Share

The Laugh

Sbastian dengan terpaksa memakan cokelat pemberian Cheril meski dia sebenarnya tidak suka makan-makanan manis, ia tidak mau gadis kecil itu kembali merasa takut padanya. Carla masih berdiri di tempatnya, menatap Sbastian dengan pandangan awas, ia tidak ingin dokter itu kembali menyakiti hati sahabat kecilnya.

“Kau lebih tampan saat dilihat dari dekat,” ucap Cheril sambil terus menatap Sbastian yang sedang memakan cokelat pemberiannya.

“Benarkah? Aku tidak merasa tampan selama ini,” ucap Sbastian dengan wajah datar.

“Sok rendah hati,” celetuk Carla yang membuat Sbastian langsung memberikan lirikan kesal.

“Kau tampan tapi wajahmu juga terlihat sedikit menyeramkan, apalagi saat kau sedang marah,” ucap Cheril kembali.

“Dia seperti monster saat sedang marah,” ucap Carla yang membuat Cheril dan teman-temannya tertawa. Sbastian berpura-pura tak mendengarnya. Ia sudah malas berdebat dengan Carla.

“Carla duduklah! Kenapa kau terus berdiri, aku lelah berbicara sambil mendongakkan wajahku padamu,” protes Cheril karena Carla tak mau duduk di atas rerumputan itu.

“Aku tidak mau duduk berdekatan dengan dokter kasar ini!” ucap Carla dengan wajah kesal.

“Bukannya kau menyukainya?” tanya Cheril dengan wajah polos.

Carla mengangkat sebelah alisnya, “Mana mungkin aku menyukai dokter seperti dia.”

Cheril terlihat bingung, gadis kecil itu menatap Sbastian dengan tatapan penuh tanya. Dokter spesialis kanker itu menhentikan kegiatan makan cokelatnya. Kemudian, ia kembali berbisik pada si gadis kecil. Lagi-lagi Cheril tertawa setelah mendengarkan bisikan Sbastian. Carla kembali memberikan tatapan curiganya pada Sbastian tetapi dokter itu hanya memberikan tatapan sinis pada Carla.

“Tersenyumlah!” pinta Cheril saat Sbastian kembali memakan cokelat batangnya.

Sbastian terkejut dengan permintaan itu, “Kau menyuruhku?” tanya Sbastian dengan bingung.

Cheril mengangguk-anggukan kepalanya, “Tentu saja aku menyuruhmu, kami semua tertawa saat mendengar lelucon Carla, aku juga tertawa saat kau menceritakan tentang Carla, tapi kau dari tadi hanya makan cokelat itu. Kau sama sekali tidak ikut tertawa bersama kami bahkan tersenyum saja tidak.”

Sbastian menelan salivanya, ia tidak senang tertwa atau tersenyum. Itu sama sekali bukan keahliannya.

“Apa kau sebenarnya tidak benar-benar meminta maaf padaku? Apa kau pura-pura menyesal? Apa jangan-jangan benar kata Carla bahwa kau bukan orang yamg baik?” Cheril terus bertanya tanpa henti. Sbastian menatap Carla dengan tatapan siap menerkam. Dokter muda itu penasaran dengan apa yang telah Carla katakana pada gadis kecil itu hingga gadis kecil itu mengatakan bahwa dirinya bukan orang baik.

“Kenapa diam saja?” Cheril kembali bersuara.

Sbastian mencoba untuk mencari alasan, “Jika aku bukan orang baik aku tidak mungkin datang mencarimu untuk meminta maaf, jika aku tidak tulus meminta maaf padamu mana mungkin aku memakan cokelat ini sampai hampir habis.”

“Tapi kenapa kau tidak tertawa dan tersenyum seperti kami?” Cheril kembali bertanya.

“Itu bukan hobiku,” ucap Sbastian asal.

Cheril menghembuskan nafas berat, “Tertawa dan tersenyum memangnya hobi? Bukannya hobi itu seperti membaca dan menggambar?” gadis kecil itu merasa bingung.

“Sudahlah Cheril dia memang tidak bisa tertawa,” ucap Carla sambil menatap sinis pada Sbastian.

“Tertawalah dokter! Aku ingin melihat tawa dokter, iya kan teman-teman?” Cheril merengek, tak mendengarkan ucapan Carla. Gadis kecil itu meminta dukungan teman-temannya. Setelah itu, teman-teman Cheril pun ikut membantu Cheril untuk mendesak Sbastian memamerkan tawanya.

Dokter muda itu merasa frustasi dengan teriakan anak-anak di sekitarnya. Ia pun mengalah dan mencoba untuk mengeluarkan tawanya. Hanya tawa kaku yang dapat dikeluarkan oleh Sbastian. Hal itu membuat Cheril, teman-temannya, dan juga Carla tertawa geli.

“Kau tertawa seperti robot,” ucap Cheril di sela tawanya.

Sbastian terdiam. Dia benar-benar merasa seperti pria bodoh yang mengikuti keinginan anak-anak di hadapannya. Ia merasa harga dirinya telah dijatuhkan. Jika bukan karena terpaksa pastilah dia tidak akan melakukan hal yang menurutnya bodoh itu.

Setelah terperangkap dalam keadaan yang menurut dokter itu membuat harga dirinya jatuh selama kurang lebih setengah jam, dia pun akhirnya bisa bernafas lega ketika para perawat meminta agar para pasien kembali ke kamar rawat untuk pemeriksaan pagi. Cheril dan teman-temannya melambaikan tangan pada Sbastian sebelum kembali ke kamar mereka yang dibalas dengan lambaian kaku.

Setelah anak-anak itu pergi, Sbastian pun bersiap untuk pergi dari sana. Namun, Carla mencegahnya. Perempuan itu menganggap bahwa Sbastian berhutang penjelasan padanya.

“Sekarang katakana apa yang sebenarnya kau bisikkan pada Cheril?” desak Carla.

“Bukan urusanmu!” jawab Sbastian dengan kasar. Dokter itu kembali ingin berjalan meninggalkan Carla, namun si gadis bermata abu-abu itu menarik tangannya.

“Lepaskan tanganku!” bentak Sbastian.

“Tidak sebelum kau katakana padaku apa yang kau bisikkan pada Cheril,” ancam Carla.

“Aku hanya mengatakan padanya bahwa bukan hadiahnya yang tidak aku suka tetapi kurir yang mengantarkannya karena kurir itu adalah perempuan yang selalu mengejar-ngejar cintaku dan selalu aku tolak,” ucap Sbastian dengan dingin.

Carla melepaskan tangan Sbastian dengan kasar, menatap pria itu dengan kesal, “Berani sekali kau mengarang cerita,” sungut Carla.

Sbastian tersenyum sinis, “Tidak masalah, jika itu bisa membuatku dimaafkan. Oh ada lagi, saat aku berbisik padanya untuk kedua kali, aku mengatakan padanya bahwa sikapmu yang sinis dan kasar padaku karena kau patah hati padaku karena terlalu mencintaiku.”

Carla rasanya ingin mencengkram pemuda di hadapannya itu, Sbastian benar-benar membuatnya kesal, “Kau benar-benar kurang ajar!” ucap Carla dengan geram.

Sbastian tertawa mengejek, “Aku bisa mengatakan apa pun yang aku mau, bukankah kau juga melakukan hal yang sama? Kau menjelek-jelekkanku di hadapan Cheril bukan? Kau mengatakan padanya bahwa aku bukanlah orang yang baik, benar bukan?”

Carla menelan salivanya, kini giliran dirinya yang diintrogasi, “Iya, aku memang mengatakan pada Cheril bahwa kau bukan orang yang baik, tapi itu memang kenyataan. Kau membuang hadiah dari seseorang, kau tidak menghargainya, itu membuktikan bahwa kau bukan orang yang baik,” Carla mencoba untuk membela diri.

Sbastian mendekatkan wajahnya pada gadis bermata abu-abu itu, “Jika kau tahu aku memang bukan orang yang baik, harusnya kau berhati-hati padaku bukan? Harusnya kau takut padaku iya kan?” ucap Sbastian dengan tatapan mengintimidasi.

Carla merasa gugup, tapi berusaha dengan cepat mengendalikan dirinya, “Aku tidak takut padamu, aku tidak takut pada apa pun bahkan maut sekalipun,” ucap Carla dengan sambil mengepalkan tangannya di samping badan, mencoba untuk menguatkan dirinya sendiri.

Sbastian kembali menjauhkan wajahnya dari gadis itu, “Gadis pemberani atau sok berani?” ucap Sbastian dengan nada meremehkan.

“Aku memang tidak takut padamu,” ucap Carla dengan penuh keyakinan.

“Aku tidak peduli,” ucap Sbastian dengan acuh, kemudian dokter muda itu kembali berjalan meninggalkan Carla.

“Jangan pernah dekati Cheril lagi!” teriak Carla yang hanya ditanggapi Sbastian dengan lambaian tangan. Gadis bermata abu-abu itu tidak ingin Cheril mendapatkan pengaruh buruk dari pria dingin dan kasar seperti Sbastian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status