Share

Bab 3 Ingin Kabur

Saat malam, aku tak dapat tidur. Aku keluar kamar ingin nonton televisi. Barangkali saja aku bisa mengantuk. Tanpa sadar, aku lupa sesuatu. Saat ini di rumah ada Zaky. Ketika menonton, aku malah tertidur. Televisi masih menyala. Aku tertidur pulas di sofa.

Paginya aku terbangun. Tiba-tiba posisiku sudah berubah. Aku terbaring di sofa. Padahal tadi aku duduk. Tanpa sadar, waktu menjelang subuh. Aku beranjak dari sofa. Alangkah kagetnya aku. Ketika bangkit, kulihat Zaky di sampingku.

"Aaaaaa!!!"

"Ada apa?" Tanya Zaky kaget.

Aku teriak saat melihatnya. Zaky langsung terbangun. Aku tadi setengah sadar. Kemudian aku kembali mengingat lagi.

"Zaky, apa yang kamu lakukan?"

"Tidur."

"Yah aku tahu, kenapa kamu disini?"

"Aku tadi keluar kamar. Kudengar ada suara. Rupanya kamu menonton televisi. Kulihat kamu malah tidur. Jadi kumatikan saja."

"Setelah itu, apa yang kau lakukan?"

Aku bertanya dengannya sambil emosi. Dia tidur tepat di sampingku. Jangan sampai ia sudah berlaku aneh. Aku tak mau sampai diganggunya.

"Aku lupa."

"Lupa!"

Aku langsung menarik dia. Lalu kutampar dia. Emosiku benar-benar tak terkontrol. Aku langsung mengecek area vitalku. Apalagi saat ini yang kukenakan daster. Aku sangat syok, jika ia ganggu.

"Hey, aku hanya tidur." Pungkas Zaky.

"Santai sekali jawabanmu. Kenapa sih kamu ini? Selalu saja ingin dekat aku!"

Zaky hanya diam saja. Dia lantas malah langsung merokok. Aku rasanya mau menangis. Rasa tak kuasa kubendung. Hancur rasanya kalau aku sudah...

Aku langsung berlari ke kamar. Pikiranku langsung kacau. Rasanya ingin kabur dari sini. Kemudian kukirim pesan pada Dhea. Aku ingin ke kostannya. Tanpa pikir panjang, kupersiapkan barangku. Lalu kumasukkan bajuku dalam tas. Aku berencana akan pergi. Tak tahan lagi rasanya. Aku sudah mengenakan baju dan kerudung. Setelah selesai, aku langsung keluar. Kulihat Zaky masih santai. Ia duduk mengangkat kakinya. Sambil pula ia merokok. Sangat kesal sekali aku melihat tingkahnya. Tak ada rasa bersalah sama sekali. Aku keluar turuni tangga. Sambil terisak menangis. Aku hendak pergi.

"Mau kemana?" Tanya Zaky.

"Masih sempat kamu tanya!" Bentakku.

"Sudahlah kamu ini. Aku juga tak ingat. Masa kamu paksa buat aku ingat."

Dia tidak ingat sama sekali. Masa dia mabuk.

"Kamu mabuk?"

"Mabuk apa?"

Saat itu kudengar ibu tiriku terbangun. Langsung saja aku pergi. Aku tak mau dia melihatku kabur. Mungkin terbangun karena kami. Aku memang terdengar lantang bicaranya. Lalu, aku pergi ke arah pintu. Sambil aku membawa tas. Aku akan pergi. Ketika kubuka pintu, aku terkejut. Ternyata diluar ada ayahku. Aku tak tahu ia pulang.

"Ayah, Kenapa tak bilang mau pulang?"

"Ayah sudah chat kamu. Tapi sepertinya kamu sudah tidur. "

Aku memang tidur cepat hari ini. Rasanya bahagia tahu ayah pulang. Namun aku hendak kabur. Ayah melihatku membawa tas dan koper. Tatapannya sangat heran padaku.

"Mau kemana bawa banyak barang?" Tanya Ayah padaku.

"Aku mau pergi dari sini Ayah."

Seketika tangisku pecah. Ibu tiriku dan Zaky melihat kami.

"Mas sudah pulang?" Tanya Ibu tiriku.

"Yah." Jawab Ayahku.

"Tazkiyah kenapa kamu bawa tas?" Tanya Ibu tiriku.

"Dia mau kabur." Jawab Ayahku.

"Kabur? Memang ada salah apa sampai kabur. Ibu sudah berusaha menyenangkan hatimu. Uang ibu beri. Semuanya Ibu penuhi keperluanmu." Ujar Ibu tiriku.

Inilah ibu tiriku, dia pandai sekali berbohong. Di depan ayah dia sangat licik. Jika aku membantah, ia pasti berkelit. Aku akan terlihat sangat bersalah nantinya.

"Kamu kenapa kabur, Kiah?" Tanya Ayah.

Aku langsung memandang Zaky. Rasanya tak tahan aku melihatnya. Akhirnya aku jujur pada Ayah.

"Aku tak mau disini. Tak bisa aku serumah dengan Zaky. Malam tadi saat nonton tv, aku tertidur. Dia sengaja membaringkan aku di atas sofa. Setidaknya ia bangunkan aku!"

"Jangan sembarangan kamu bicara Tazkiyah!" Ujar Zaky.

"Memang kenyataannya begitu." Pungkasku.

"Sudah. Kalian ini ribut terus. Ayahmu baru pulang, Kiah. Kamu jangan bisanya ajak ribut. Zaky itu sepupumu. Dia mau kuliah disini!" Hardik Ibu tiriku.

"Tazkiyah, sebaiknya kita bicarakan dulu. Kamu tetap disini. Jangan langsung memilih kabur dari rumah!" Perintah Ayahku.

"Yah, Ayah." Jawabku.

Kami bertiga duduk di ruang tengah. Namun Zaky dinantikan tak muncul juga. Ibu tiriku kemudian memanggilnya. Akhirnya dia muncul. Namun aku melihatnya membawa tas besar.

"Zaky kamu mau kemana?" Tanya Ibu tiriku.

Zaky langsung duduk bersama kami. Ia ternyata ingin pamit pergi.

"Om dan Tante Fika. Zaky izin mau pindah." Ujar Zaky.

"Jangan diambil hati Zaky. Tetaplah kamu disini!" Pinta Ibu tiriku.

"Saya harus tetap oergit Tante. Maaf sudah banyak menyusahkan."

***

Setahun berlalu, kini kujalani kisah baru. Tak terasa hijab ini lama kukenakan. Namun, ujian selalu datang. Aku jatuh cinta dengan seorang pemuda. Walaupun ia tak terlalu tampan. Ia bisa membuat hatiku nyaman. Kami bertemu saat satu ruang kuliah. Namun, hubungan itu justru menodai hijrahku. Hingga pertama kalinya kulakukan dosa besar. Saat hujan rimti, aku hendak pulang.

"Tazkiyah, kamu gak pulang bareng?" Tanya Dhea.

"Aku masih ada keperluan kuliah."

"Oke."

Ramdan, ialah pemudah yang mampu menaklukkanku. Aku tipikal wanita yang sulit dipacari. Namun, dekat dengannya malah membuatku terjebak. Aku menjadi manusia bodoh. Laksana aku dipebudak olehnya. Sangat menyakitkan, aku menjadi budak hawa nafsunya.

Kehormatanku ternodai, tanpa adanya ikatan.

"Kamu kenapa diam saja sayang?" Tanya Ramdan.

"Gak. Aku sedih harus melakukannya sebelum kita menikah. Padahal aku telah niat menutup aurat."

"Kamu ingin kita menikah?"

"Kamu pikir, menikah bisa mengembalikan kehormatanku? Aku tak pernah menyangka seperti ini. Aku memang bodoh."

"Kamu menyesal?"

"Yah."

"Kalau kamu mau, aku bisa melamarmu."

"Tapi aku belum selesai kuliah. Orang tuaku mau aku selesaikan kuliah dulu."

"Kalau selama itu yah sudah. Kita tunggu sampai wisuda nanti."

"Aku akan coba tanyakan lagi. Mungkin orang tuaku mau berubah pikiran."

"Oke."

Ramdan memegang tanganku. Ia menggenggamnya. Sikap inilah yang membuatku mudah tergoda. Andai aku tahu pacaran akan menjerumuskanku. Aku tak akan mau menjalaninya. Aku sangat menyesal.

"Dhea belum tahu kita pacaran yah?"

"Belum."

"Dia sahabatmu, mengapa bisa gak tahu?"

"Biar dia tahu sendiri. Kami tak satu ruangan kuliah lagi. Jadi jarang bertemu. Itulah sebabnya ia belum tahu. Aku juga jarang curhat dengannya lagi."

"Ayo pulang, aku antar yah!"

"Ya."

Ramdan mengantarkanku pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, dia tak singgah. Ia pun langsung pulang.

"Hati-hati Sayang!"

"Ya. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Tiba-tiba ibu tiriku sudah di depan pintu. Ia memantau kami sejak tadi. Tatapannya sangat sinis. Aku tak tahu yang ada dalam benaknya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status