Home / Romansa / Hati yang Kau Sakiti / Bab 5 : Ingin Berpisah

Share

Bab 5 : Ingin Berpisah

Author: Vanilla_Nilla
last update Last Updated: 2024-07-23 15:29:01

“Arga, adikmu ... adikmu, Arka ...” Maria tidak bisa melanjutkan kalimatnya, suaranya seakan tersendat di kerongkongan.

Arga segera mendekati ibunya, sepasang tangannya terulur menyentuh bahu ibunya yang bergetar hebat. “Ma, tenang dulu. Tolong jelaskan, apa yang sebenarnya terjadi?”

Maria mencoba mengangkat wajahnya lagi, menatap ke arah putra sulungnya, Arga, yang sudah ada di hadapannya. “Adikmu, Arka, dia sudah mengkhianati Kiran, dia sudah memiliki anak dengan perempuan lain.”

Deg!

Mata Arga melebar mendengar pengakuan ibunya. “Apa?” Arga segera menoleh ke arah Arka yang masih berdiri di belakangnya. “Arka, apa yang dikatakan Mama itu benar?”

Arka mengangguk perlahan, menatap kakaknya yang sudah menatapnya dengan nyalang. “Iya, aku ... aku telah membuat kesalahan besar.”

Arga merasa darahnya mendidih mendengar pengakuan adiknya. Ia tidak percaya bahwa Arka, yang selama ini ia anggap sebagai pria yang bertanggung jawab, bisa melakukan hal sekeji ini. Ia begitu sangat kecewa kepada adiknya itu. “Brengsek!” umpat Arga dalam emosi yang meluap-luap.

Bugh!

Arga melemparkan tinjunya ke wajah Arka, membuat adiknya itu terhuyung ke belakang. “Bisa-bisanya kamu mengkhianati Kiran, apa yang ada dalam otakmu ini, hah?” sergah Arga, yang terus mendaratkan tinju di wajah Arka sambil memakinya. “Kiran selalu ada untukmu, dan kamu membalasnya dengan cara seperti ini?”

Bugh!

Arga mendaratkan pukulannya lagi tepat di wajah Arka. Setiap pukulan yang dilayangkan Arga, menggambarkan kekecewaan yang mendalam. Arka sudah terkulai lemas di teras, darah mengalir dari sudut bibirnya, namun Arga terus saja tak berhenti memukulnya.

Maria dan Kiran terkesiap ketika melihat Arga yang terus memukul Arka. Maria, yang sudah tidak tahan melihat kekerasan itu, berteriak, “Arga, hentikan!”

“Aku minta maaf, aku tahu aku salah. Aku menyesal. Aku hanya ingin memperbaikinya,” ujar Arka sambil meringis menahan sakit.

Arga tidak mendengarkan, ia masih terus melayangkan tinjunya ke wajah Arka.

Bugh!

“Kamu pikir dengan meminta maaf semuanya akan selesai? Kamu pikir dengan mengatakan kamu menyesal akan memperbaiki semuanya? Kamu sudah menghancurkan hati Kiran!”

Bugh!

Arga terus meninju, sambil menendang perut adiknya dengan keras. Entah sudah berapa banyak pukulan yang mendarat di tubuh Arka, tapi lelaki itu terus saja memukul adiknya secara membabi buta.

“Arga, hentikan!” teriak Maria sekali lagi, kali ini suaranya lebih keras.

Arga akhirnya berhenti, napasnya tersengal-sengal, matanya masih menyala dengan kemarahan. Ia melihat Arka yang sudah tak berdaya di lantai, tubuhnya gemetar karena emosi yang masih belum reda.

“Ma, aku tidak tahu harus berbuat apa lagi,” ujar Arga sambil menahan emosinya, ia lalu menatap ibunya dengan mata yang berkaca-kaca. “Aku tidak bisa menerima apa yang telah dia lakukan.”

Maria mendekati kedua putranya. “Arga, kita semua kecewa dan marah, tapi kekerasan tidak akan menyelesaikan apa-apa. Kita harus mencari jalan keluar yang lebih baik.”

Kiran yang duduk di sofa hanya bisa terdiam, hatinya hancur melihat keluarga yang ia sayangi berantakan seperti ini.

Arga menatap Kiran yang sedari tadi hanya terdiam. “Kiran, aku minta maaf. Aku tidak tahu mengapa aku memiliki adik sebodoh dia.” Tunjuk Arga ke arah Arka.

Kiran hanya mengangguk, matanya masih tertuju pada Arka yang terkulai lemas di lantai. “Aku hanya ingin semuanya berakhir. Aku tidak bisa lagi bersama Arka setelah semua yang dia lakukan.”

Maria menatap Kiran, hatinya berdenyut nyeri ketika mendengar Kiran ingin mengakhiri semua ini. Selama ini, Maria begitu menyayangi Kiran, ia sudah menganggap Kiran sebagai anaknya sendiri. Melihat Kiran dalam keadaan seperti ini membuat hatinya hancur.

Maria berjalan mendekati Kiran, setelah tepat di hadapan Kiran, Maria menggenggam tangan menantunya itu dengan erat. Wanita paruh baya itu memandangi wajah lusuh Kiran, wajah yang biasanya terlihat begitu segar dan menawan, kini hanya dipenuhi oleh isak tangis.

“Maafkan mama, Sayang,” ujar Maria dengan suara gemetar. “Mama tidak bisa menjadi ibu yang baik. Mama sudah gagal menjadi seorang ibu. Mama tidak tahu mengapa mama bisa melahirkan anak semacam Arka. Mama sungguh berdosa kepadamu, Kiran.”

Satu tetes air mata jatuh kembali, menggelinding di pipi Kiran meninggalkan jejak yang begitu terasa menyakitkan. Kiran menatap Maria, ia bisa melihat rasa bersalah yang begitu mendalam di mata ibu mertuanya. “Ma, ini bukan salah Mama. Arka yang membuat pilihan buruk. Mama tidak bisa disalahkan untuk itu.”

“Tidak, Kiran,” Maria menggelengkan kepalanya, air mata terus mengalir deras di pipinya. “Sebagai seorang ibu, Mama merasa gagal. Mama tidak bisa mendidik Arka dengan baik. Mama tidak bisa memberikan nilai-nilai yang benar padanya. Dan sekarang, kamu yang harus menanggung akibatnya.”

Kiran menggenggam tangan Maria dengan erat, mencoba memberikan kekuatan kepada ibu mertuanya yang sedang dilanda rasa bersalah. “Mama, Mama sudah melakukan yang terbaik. Ini bukan salah Mama.”

Maria menghapus air mata yang masih tersisa di wajah Kiran. “Kiran, kamu terlalu baik,” gumam Maria, suaranya terdengar begitu pedih. “Kamu tidak pantas diperlakukan seperti ini. Mama berjanji akan selalu mendukungmu, apa pun keputusanmu.”

Kiran menunduk, air mata kembali mengalir di pipinya. Hatinya terasa seperti diremas-remas, setiap kenangan indah bersama Arka kini berubah menjadi luka yang mendalam. Kepercayaannya telah dikhianati, dan hatinya hancur berkeping-keping. Selama ini, dia selalu ada untuk Arka, mendukungnya di setiap langkah, tetapi balasan yang ia terima begitu menyakitkan.

Maria yang melihat Kiran menangis seperti itu hanya bisa membawa menantu kesayangannya itu ke dalam pelukannya. Ia memeluk Kiran begitu erat, sambil terus mengelus rambut Kiran. “Sayang, kamu tidak sendiri. Mama di sini untukmu, mama selalu menyayangimu,” bisik Maria sambil mencoba menenangkan hati Kiran yang penuh dengan rasa sakit.

Kiran membiarkan dirinya tenggelam dalam pelukan Maria. Meski air mata masih terus mengalir, pelukan hangat Maria memberikan sedikit rasa nyaman di tengah badai emosional yang sedang ia alami.

***

Malam ini, Kiran mencoba untuk menutup matanya, tetapi bayang-bayang pengkhianatan suaminya terus berputar di memorinya. Ia sudah mencoba untuk tidur, tetapi hanya tangis yang keluar dari sudut matanya. Kiran memutuskan untuk tinggal di rumah mertuanya daripada ikut bersama suaminya, Arka. Rasanya lebih aman dan lebih tenang meskipun hatinya masih terasa sakit.

Mata Kiran terbuka lebar dalam gelap. Ia bangun, menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, lalu perlahan turun dari tempat tidur. Kakinya menapak di lantai yang dingin, tetapi rasa dingin itu tidak bisa mengalahkan dinginnya perasaan di hatinya. Ia segera berjalan ke arah kamar mandi.

Setelah sampai di kamar mandi, Kiran membuka keran dan mulai mengisi bathtub dengan air hangat. Suara air yang mengalir memenuhi ruangan yang sunyi. Setelah air mulai mengisi bathtub tersebut, Kiran merendamkan tubuhnya di dalam bathtub. Ia menutup mata, menenggelamkan tubuhnya di bawah permukaan air, berharap bisa meredam rasa sakit yang begitu mendalam.

Keesokan paginya, Maria membawa segelas susu hangat ke kamar Kiran. Ia mengetuk pintu kamar Kiran, tetapi tidak ada jawaban. Akhirnya, Maria membuka pintu. Setelah pintu terbuka, ia tidak melihat Kiran di kamar tersebut.

“Kiran, kamu di mana, Sayang?” tanya Maria dengan cemas. Ia meletakkan segelas susu di meja dan berjalan ke arah kamar mandi.

“Kiran, apa kamu sedang mandi?” Suaranya semakin cemas. Ketika Maria membuka pintu kamar mandi, ia terkesiap melihat Kiran yang menenggelamkan tubuhnya di bathtub.

“Astagfirullahaladzim, Kiran!” Maria berlari ke arah bathtub dan dengan panik menarik tubuh Kiran keluar dari air.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (7)
goodnovel comment avatar
Euis Hendrawati
katanya cinta.. tapi tahu Kiran Hamil suruh digugurin. ternyata dia udh punya anak sm selingkuhannya.
goodnovel comment avatar
Sartini Cilacap
Apa yang terjadi pada Kiran
goodnovel comment avatar
Mita Mita
kasian kiran
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 125 : Happy Wedding (Tamat)

    Clarissa berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya yang begitu mempesona. Ia mengenakan gaun putih yang elegan, berpotongan simple dengan renda-renda halus yang menghiasi bagian bawah gaun. Rambutnya digelung ke belakang dengan rapi, dihiasi dengan jepit mutiara kecil. Penampilannya pun begitu sangat menawan. Hari ini adalah hari istimewa bagi Clarissa, karena orang tuanya akan menikah. Rasa bahagia tak bisa disembunyikan dari matanya yang berbinar. Ia berputar sedikit di depan cermin, mencoba melihat penampilannya dari segala sisi. "Aku cantik tidak?" tanyanya, sambil tersenyum lebar. Noah dan Cleo yang berada di belakangnya segera mengangguk. "Cantik sekali! Kamu kelihatan seperti bidadari yang sering aku lihat di TV," puji Cleo begitu kagum. "Terima kasih, Cleo," balas Clarissa sambil tertawa kecil. Noah dan Cleo juga tampil tak kalah menarik. Mereka mengenakan setelan jas hitam dengan kemeja putih, lengkap dengan dasi kupu-kupu yang terikat rapi di leher mereka. Cleo me

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 124 : Rencana Clarissa

    Setibanya di kamar, ketiga anak itu duduk di sofa dengan ekspresi bingung. Clarissa menghela napas pelan dan berkata, "Sepertinya Mommy dan Daddy terus saja bertengkar." Cleo mengangguk setuju, lalu bertanya, "Terus, kita harus ngapain?" Clarissa mengangkat bahu dengan polos. "Aku juga nggak tahu." Tiba-tiba, Noah tersenyum. "Gimana kalau kita buat Papa dan Mama baikan lagi?" usulnya. "Gimana caranya?" tanya Cleo bingung. Clarissa menggaruk kepalanya, seolah berpikir keras. "Ayo kita berpikir dulu." Mereka bertiga pun langsung terdiam, memutar otak mencari cara terbaik untuk menyatukan Kiran dan Arga. Setelah beberapa saat, wajah Clarissa tiba-tiba tersenyum lebar. "Aha! Aku punya ide!" "Apa?" tanya Noah dan Cleo serempak. Kedua lelaki itu pun langsung melihat ke arah Clarissa yang ada di tengah-tengah mereka. Clarissa langsung merangkul Noah dan Cleo. "Sini, aku bisikin," katanya sambil berbisik di telinga mereka. Setelah mendengar rencana Clarissa, Noah dan Cleo

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 123 : Pertengkaran Kiran & Arga

    Kiran menghentikan langkahnya dan berjongkok di depan Cleo yang masih menangis. Dengan lembut, ia menghapus air mata anak kecil itu. "Sayang, Mama sedang sakit. Kita doakan saja biar Mama cepat sembuh, ya. Supaya nanti Mama bisa berkumpul lagi dengan kita." Cleo mengangguk kecil sambil sesegukan. "Iya, Tante. Cleo selalu doain Mama pas salat, biar Mama bisa cepat sembuh." Kiran tersenyum dan mengelus kepala Cleo dengan gemas. "Anak pintar. Sudah, jangan nangis lagi, ya. Tante tahu kamu anak yang kuat." Cleo menatap Kiran dengan wajah yang masih terlihat sedih. "Tante, aku mau pulang ke rumah. Papa sudah jarang sekali tinggal di rumah. Aku rindu." Kiran tertegun mendengar permintaan Cleo. Ia tahu bahwa selama ini Arka memang lebih sering tinggal di rumah almarhum orang tuanya, jarang pulang ke rumahnya sendiri. Bahkan, Cleo sering merasa kesepian karena rumah itu hanya menyisakan kenangan masa lalu. "Baiklah, kalau begitu, kita akan pulang ke rumah," jawab Kiran sambil tersen

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 122 : Menemui Lita

    Kiran melihat Cleo berdiri sendirian di balkon apartemen, bocah kecil itu tampak termenung, tatapannya juga terlihat kosong. Ia mulai berjalan ke arah Cleo. "Cleo." Cleo terkesiap mendengar suara Kiran. Ia segera menghapus air mata yang sempat jatuh di pipinya, lalu menoleh ke arah Kiran yang kini berdiri di sampingnya. "Tante …," sahut Cleo pelan. "Kamu sedang apa sendirian di sini? Kenapa tidak main sama Noah dan Clarissa?" Kiran bertanya sambil tersenyum tipis. Cleo menggeleng pelan. "Tidak, Tante. Aku hanya sedang sedih." "Sedih?" Kiran berjongkok agar bisa sejajar dengan Cleo. "Kenapa, Sayang?" Cleo menarik napas panjang sebelum menjawab, "Iya, Tante. Aku sedih … sekarang aku gak punya siapa-siapa lagi. Papa udah gak ada. Nenek udah pulang ke kampung, dan Mama masih di rumah sakit." Kiran merasakan hatinya pilu mendengar kata-kata itu. Bi Sri, neneknya Cleo sekaligus orang yang bekerja di rumah Maria, juga sudah kembali ke kampung halaman karena usianya yang suda

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 121 : Kehilangan

    Air mata Kiran jatuh menggelinding meninggalkan jejak di wajahnya, mengalir begitu saja tanpa permisi. Lututnya terjun bebas mendarat di tanah, dadanya terasa sesak, terasa perih seperti ditusuk ribuan jarum. "Kenapa … kenapa harus kamu?" Hiks! James menghampiri Kiran, lalu meletakkan tangannya di bahu putrinya, memberikan sedikit kekuatan di tengah kesedihannya. Ia tahu, putrinya pasti akan terpuruk melihat seseorang yang pernah hadir dalam hidupnya kini telah berpulang. "Arka ingin memberikan kesempatan kedua untukmu, Kiran. Dia ingin kamu tetap bisa melihat dunia," ujar James dengan suara yang terdengar berat. "Tapi kenapa Arka … kenapa dia melakukan ini, Pa?" Suara Kiran begitu serak, matanya masih tertuju pada nisan Arka. James menarik napas panjang sebelum menjawab, "Selama ini, Arka memiliki penyakit jantung. Dokter sudah lama memberitahunya bahwa kondisinya semakin memburuk dari hari ke hari. Ia mencoba bertahan sekuat tenaga. Tapi pada akhirnya, ia tahu waktunya tidak

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 120 : Batu Nisan

    Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh Kiran dan keluarganya. Setelah beberapa minggu menunggu, akhirnya dokter akan melepas perban di mata Kiran. Mereka semua menanti hasil dari operasi transplantasi yang menentukan penglihatan Kiran kembali. Dokter masuk sambil tersenyum ramah. "Baiklah, Kiran. Kita akan mulai melepas perbanmu sekarang. Cobalah untuk rileks, ya." Kiran mengangguk. Akan tetapi tubuhnya sudah bergetar, ia takut bila semuanya akan sia-sia, tapi ia juga berharap bila penglihatannya kembali normal lagi. Clarissa yang berdiri di samping tempat tidur, menggenggam tangan ibunya dengan erat. Sementara James dan Kinanti berdiri di belakang mereka, wajah mereka begitu gelisah, hanya berharap bila semuanya akan baik-baik saja, dan putrinya kembali bisa melihat. Perban perlahan dilepas, lapis demi lapis, hingga akhirnya dokter berhenti dan menatap Kiran serius. "Coba perlahan buka matamu, Kiran. Jangan khawatir, cahaya mungkin akan terasa sedikit menyilaukan di awal.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status