Beranda / Romansa / Heartbeat / The Whisper

Share

The Whisper

Penulis: Bia Baharda
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-11 13:31:16

Kakek Tom nampaknya tidak merasa bosan untuk terus mengomeli Carla agar kembali bekerja dan berhenti mengurusi orang sakit. Gadis bermata abu-abu itu sesekali memberikan tatapan kesal, lalu mencoba menganggap gurauan Kakek Tom sebagai candaan belaka.

Carla lebih nyaman menghabiskan waktu-waktunya dengan para pasien di rumah sakit karena selama ini sebagian besar di hidupnya memang banyak dihabiskan di sana. Ia senang menghibur orang-orang yang sedang tak sehat, bercanda bersama mereka, sesekali membawakan mereka bunga dari tokonya.

Pagi itu yang berusaha menasihati Carla agar tidak terlalu banyak menghabiskan waktu di rumah sakit bukan hanya Kakek Tom tetapi juga Suster Jane. Suster yang telah Carla anggap seperti keluarganya sendiri itu menyarankan Carla untuk mencari hiburan lain selain datang ke rumah sakit. Perempuan empat puluh lima tahun itu menyarankan Carla untuk bersenang-senang dengan hidupnya, sementara waktu melupakan tentang tempat bernama rumah sakit.

“Sudahlah Suster Jane, jangan menyarankanku untuk melakukan hal yang tidak mungkin bisa aku lakukan. Suster tahu bukan bahwa aku tidak mungkin jauh-jauh dari rumah sakit ini, aku juga tidak bisa jauh-jauh dari Suster,” ucap Carla sambil merangkul pundak Suster Jane.

Kak Tom berdecit kesal. Ia menyentil kening Carla, “Kau ini masih muda, carilah pergaulan dengan orang-orang sehat di luar sana!” ujar Kakek Tom dengan sinis. Carla tidak lagi mendengarkan ucapan pria tua itu, konsentrasinya terpecah ketika pandangan matanya tak sengaja menangkap sosok Sbastian yang sedang berjalan mendekati sahabat kecilnya.

Carla buru-buru berlari, meninggalkan Kakek Tom yang masih mengomeli dirinya. Pria tua itu memanggil-manggil nama Carla agar kembali mendengarkan ucapannya, tetapi Carla tak memedulikan ucapan Kakek Tom. Ia buru-buru berlari ke arah si dokter angkuh. Kakek Tom menggerutu kesal karena Carla tak mau mendengarkannya. Suster Jane mencoba untuk menenangkan pria tua itu. Mereka berdua terus memperhatikan arah perginya si gadis bermata abu-abu, merasa penasaran dengan apa yang membuat gadis itu berlari tanpa pamit.

“Apa yang kau lakukan?” ucap Carla dengan suara pelan, ia menarik paksa Sbastian untuk menjauh dari Cheril yang sedang asyik menggambar bersama beberapa temannya.

Sbastian menghempaskan tangan Carla dengan kasar, “Berani sekali kamu menyentuh tanganku?” ucap Sbastian dengan mata penuh kekesalan.

Carla bersidekap, memberikan tatapan mengejek, “Katakan apa yang kau lakukan di sini?” tanya Carla kembali.

“Aku bekerja di sini jadi wajar jika aku juga berada di sini. Aku yang harusnya bertanya padamu kenapa ada di sini, kau bukan dokter, bukan perawat, bukan staf, dan aku rasa kamu juga pasien di rumah sakit ini, kau terlihat sehat bahkan sangat sehat untuk menjadi pasien, mungkin jika kau pasien tempat yang cocok adalah rumah sakit jiwa bukan di sini. Jadi, katakan kenapa kau ada di sini?” ucap Sbastian dengan kedua tangannya yang dimasukkan ke dalam saku jas dokternya.

Carla berkacak pinggang, “Itu bukan urusanmu, kenapa kau menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan. Sudah katakan saja kenapa kau mendekati Cheril?”

“Memangnya Cheril adik kamu sehingga aku harus laporan padamu jika ingin bertemu dengannya?”

Carla menarik kerah dokter spesialis kanker itu dengan kedua tangannya, Sbastian spontan mencengkram tangan Carla, “Apa yang kau lakukan? Lepaskan tanganmu itu!” ucap Sbastian dengan penuh amarah.

“Jangan pernah mendekati Cheril! Aku tahu kau ingin menemuinya hanya untuk memintanya agar tidak memberimu hadiah lagi bukan?” tuduh Carla.

Sbastian mendengus kesal, ia mencengkram tangan Carla dengan kencang hingga membuat gadis itu kesakitan dan terpaksa melepaskan kerah jas dokter milik Sbastian, “Kau jangan asal menuduh!”

“Lalu untuk apa kau ingin mendekati Cheril?” Carla menuntut penjelasan.

“Aku ingin bicara dengannya. Ah…sudahlah, aku tidak perlu memberi tahumu, ini bukan urusanmu!” ucap Sbastian dengan kesal. Dokter itu kembali ingin mendekati Cheril, Carla tidak membiarkannya, ia buru-buru menghalangi jalan Sbastian.

“Menyingkirlah dari jalanku!” ucap Sbastian dengan tatapan penuh kekesalan.

“Aku tidak akan membiarkanmu berbicara dengan Cheril jika kau hanya akan menyakitinya,” ucap Carla dengan penuh rasa berani.

Sbastian mencengkram kedua bahu Carla, menatap gadis di hadapannya itu dengan tajam, “Aku tidak butuh persetujuanmu untuk menemuinya, jika kau khawatir dengannya kau bisa mendengarkan pembicaraan kami,” setelah itu Sbastian mendorong Carla ke samping dan ia pun melanjutkan rencananya untuk bertemu dengan Cheril.

***

Cheril yang sedang asyik menggambar bersama teman-temannya tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan Sbastian. Gadis kecil berambut panjang terurai itu menatap Sbastian dengan tatapan takut. Ia ingat dengan kemarahan dokter tampannya itu. Ia takut jika dokter itu datang untuk memarahinya. Gadis umur sembilan tahun itu terus menundukkan kepala, tak berani menatap wajah Sbastian.

Carla yang berdiri tak jauh dari sana melihat pemandangan itu, ia tahu bahwa Cheril sedang ketakutan, buru-buru gadis bermata abu-abu itu menghampiri Sbastian. Dia menarik-narik tangan dokter tampan itu agar menjauh dari Cheril, tetapi Sbastian tak mau menuruti keinginan Carla. Pria itu menghempaskan tangan Carla dengan kasar.

“Cheril kau memberikan cokelat ini untukku bukan?” Sbastian mengeluarkan sebungkus cokelat batang dari saku jas kebesarannya, cokelat hadiah dari si gadis kecil.

Cheril melirik beberapa saat cokelat itu, lalu kembali menundukkan kepalanya. Ia masih merasa takut pada Sbastian.

“Pergilah dokter gila, dia takut padamu,” ucap Carla dengan suara pelan.

 “Diamlah gadis kasar!” balas Sbastian.

Setelah tak mendapatkan tanggapan dari Cheril, Sbastian pun kahirnya mengambil langkah selanjutnya, ia akhirnya duduk di atas rerumputan taman, sama seperti yang sedang Cheril dan teman-temannya lakukan. Anak-anak itu sedang menggambar sembari duduk di atas rerumputan taman yang empuk.

“Hai…gambarmu bagus sekali,” puji Sbastian dengan nada datar setelah duduk tepat di depan si gadis kecil, sebuah gambar anak kecil dikelilingi bunga warna-warni, itu yang Sbastian lihat di buku gambar yang sedang dipangku Cheril.

Gadis kecil itu tak menanggapi, dia terus menundukkan kepala. Sbastian tidak pandai menghadapi anak-anak. Dia harus memikirkan cara agar gadis kecil itu tak lagi takut padanya.

“Hai, kau pasti takut padaku karena melihatku marah-marah saat menerima hadiah ini iya kan?” tanya Sbastian dengan suara yang lebih bersahabat. Cheril mengangguk ragu-ragu.

“Kau pasti takut dan sangat marah padaku karena melempar hadiahmu bukan?” Sbastian kembali bertanya, Cheril kembali menganggukkan kepalanya dengan ragu.

“Sebenarnya, aku tidak marah padamu atau pada hadiah yang kau berikan padaku,” ucap Sbastian. Kalimat itu berhasil membuat Cheril mengangkat wajahnya, gadis kecil itu kini menatap wajah Sbastian.

“Lalu, apa yang membuat dokter marah?” tanya Cheril dengan suara yang bergetar, ia masih merasa takut pada dokter tampannya.

Sbastian melirik Carla yang masih berdiri di sampingnya selama beberapa saat, kemudian dia membisikkan sesuatu di telinga Cheril. Tanpa diduga wajah gadis kecil yang sebelumnya itu ketakutan kini berubah. Cheril tertawa terbahak-bahak setelah Sbastian membisikkannya sesuatu. Wajah Sbastian tak berubah, ekspresinya tetap datar meski di depannya ada seorang gadis kecil yang sedang tertawa riang.

Carla menatap curiga pada dokter itu. Ia penasaran dengan kata-kata yang dibisikkan Sbastian pada Cheril hingga bisa membuat gadis kecil itu tertawa.

“Jadi, kau memaafkanku?” Sbastian kembali bertanya di sela-sela tawa Cheril.

Gadis sembilan tahun itu menganggukkan kepalanya, “Aku memaafkanmu, tapi kau harus makan cokelat itu!” ucap Cheril dengan mata berbinar.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Heartbeat   The Message

    Berbagai macam bunga dengan warna yang bermacam-macam pula memenuhi pembaringan terakhir Carla. Prosesi pemakaman itu telah usai sejak beberapa jam yang lalu. Namun, Sbastian nampaknya enggan untuk meninggalkan kuburan gadis penjual bunga itu.“Semua orang sudah pergi, apa kau akan tetap di sini?” tanya seorang perempuan berambut pirang. Ada beberapa luka memar di wajah perempuan itu.Sbastian mengalihkan tatapannya dari nisan bertuliskan nama Carla ke sosok yang mengajaknya berbicara, “Kau sendiri masih di sini,” ucap Sbastian dengan nada dingin.Perempuan berambut pirang itu tersenyum getir, lalu ia duduk bersimpuh di samping kuburan Carla, tepat di samping Sbastian, “Aku hanya ingin sedikit lebih lama lagi di sini. Saat dia masih hidup tidak banyak waktu yang kami habiskan bersama. Aku tidak begitu menyukainya karena sejak Mom menikah dengan Daddy Carla, Mom lebih perhatian padanya,” perempuan ber

  • Heartbeat   You Will...

    Sbastian dengan menggunakan kursi roda membawa Carla menuju taman rumah sakit yang terlihat lenggang siang itu karena udara yang cukup dingin. Wajah Carla nampak berseri karena dapat menghirup udara segar musim dingin. Setelah tiba di taman itu, Carla meminta Sbastian untuk membantunya duduk di bangku panjang taman.Sbastian dengan hati-hati pun mengangkat tubuh gadis bermata abu-abu itu dari kursi roda dan mendudukkannya di bangku taman. Setelah duduk di atas bangku panjang taman Carla menyandarkan punggungnya ke sandaran bangku itu. matanya mengamati pemandangan di sekitarnya. Sbastian ikut duduk di samping Carla. Pria itu menatap wajah pucat Carla dengan tatapan yang sulit diartikan.“Aku suka musim dingin, tapi aku lebih suka lagi musim semi,” ucap Carla sambil menatap pepohonan-pepohonan gundul yang ada disekitarnya.“Aku suka semua musim kecuali musim gugur,” ucap Sbastian sambil menatap wajah Carla lamat-lamat.Carla mengali

  • Heartbeat   Miss You

    Sbastian berlarian di lorong-lorong rumah sakit menuju ruang perawatan Carla. Saat itu dia sedang berada di salah satu ruang rawat pasiennya untuk melakukan pemeriksaan berkala. Saat dia berbincang dengan pasiennya itu, tiba-tiba ponsel miliknya berbunyi. Sebuah panggilan dari sang kakak yang mengabarkan berita begitu mengejutkan.Tanpa membuang waktu dan tanpa memdulikan pasien yang sedang diperiksanya, Sbastian pun berlari dengan cepat. Ia beberapa kali bahkan harus menabrak suster atau pasien yang sedang berjalan di lorong-lorong rumah sakit St Thomas’. Dokter bermata hijau itu tidak memedulikan keadaan sekitarnya yang ia pedulikan saat ini adalah segera tiba di ruang perawatan Carla.Jarak yang sebenarnya tak begitu jauh terasa sangat jauh. Sbastian mengumpat dalam hati karena tak juga tiba di ruang perawatan Carla. Ia semakin menambah kecepatan larinya, tak peduli dengan tatapan orang-orang yang ia lewati. Tatap penuh tanda tanya dan wajah penuh keheranan di

  • Heartbeat   Sadness

    “Kakek sepagi ini di sini?” tanya Sbastian dengan wajah terkejut ketika menemukan sang kakek sedang duduk di samping ranjang Carla.Pria tua itu mengalihkan pandangannya dari tubuh Carla pada sang cucu laki-laki, “Saat aku dirawat di rumah sakit ini, dia selalu mendatangiku pagi-pagi dan memaksaku untuk berolahraga di taman. Sekarang giliranku untuk melakukan itu. Aku ingin membangunkan gadis nakal ini,” ucap Tuan Tom dengan wajah yang dipenuhi oleh gurat kesedihan.Sbastian menghela nafas berat, ia dapat merasakan kesedihan yang dirasakan oleh sang kakek, “Carla belum bangun, Kakek bisa membujuknya untuk berolahraga saat dia bangun nanti,” ucap Sbastian sambil menatap nanar tubuh lemah Carla.Tuan Tom tersenyum getir, kini pandangannya kembali menatap Carla, “Dia terlihat sangat manis saat sedang tertidur, berbeda ketika dia sedang bangun. Saat dia bangun, dia gadis yang nakal dan pemaksa, aku merindukan gadis nakal itu

  • Heartbeat   Take Care of You

    Sudah satu minggu berlalu sejak Sbastian mengetahui tentang keadaan Carla yang sesungguhnya. Tua Tom dan Evelyn kini juga telah mengetahui kebenaran itu, Sbastian mengabarkan pada kakek dan kakaknya tentang kondisi Carla keesokan harinya setelah di malam sebelumnya Suster Jane mengatakan kejujuran padanya.Sejak tahu Carla sedang terbaring koma di ruang perawatan intensif bangsal VVIP, secara berkala Sbastian mengunjunginya. Meski saat sedang berkunjung, pria bermata hijau itu hanya menatap gadis bermata abu-abu itu dalam diam. Dia tidak pernah mencoba untuk mengajak Carla berkomunikasi.Sbastian bahkan pernah semalaman menunggui Carla hanya dengan duduk diam di kursi samping ranjang Carla terbaring. Menatap perempuan penjual bunga itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Suster Jane selama ini diam-diam memperhatikan tingkah si dokter mud aitu dan dia masih belum mengerti apa yang sebenarnya Sbastian pikirkan dalam diamnya.Tuan Tom dan Evelyn pun secara

  • Heartbeat   About Her

    Sbastian melajukan mobilnya di atas kecepatan rata-rata. Wajahnya terlihat gusar. Suster Jane yang duduk di kursi penumpang samping Sbastian menatap ngeri jalanan. Dokter muda itu menyetir mobilnya seperti orang yang kesetanan. Suster berusia hampir setengah abad itu berusaha untuk menyadarkan Sbastian dan meminta dokter bermata hijau itu untuk menurunkan laju mobilnya, namun Sbastian nampaknya tidak memedulikan hal itu.Dokter tampan itu sudah tidak sabar lagi untuk tiba di tempat gadis yang dicari-carinya selama beberapa hari belakangan ini. Setelah mengetahui hal yang sebenarnya dari Suster Jane berbagai perasaan yang tak dimengerti oleh Sbastian berkecamuk di dalam hatinya. Rasa khawatir, marah, kesal, sedih, dan kecewa beradu menjadi satu. Membuat dirinya merasa berada pada dunia yang sunyi.Mobil mewah Sbastian di parkir sembarang di depan pintu masuk utama Rumah Sakit St Thomas’. Pria itu tidak memedulikan teriakan satpam yang memintanya untuk memindahkan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status