Jam sepuluh malam Sergio masih belum kembali.Setelah mandi, Hazel berbaring di ranjang dan tidak bisa tidur.Dia bangun dengan kesal, lalu menelepon Sergio.Ini adalah panggilan ke sepuluh yang dia lakukan kepada Sergio. Namun, Sergio tidak menjawab panggilannya sekali pun.Mendengar nada sibuk di ujung telepon, pikiran Hazel langsung bergerak liar.Jangan bilang Sergio marah karena apa yang terjadi siang tadi!Hazel juga tidak sengaja ....Saat itu perasaannya sedang kalut, tidak tahu harus bersikap seperti apa untuk menghadapi Sergio.Jadi saat Sergio mendekat, dia menghindar tanpa sadar.Sebenarnya Hazel sangat menyesal saat melihat sorot mata Sergio yang penuh keterkejutan siang tadi.Terlepas dari apakah Sergio memiliki wanita lain di hatinya, setidaknya saat ini Hazel adalah istri sahnya.Dia harus bertanya dengan jelas. Jika Sergio benar-benar memiliki wanita lain di hatinya, setidaknya Sergio harus menjelaskannya padanya.Jika tidak ada ....Apa yang harus dilakukan jika Sergi
Mendengar jawaban Sergio, Hazel hampir menangis, tetapi dia tetap mencoba berunding dengannya, "Om, aku nggak bisa napas. Bisakah Om melonggarkan pelukan Om?"Sergio perlahan mengendurkan pelukannya, tetapi masih terus memeluknya.Dia tidak terlihat akan melepaskan Hazel.Hazel, "..."Jika bukan karena mencium bau alkohol yang menyengat dari tubuh Sergio, Hazel akan curiga kalau Sergio berpura-pura mabuk.Dia menarik napas dalam-dalam dan terus bertanya, "Bisakah Om duduk di sofa dulu? Aku capek berdiri terus."Sergio akhirnya dengan enggan mengangkat wajahnya dari bahu Hazel.Dia menggerakkan matanya ke bawah dan melihat Hazel berdiri dengan kaki telanjang tanpa mengenakan sandal rumah. Seketika, tatapannya langsung membeku.Matanya tertuju pada kaki putih Hazel dan jakunnya bergerak naik turun beberapa kali. Lalu, dia menggendong Hazel.Hazel langsung berteriak ketika tubuhnya tiba-tiba melayang di udara, dengan gugup memeluk leher Sergio.Baru setelah Sergio membaringkannya di sofa,
Menatap mata Sergio yang dalam dan gelap, hati Hazel gemetar.Wajah tampan Sergio begitu dekat, bahkan hampir menyentuhnya.Kalau Sergio bergerak sedikit saja, dia pasti sudah bisa mencium Hazel.Hazel membuang muka dengan panik, ketakutan yang dia rasakan menekan perasaan itu, membuatnya secara tidak sadar ingin melarikan diri.Namun, dia lupa kalau tangan Sergio masih menggenggam erat tangannya.Sergio saat ini dalam posisi setengah membungkuk. Begitu Hazel mundur, tubuh Sergio pun kembali condong ke depan.Dalam sekejap, tubuh Sergio terjatuh ke atas sofa dan menekan Hazel yang berada di bawahnya.Waktu seolah berhenti ....Suasana yang tercipta begitu tenang.Satu-satunya hal yang terdengar adalah suara detak jantung.Irama detak jantung yang terdengar lebih keras dari yang lainnya.Sergio menatap Hazel dengan sorot tergila-gila, jari-jarinya tanpa sadar menyentuh pipi halus dan lembut Hazel.Di mata sedalam kolam kuno itu, ada cinta mendalam yang telah terpendam selama bertahun-ta
Sergio tertegun, tidak menyangka Hazel akan menanyakan pertanyaan seperti itu.Dia melengkungkan sudut bibirnya, mengulurkan tangan dan mengusap bagian atas rambut Hazel dengan lembut. Sorot matanya lembut dan penuh kasih."Hazel, kenapa tanya begitu? Aku baik padamu hanya karena kamu adalah kamu.""Hanya karena ... aku adalah aku?" gumam Hazel pelan.Sergio mengangguk, tatapan matanya dalam. Dia menundukkan kepalanya dan mencium bibir Hazel. "Kamu awalnya memang milikku, dari awal sampai akhir."Kalimat ini tidak dijelaskan lebih lanjut, membuat Hazel tidak bisa memahaminya.Belum sempat dia bertanya, Sergio menunduk dan mencium bibirnya.Bibir Hazel lembut dan halus, yang berkilau lembap di bawah sorot cahaya. Saat ini, bibirnya terlihat makin halus karena ciuman tadi.Aroma manis di bibir Hazel sepertinya membuat Sergio ketagihan.Sergio merasa tidak cukup tidak peduli seberapa lama dia mencium Hazel.Hazel merasa lemas dan berbaring di sofa, tidak berani bergerak.Pipi putihnya mul
Usai berganti pakaian, Sergio membantu merapikan selimut Hazel. Dia bahkan tidak sarapan dan langsung meminta sopir mengantarnya pergi ke rumah sakit.Sopir mengangguk setuju, menyalakan mesin mobil dan melaju ke rumah sakit.Sesampainya di rumah sakit, Sergio langsung menuju bangsal Erlina.Erlina sedang duduk di ranjang rumah sakit sambil sarapan. Saat melihat Sergio, matanya langsung berbinar.Dia mengangkat selimut dengan tidak sabar dan turun dari tempat tidur. "Kak Sergio, kamu akhirnya datang. Aku sangat bosan terus tinggal di sini. Bisakah kamu membantuku keluar dari rumah sakit?"Nada centilnya memberikan kesan kalau hubungan mereka terlihat sangat erat.Sergio mengerutkan kening, menghindari uluran tangan Erlina dan langsung bertanya langsung ke pokok permasalahan, "Apa kemarin kamu bilang sesuatu sama Hazel?"Senyuman di bibir Erlina membeku dan sikapnya kembali normal dengan cepat.Dia mengedipkan matanya yang indah dan polos, menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, "Ngga
Sergio mencibir, lalu bertanya, "Istimewa? Kepadamu? Nona Erlina, pertama-tama, aku sudah menolakmu sejak lama. Kedua, aku nggak pernah menerima barang yang kamu berikan padaku. Terakhir, bunuh diri hanya akan berguna pada orang yang peduli padamu. Trikmu ini nggak mempan padaku."Setiap kata yang diucapkan Sergio bagaikan sebilah belati tajam, menusuk keras ke dalam hati Erlina.Erlina tak kuasa menahan tangisnya, air matanya berjatuhan.Dia maju selangkah, mencoba meraih lengan Sergio.Namun sebelum Erlina sempat mendekat, Sergio sudah mundur dua langkah dan sorot matanya makin dingin. "Maaf, aku sudah menikah dan harus menjaga jarak dengan orang lain selain istriku. Kalau ada yang ingin kamu katakan, berdiri saja di sana."Erlina diam-diam menggertakkan giginya, memandang Sergio dan berkata, "Apa menurutmu Hazel menikahimu karena dia menyukaimu? Dia hanya ingin memanfaatkanmu untuk membalas dendam pada Justin!"Mata Sergio sedikit menyipit dan sudut bibirnya melengkung membentuk sen
Saat bangun, Hazel menyadari bahwa dia terbaring sendirian di ranjang yang empuk.Melihat langit-langit yang sudah dikenalnya, tubuh Hazel langsung kaku, kenangan tadi malam tiba-tiba membanjiri pikirannya.Memikirkan sorot mata Sergio yang penuh nafsu, napas panas dan ciuman yang begitu dalam, rona merah perlahan merayapi pipinya.Hazel berguling-guling di tempat tidur beberapa kali sambil memegang selimut dan terus mengipasi dirinya dengan tangannya.Meski begitu, panas di wajahnya tidak kunjung hilang.Dia beranjak dari tempat tidur, mandi sebentar dan turun ke bawah.Sekarang masih pagi, tetapi Sergio sudah tidak terlihat di lantai bawah. Dia pasti sudah berangkat kerja.Saat melihat Hazel turun, Adam segera menghampiri dan menyapa sambil tersenyum, "Nyonya, sarapan sudah siap. Saya akan segera membawanya keluar."Hazel menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Nggak perlu, Pak Adam. Aku nggak nafsu mapan. Lagian juga mau ke kampus."Adam tiba-tiba menjadi serius, "Mana boleh nggak sa
Hazel berpura-pura tidak melihat perubahan ekspresi pegawai itu dan melambaikan tangannya dengan lembut. "Nggak apa-apa, aku telepon dulu saja."Dia mengeluarkan ponselnya, mencari nomor ponsel Ervan dan menghubunginya.Panggilan dijawab dengan cepat dan suara Ervan terdengar penuh keterkejutan, "Nyonya?""Ervan, apa Om ada di perusahaan? Aku membawakannya makan siang dan dia sudah ada di bawah."Ervan langsung terkesiap, yang terlihat jelas di ruang rapat yang sunyi.Mata Sergio menyapu ke arahnya seperti pisau dingin. Ervan segera merendahkan suaranya dan berkata kepada Hazel, "Nyonya, mohon tunggu sebentar."Dia menghadapi tatapan mata Sergio yang seakan ingin membunuhnya, lalu berbisik di telinganya, "Tuan, Nyonya datang membawakan makan siang dan sudah di bawah."Ekspresi Sergio tiba-tiba berubah ketika mendengar ini.Dia duduk dari kursi dan menatap Ervan dengan dingin. "Kenapa nggak bilang dari tadi?"Ervan tersenyum pahit dan ingin menjelaskan, tetapi Sergio tidak memberinya ke