“Kenapa? Teganya kamu,” teriak Liana meronta.
“Tega? Kamu, yang membuatku seperti ini.”
“Tidak, kumohon biarkan, Mama dan Papaku hidup,” pinta Liana dengan tatapan putus asa.
“Aku, akan membawa mereka bersamaku, ke alam baka.”
“Tidak…,” teriak Liana bersimpah darah.
“Selamat tinggal, adik.”
***
Hari ini Liana membawa nasi goreng kesukaannya dan sebotol susu putih. Bekal yang pas, untuk hari senin yang sangat padat berukat. Papa mengantar Liana ke sekolah.
“Hari senin, oh hari senin, hari yang sangat padat,” ucap papa di dalam mobil. Mendengar papa bernyanyi, membuat Liana tertawa cekikikan.
“Liana nanti pulangnya sama siapa?” tanya Papa menghentikan mobil.
“Liana bisa naik apa saja,
GPS menyatakan tempat, yang diintai alat itu berada dekat dengan taman kota, Liana bergegas berlari. Karena sibuk memperhatikan sekitar, ia menabrak seorang pria kemudian jatuh tersungkur, nafasnya tak beraturan.“Ah, sakit.” Tangannya terasa sakit ketika terjatuh. Liana melihat pria, dengan tas yang besar dan mencurigakan. Sedari tadi menoleh ke kanan, lalu ke kiri. Sesekali membuka tas, lalu menutupnya kembali.“Kenapa pria itu? Ah sakit, dia yang pria yang ku tabrak. Namun, kenapa ia terlihat bingung,” gumam Liana kemudian berdiri. Terlihat tangannya yang menggenggam, seperti memegang sesuatu yang tak ingin seorang pun tau.Entah kenapa, Liana yakin dia adalah teroris. Ia perlahan, mendekati seorang anak kecil yang duduk di bangku taman kota, Liana memperhatiakannya dari kejauhan, dan sontak berteriak.“Berhenti,” teriak Liana.Semua orang b
“Jangan percaya kepada siapapun atau kamu akan mati.” isi secarik kertas itu. Tubuh Liana masih gemetaran, ketika membaca secarik kertas itu. Ia menguatkan diri untuk berdiri, namun terus menerus gagal. Karena mendengar suara yang pecahan kaca, papa berlari menuju kamar Liana.“Liana,” teriak papa saat membuka pintu.“Papa,” ucap Liana singkat saat melihat papa.“Bangun sayang, tenang, papa disini bersamamu,” seru papa sembari memeluk Liana.“Si, siapa yang melempar batu ini?” tanya Liana dengan wajah ketakutan.Papa membaca pesan dari secarik surat itu, kemudian membawa Liana keluar untuk menenangkannya. Ia juga menjelaskan hal ini kepada mama, agar tidak khawatir.***In my dreams, you’re with me, we'll be everything I want us to be, and from there, who knows, maybe this will be th
Liana merasa sangat bingung, dengan isi surat itu, sampai-sampai tidak tahu jika mama dan papa sudah pulang. Ia menceritakan kejadian yang ia alami hari ini, dan mencoba menenangkan kedua orang tuanya.Mereka bersyukur Aji datang tepat waktu untuk melindungi putri semata wayangnya. Mama mencoba untuk menghibur Liana agar suasana hatinya membaik.“Aduh, anak Mama kelihatannya senang sekali,” ucap mama tersenyum.“Apa aku terlihat senang? Enggak kok, Ma,” tanya Liana, berusaha menyembunyikan wajahnya.“Untung saja, menantu Mama dateng tepat waktu ya, Pa,” ucap mama menggoda Liana kemudian tersenyum.“Menantu siapa? Ah Mama. Liana ingin bersiap-siap Ma, besok Liana ada study tour ke Lombok. Boleh ikut kan Ma,” pinta Liana memohon.“Boleh, asal Liana bisa jaga diri dan jangan telat makan,” pesan ma
“Kini hidupku sungguh hampa,” ucap Liana melamun.“Lalu apa yang kamu mau?”“Aku ingin menemui ‘Tuhan’ dan bertanya padanya,” seru Liana, sesekali tertawa kecil.“Bertanya? Untuk apa?”“Untuk tau, akhir apa yang ‘Tuhan’ rencanakan,” balas Liana, dengan tatapan kosong.***Pesan suara yang diterima Liana membuatnya sedikit kebingungan. Namun, ia berusaha untuk mengendalikan dirinya, dengan menganggap semuanya baik-baik saja, karena Tuhan selalu bersamanya.Hari pertama mereka study tour, akan menjelajahi hutan sesaot dan pusuk. Setiap kelompok membawa 1 buah tenda dome dan peralatan lainnya. Seperti biasa, Liana berkelompok dengan Salma dan Ratih.“Asik, kita satu kelompok. Ingat, jangan sampai tersesat,” ucap Salma. 
“Terlihat bagus, saat kamu pakai,” ucap Aji dengan pipi merah merona.“Ah, begitu. Terima kasih,” balasku tersenyum.“Sama-sama. Eh, kamu pasti belum makan siang, ayo mengantri makan siang bersama. Yah, sebelum kehabisan,” ajak Aji menggenggam tanganku.“Nah, aku memang sangat lapar. Ayo,” ucap Liana bersemangat.Sesampainya di dapur. Liana melihat Salma dan Ratih yang sedang asik makan tanpa mengajaknya.“Hei, apa kalian meninggalkanku?” tanya Liana kesal.“Tidak Li, kamu terlalu lama berada di hutan, dan perutku ini sudah meraung dari tadi, hehe,” elak Ratih melahap makanannya.“Dia menelan buah hutan karena kelaparan,” gurau Salma tertawa.“Hm, ya sudah tunggu aku, aku akan mengambil makan,” seru Liana kesal.
Malam ini keadaan di rumah Liana terasa berbeda. Entah kenapa tiba-tiba, mama Liana merasa ketakutan. Ia teringat kejadian yang menimpa anak sulungnya, dan gelisa memikirkan Liana“Perasaan apa ini?” tanya mama memandang ke luar jendela.“Kenapa Ma?” tanya papa menghampiri mama.“Perasaan ini, mama pernah merasakannya,” jawab mama memeluk papa.Sontak papa juga merasa ada hal ganjil, namun papa tetap mencoba menenangkan mama. Papa kemudian menelfon Reno malam ini, agar esok bisa datang ke rumah.***Di area perkemahan, Salma dan Ratih terbangun dari tidur, mereka ingin menemui Liana untuk tidur bersamanya. Saat mereka pergi dan membuka tenda Liana, tak ada tanda-tanda Liana di sana. Awalnya mereka berfikir mungkin Liana hanya pergi ke kamar mandi.“Liana kemana ya?” tanya Ratih sibuk menggaruk tangannya.
“Suara siapa itu?” tanya Liana menoleh ke kanan dan kiri. Ia merasa bingung, tak ada seorang pun yang ada di tempatnya berdiri. Namun, suara itu jelas ia dengar, dengan kedua telinganya.***Keesokan harinya, Panji siuman dan menceritakan segalanya kepada mama, papa, dan Liana. Namun, Aji tak kunjung sadar. Liana selalu ada di samping Aji, setiap waktu dengan begitu banyak harapan.“Kumohon, sadarlah Aji,” ucap Liana memegang tangan Aji.Takdir telah mempertemukan mereka tanpa sengaja, apakah takdir juga yang akan memisahkannya, pikir Liana. Ia selalu membersihkan wajah, tangan, dan kaki Aji setiap hari.Sudah 3 hari ini Aji tidak sadarkan diri. Hari ini Liana akan membacakan suatu kisah kepada Aji. Kisah 2 orang kekasih yang berebut mati untuk mempertahankan satu sama lain agar tetap hidup. Saat Liana bercerita, jari-jemari Aji bergerak.“Aji
Api menyembur dari dalam retakan yang diakibatkan oleh gempa. Dengan cepat aku memeluk Salma kemudian jatuh tersungkur di rerumputan. Semua orang yang menyaksikan kejadian itu berusaha untuk melindungi diri.“Panas,” keluh Salma.“Apa kamu tidak apa-apa?” tanyaku membantunya berdiri.“Aku baik-baik saja, hanya saja api itu, terasa sangat panas,” jawab Salma memandangku.Ya, api itu sangatlah panas dan membara, namun hanya beberapa detik. Setelah api itu masuk kembali ke dalam retakan, rumput yang kini kupijak perlahan hangus. Semua orang berhamburan karena khawatir akan terjadi hal serupa.***2 minggu setelah kejadian itu, kini taman depan toko buku telah dibatasi dengan garis polisi. Ilmuan kota berusaha mencari titik terang penyebab kejadian itu.“Huft, panas sekali hari ini. Padahal masih pukul 09.00, panas