Share

Bisma Adibrata

Hayu melongo, kenapa mendadak bosnya ada di sini.

“Bapak, jelangkung? Datang tak diundang? Kenapa bisa ada di sini?”

“Ini jalan raya, yang siapa saja boleh melewatinya, Hayu. Saya sedang lewat dan melihatmu seperti orang gila. Makanya, saya menghampiri kamu. Lagi ada masalah? Bisma ke mana? Kalian lagi berantem?”

Hayu yang tadinya sedih, mendadak menjadi kesal karena bosnya, Candra Hardana. Kalau di novel-novel sosok CEO cenderung dingin, tidak bagi sosok Candra, dia selalu mengganggu sekretarisnya itu. Memiliki jiwa kepo akut dan juga komentator yang luar biasa cerewet.

“Bapak, kepo! Mending Bapak antar saya pulang, sekarang.”

“Berani ya, kamu menyuruh saya, mau saya potong gaji kamu bulan ini!”

“Maaf, Pak. Bagaimana saya hidup, kalau gaji saya dipotong. Kasihani saya, Pak.”

“Masuk!” perintah Candra pada sekretarisnya itu.

Hayu masuk ke dalam mobil Candra. Malam ini, malam minggu, bisa saja bosnya itu pulang dari kencan buta yang sering dijadwalkan oleh ibunya.

Candra masuk ke dalam mobil, menyusuri jalanan malam yang lumayan ramai malam ini. Mungkin karena malam minggu banyak orang menikmati weekend setelah enam hari bekerja keras.

“Bapak habis kencan buta lagi?”

“Sok tahu kamu, kamu kenapa menangis di jalanan? Memang kamu dari mana? Bisma ke mana? Sudah dua kali lho, saya menanyakan ini. Kamu harusnya bersyukur punya atasan yang baik dan perhatian seperti saya. Apalagi harus repot mengantarkan kamu pulang, saya jadi berpikir, yang bos itu saya atau kamu.”

“Saya dari rumah Bisma, Pak. Kenapa bapak tidak pernah cerita ke saya, kalau bawahan bapak, sekaligus sahabat bapak itu, adalah putra dari keluarga Adibrata. Bapak tega sama saya. Bapak sungguh terlalu.”

Candra melirik ke arah Hayu, dia sudah bisa menebak apa yang terjadi dengan Hayu.

“Apa yang mereka lakukan padamu?”

“Tidak ada, saya hanya terkejut dengan kenyataan yang harus saya hadapi karena kebodohan saya.”

Hayu tak ingin menceritakan kejadian di rumah Bisma. Dia tak ingin Candra tahu apa yang terjadi di sana, di mana ibu Bisma menunjukkan bahwa status mereka berbeda.

Candra tahu seperti apa keluarga Bisma, dia yakin orang tua Bisma pasti merendahkan sekretarisnya itu. Candra diam, tak lagi berkomentar. Bagaimanapun itu urusan mereka sendiri.

Beberapa kali mengantar sekretarisnya pulang, membuat dia hafal di mana rumah Hayu. Mereka tiba di rumah Hayu. Tampak ibu Hayu duduk di teras rumah, sepertinya menunggu Hayu pulang. Hayu turun dari mobil Candra, dia mengira Candra akan langsung pergi. Nyatanya dia ikut turun dan menghampiri ibu Hayu.

“Selamat malam, Bu,” ucap Candra menyalami ibu Hayu.

“Malam, Pak Candra. Terima kasih sudah mengantar Hayu pulang. Ibu cemas sekali.”

Kening Hayu berkerut, “Ada apa, Bu. Apa ada sesuatu yang terjadi?”

“Tidak ada, hanya tadi Bisma menelepon ibu, katanya kamu pulang sendirian, jadi ibu khawatir, apa terjadi sesuatu dengan_?”

Candra yang merasa mereka ingin membicarakan sesuatu, buru-buru pamit pada mereka berdua. “Maaf, sudah malam, saya permisi dulu.”

Bu Tuti, ibu Hayu pun mengangguk, “Hati-hati, Pak.”

Candra membalasnya dengan senyuman dan segera masuk ke dalam mobil. Hayu baru sadar, kalau dia belum mengucapkan terima kasih pada atasannya, segera Hayu menghampiri mobil Candra. “Terima kasih, Pak Bos.”

Candra mengangguk dan menutup kaca mobilnya, melajukan kendaraannya di jalan, berbaur dengan kendaraan lainnya.

Sementara tak jauh dari mereka ada Bisma yang sejak tadi mengamati interaksi mereka bertiga. Setelah Hayu pulang, Bisma yang tidak tenang, segera keluar menyusul Hayu, sayangnya Hayu sudah tak terlihat di sekitar rumahnya. Karena itu dia memutuskan untuk menelepon ibu Hayu. Memastikan Hayu sudah sampai di rumah atau belum. Ketika bu Tuti mengatakan bahwa putrinya belum sampai di rumah, dengan segera Bisma menyusulnya. Tapi saat sampai di rumah Hayu. Dia di suguhkan dengan pemandangan yang membuatnya sesak. Dia bukanya tak tahu, kalau sahabatnya itu juga menyukai Hayu. Meskipun Candra sering menutupinya, tapi sebagai lelaki, dia sangat tahu bagaimana perasaan Candra pada Hayu.

Memutar mobilnya kembali pulang ke rumahnya. Bu Ayu yang menunggu Bisma pulang kesal melihat putranya. “Ada yang ingin Mami bicarakan denganmu, Bisma. Duduk!”

Bisma yang sedang kesal tak menjawab ucapan maminya, dia mendudukkan tubuhnya dengan kasar, “Ada apa lagi, Mi. Bisma tahu apa yang akan Mami bicarakan. Bukankah Mami sendiri yang bilang akan menerima menantu seperti yang Bisma inginkan, tapi kenapa Mami bersikap, seolah-olah menolak Hayu.”

“Mami memang pernah bilang begitu, Bisma. Tapi bukan berarti kamu bisa memilih istri semaumu sendiri, kita harus tahu, bibit, bebet dan bobotnya. Mami nggak mau punya cucu yang tidak jelas keturunannya.”

“Jadi Mami pikir, Hayu berasal dari keluarga yang tidak jelas bibitnya, seperti itu? Bukankah Mami sudah menanyakan padanya, dia punya orang tua, Mami. Lagi pula ini zaman modern ,Mi. Kenapa harus melihat orang lain dari status sosialnya. Kita tidak hidup di zaman kerajaan Mami, yang semuanya berada di tingkatan kasta masing-masing. Mi, Bisma serius dengan Hayu. Bisma mohon, Mi. Bukankah Mami selalu bilang, semua manusia sama di mata Tuhan.”

Kali ini nyonya Ayu tak sanggup menjawab perkataan putranya, dia diam, namun sejurus kemudian dia berkata, “Kamu benar, setiap manusia sama di mata Tuhan. Tapi Mami bukan Tuhan. Jadi, semua orang berbeda di mata Mami! Semua orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya, Bisma. Apalagi kamu satu-satunya anak Mami, pewaris tunggal kerjaan bisnis Adibrata. Jadi sudah seharusnya, Mami memilih-milih calon menantu Mami. Kita juga masih ada keturunan ningrat, kamu harus ingat itu!”

Bisma tak mau kalah dari maminya, dia masih berusaha memberikan argumennya, “Mi, Mami baru sekali bertemu Hayu, kenapa sudah berpikiran bahwa Hayu tidak pantas untuk Bisma, Mi. Cobalah lebih dekat dengan Hayu, Mi. Mami pasti akan jatuh cinta dengan segala hal tentangnya, dia kriteria perempuan yang baik dan pantas dijadikan istri, Mi.”

“Kamu yakin, kok Mami nggak yakin, ya. Dia bisa mendekati kamu karena uang, jangan bodoh, Bisma.” Bu Ayu tak mau kalah dengan putranya, kamus mutlak, anak harus menurut orang tua sudah terpatri di dalam otaknya.

Bisma pusing dengan perkataan maminya, satu sisi dia tidak mau menjadi durhaka, satu sisi yang lain, dia sangat mencintai Hayu, perempuan berparas cantik dan juga baik.

“Mi, Hayu bukan perempuan seperti itu, dia tidak tahu kalau Bisma anak dari keluarga Adibrata. Dia hanya tahu, kalau Bisma hanya seorang manajer biasa yang bekerja satu kantor dengannya, baru hari ini dia tahu, kalau Bisma, anak dari Nyonya Ayu Adibrata!”

Bisma mulai lelah menjelaskan pada maminya, dia mendengus kesal, mengambil nafas dalam-dalam dan membuangnya kasar. “Mi, tolonglah, beri Hayu kesempatan untuk lebih dekat dengan Mami.”

“Baiklah!”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
A. JOEZAH
lanjutkan kak
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status