklah. Kau bisa percayakan padaku,” jawab Yandra enteng. Terlihat Sanders mengirim pesan pa
“Apa!” Bak disambar petir di siang bolong, netra Eric membulat sempurna. Tidak percaya dengan apa yang barusan kekasihnya katakan. “Jangan bercanda, Faleesha.” Gadis itu menggeleng kuat. “Aku serius. Sebaiknya kita akhiri hubungan kita, kamu terlalu baik untukku.” Pria itu tersenyum sinis. Netranya berubah nyalang. “Kamu terlalu baik untukku hanyalah sindiran halus supaya kamu bisa bebas tanpaku, ‘kan?” “Terserah apa pun pemahaman kamu, Ric. Yang jelas aku melakukan ini untuk kebaikan kita.” Gadis itu berusaha meyakinkan. Entahlah, tiba-tiba saja, Faleesha merasa lelah, berkejar-kejaran dengan waktu, dan bertemu sembunyi-sembunyi. Atau mungkin, belenggu Sanders sudah berhasil mempengaruhinya? Tidak mungkin!Seingat dia, hatinya hanya untuk seorang Eric. “Untuk kebaikan katamu?” ulang pria itu. “Faleesha, kamu tahu betapa aku merindukanmu, inikah balasanmu sekarang?” “Bahkan setiap hari aku sabar menunggu kabarmu.” Gurat kekecewaan tergambar jelas di wajah Eric. “Aku t
Wanita paruh baya itu mulai bergerak cepat. Dengan tangan gesitnya, dia mengobrak abrik seluruh berkas-berkas penting yang ada di lemari. “Udah ketemu belum, Mi? Jangan lama-lama,” ucap anak gadisnya. “Ya sabar, ‘kan Mami masih pilah-pilah, Angel.” Ibu dan anak itu melancarkan aksinya malam hari saat para penghuni rumah tertidur pulas. Mereka mencari berkas penting yang ingin mereka kuasai. “Takut ada yang lihat, Mi.” “Kamu tenang aja, mereka sudah tidur semua. Mami sudah pastikan.” Netra Ervina akhirnya menemukan sertifikat rumah dan kepemilikan perusahaan. “Nah, ini dia!” Wanita paruh baya itu berseru. “Wah asik!” Sang anak pun ikut berseru! Kedua ibu dan anak itu pun wajahnya seketika berbinar. “Nggak sia-sia kita bikin mereka tidur nyenyak, Mi,” bisik gadis itu. “Jadi, kamu masukin obat tidur lagi ke makanan mereka, Angela?” tanya Ervina heran. “Ya iya lah, Mi. Kalau nggak gitu mana bisa kita geledah ruang pribadi Papa.” “Kamu memang anak Mami yang paling pinter.
“Kamu dari mana saja, Sayang.” Fahaz begitu bersemangat saat putrinya datang. “Maaf, Pa. Tadi Faleesha ketemu temen sebentar-”“Nih, aku bawakan makanan kesukaan Papa, martabak telur yeay!” Gadis itu berseru gembira. Sejak kecil, dia sering menghabiskan satu porsi martabak telur dengan sang ayah. Netra Fahaz berkaca-kaca. Tak mengira anaknya masih ingat kebiasaan mereka. “Kamu ini memang gadis kecil Papa.” Fahaz mencubit hidung mancung Faleesha dengan gemas. Entah kapan terakhir kali hubungan mereka sehangat ini. “Yuk, makan, Pa.” Gadis itu memberi satu suapan untuk sang ayah, dan mereka tergelak bersama. “Sayang, mana obat yang katanya harus Papa minum?” Faleesha terdiam. Ayahnya benar-benar mudah dibohongi. Mungkin karena ketulusan hatinya pada sang istri, sehingga kepercayaannya begitu besar. Sampai tidak sadar telah dihasut. “Emm, ya kita habiskan dulu martabaknya, Pa.” Faleesha berusaha mengalihkan perhatian. Tangannya begitu cekatan meraih kantong plastik dan me
“Saya memang menyarankan untuk Pak Fahaz agar rutin mengkonsumsi obat, hanya beberapa vitamin untuk pemulihan,” ujar seorang dokter. Faleesha baru saja sampai di rumah sakit dengan Emily. Dan dia langsung menghadap ke dokter spesialis penyakit dalam yang menangani papanya. Gadis itu begitu lega mendengar pernyataan sang dokter. “Tapi, Dok. Kira-kira apa ada efek samping dari obat itu?” Sang dokter pun menggeleng. “Efek sampingnya hanya kantuk saja, untuk efek lain yang berlebih tidak ada sama sekali.” Dari awal Faleesha sudah merasa ada yang tidak beres. “Tapi, kenapa pandangan papa saya semakin berkurang ya, Dok, setelah beberapa hari minum obatnya?” cecarnya. “Itu tidak mungkin. Karena tidak ada hubungannya dengan saraf penglihatan,” bantah sang dokter. Faleesha mengeluarkan beberapa tablet bekas obat yang Emily ambil dari sampah. “Ini ‘kan, Dok, obatnya?” tanya dia memastikan. Sang dokter membulatkan bola matanya. “Loh, saya tidak pernah meresepkan obat ini, ini obat d
Faleesha hanya tersenyum santai mendengar ucapan Angela. Sudah biasa saudara tirinya itu menggertaknya. Memang tujuannya hanya untuk membuat Faleesha emosi. “Tidak salah, Angel? Selama ini ‘kan kau selalu berlindung dibalik ketiak mamimu, itu apa namanya?” Setelah mengatakan hal itu, Faleesha pun berjalan keluar ke halaman depan. Dia tidak ingin kegaduhan yang dibuat Angela terdengar ayahnya. Gadis itu seolah tak terima dan berjalan mendekat. Tangannya terulur hendak mendorong tubuh Faleesha namun, Sialnya Faleesha sudah menghindar lebih dulu. “Jangan menyentuhku, Angela. Kebetulan aku sedang punya waktu luang. Kau ingin kita bermain-main.” Senyumnya melengkung sempurna membuat dada Angela semakin bergemuruh. “Jangan pernah kembali lagi kemari. Tempatmu bukan di sini. Apa jangan-jangan kau membohongi Tuan Sanders?” Angela mulai curiga. “Bagaimana mungkin dia mengijinkanmu keluar, sedangkan kamu hanya budak-” “Jaga mulutmu!” Faleesha memotong sebelum Angela meneruskan uc
Gadis itu tersentak mendengar suara ayahnya yang begitu lemah. Faleesha segera mendekat dan Emily dengan sigap berjaga di depan pintu kamar. “Kamu pulang, Nak.” Tangan keriput itu kini membelai lembut wajah sang putri. “Ya, Papa. Aku di sini,” balas Faleesha. “Kamu tidak akan pergi lagi ‘kan?” Deg. Hati Faleesha mendadak nyeri. Dia tahu tidak akan bisa menemani ayahnya lagi seperti dulu. Sanders tidak akan membiarkannya bebas sebelum targetnya terpenuhi. “Papa, ada kerjaan yang harus-” “Baiklah, Sayang. Papa mengerti,” pungkas Fahaz. Dia sudah bisa menebak jawaban Faleesha. Rasa sakit hati putrinya belum juga sembuh. Memang pria paruh baya itu tidak pernah tahu bagaimana perasaan Faleesha. Fahaz sudah berjanji tidak akan memaksakan kehendak Faleesha lagi. Sakit yang dia derita seolah teguran dari Tuhan karena keegoisannya. “Maafkan aku, Pa. Tapi, Faleesha janji, akan kembali secepatnya ke rumah.” “Benarkah itu?” Netra Fahaz seketika berkaca-kaca. Masih ada harapan unt
Emily memperhatikan Faleesha yang keluar dari hotel memakai syal di lehernya. “Apa kau sakit?” tanya dia. “Tidak. Ayo kita harus cepat,” ajak Faleesha. Seperti biasa, dia diantar oleh Nick dan Emily. Nick akan kembali setelah mengantar mereka. “Apa kau dan Tuan Sanders habis cek in di hotel?” Pertanyaan Emily tanpa tedeng aling-aling membuat wajah Faleesha seketika memerah. “Emily! Tidak sopan bertanya seperti itu,” sela Nick menengahi. “Maksudku, bukankah Tuan punya mansion mewah. Kenapa harus ke hotel?” Emily masih penasaran. Faleesha hanya tersenyum kaku. Merutuki ulahnya sendiri. “Aku menemaninya bertemu klien,” jawab Faleesha. “Oh.” Emily hanya mengangguk. Faleesha membetulkan letak syalnya. Gara-gara Sanders, lehernya penuh dengan tanda merah, katanya itu tanda kepemilikan. Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Saat lampu merah, Faleesha melihat Eric sendirian. Berhenti di sampingnya tepat. Ada rasa bersalah menyeruak. Kenapa dia sudah lupa dengan sosok Eric sa
Faleesha sengaja pulang sendiri tanpa menunggu Sanders. Dia sedang ingin menjauh. Kesal sekali hari pertama kerja sudah kena sial. Sedang menunggu ojek online pesanannya, tiba-tiba sebuah mobil mendekat. Faleesha mendengus kesal. “Masuk,” titah Sanders. “Kenapa dia datang di waktu yang tidak tepat,” batin Faleesha. Gadis itu sedang kesal dan tidak ingin berdebat. “Baiklah,” jawabnya malas. Dia hendak membuka pintu belakang mobil namun, Sanders mencegahnya. “Duduk depan!” titahnya lagi. Faleesha hanya berdecak. Akhirnya dia menuruti, karena sedang benar-benar malas ribut. Pria itu membawa mobil yang sedikit agak rendah, membuat kepala Faleesha terbentur hingga dia kehilangan keseimbangan. Tubuhnya terhuyung, sontak saja mencari pegangan dengan asal. Tanpa sengaja, Faleesha menyentuh bagian sensitif Sanders. Tanpa aba-aba, junior miliknya langsung tegak berdiri. “Maaf,” lirih gadis itu menarik tangannya dengan cekatan. “Aduh, sial sekali,” batinnya. Sedangkan Sanders me
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.