Saat malam, aku tak dapat tidur. Aku keluar kamar ingin nonton televisi. Barangkali saja aku bisa mengantuk. Tanpa sadar, aku lupa sesuatu. Saat ini di rumah ada Zaky. Ketika menonton, aku malah tertidur. Televisi masih menyala. Aku tertidur pulas di sofa.
Paginya aku terbangun. Tiba-tiba posisiku sudah berubah. Aku terbaring di sofa. Padahal tadi aku duduk. Tanpa sadar, waktu menjelang subuh. Aku beranjak dari sofa. Alangkah kagetnya aku. Ketika bangkit, kulihat Zaky di sampingku."Aaaaaa!!!""Ada apa?" Tanya Zaky kaget.Aku teriak saat melihatnya. Zaky langsung terbangun. Aku tadi setengah sadar. Kemudian aku kembali mengingat lagi."Zaky, apa yang kamu lakukan?""Tidur.""Yah aku tahu, kenapa kamu disini?""Aku tadi keluar kamar. Kudengar ada suara. Rupanya kamu menonton televisi. Kulihat kamu malah tidur. Jadi kumatikan saja.""Setelah itu, apa yang kau lakukan?"Aku bertanya dengannya sambil emosi. Dia tidur tepat di sampingku. Jangan sampai ia sudah berlaku aneh. Aku tak mau sampai diganggunya."Aku lupa.""Lupa!"Aku langsung menarik dia. Lalu kutampar dia. Emosiku benar-benar tak terkontrol. Aku langsung mengecek area vitalku. Apalagi saat ini yang kukenakan daster. Aku sangat syok, jika ia ganggu."Hey, aku hanya tidur." Pungkas Zaky."Santai sekali jawabanmu. Kenapa sih kamu ini? Selalu saja ingin dekat aku!"Zaky hanya diam saja. Dia lantas malah langsung merokok. Aku rasanya mau menangis. Rasa tak kuasa kubendung. Hancur rasanya kalau aku sudah...Aku langsung berlari ke kamar. Pikiranku langsung kacau. Rasanya ingin kabur dari sini. Kemudian kukirim pesan pada Dhea. Aku ingin ke kostannya. Tanpa pikir panjang, kupersiapkan barangku. Lalu kumasukkan bajuku dalam tas. Aku berencana akan pergi. Tak tahan lagi rasanya. Aku sudah mengenakan baju dan kerudung. Setelah selesai, aku langsung keluar. Kulihat Zaky masih santai. Ia duduk mengangkat kakinya. Sambil pula ia merokok. Sangat kesal sekali aku melihat tingkahnya. Tak ada rasa bersalah sama sekali. Aku keluar turuni tangga. Sambil terisak menangis. Aku hendak pergi."Mau kemana?" Tanya Zaky."Masih sempat kamu tanya!" Bentakku."Sudahlah kamu ini. Aku juga tak ingat. Masa kamu paksa buat aku ingat."Dia tidak ingat sama sekali. Masa dia mabuk."Kamu mabuk?""Mabuk apa?"Saat itu kudengar ibu tiriku terbangun. Langsung saja aku pergi. Aku tak mau dia melihatku kabur. Mungkin terbangun karena kami. Aku memang terdengar lantang bicaranya. Lalu, aku pergi ke arah pintu. Sambil aku membawa tas. Aku akan pergi. Ketika kubuka pintu, aku terkejut. Ternyata diluar ada ayahku. Aku tak tahu ia pulang."Ayah, Kenapa tak bilang mau pulang?""Ayah sudah chat kamu. Tapi sepertinya kamu sudah tidur. "Aku memang tidur cepat hari ini. Rasanya bahagia tahu ayah pulang. Namun aku hendak kabur. Ayah melihatku membawa tas dan koper. Tatapannya sangat heran padaku."Mau kemana bawa banyak barang?" Tanya Ayah padaku."Aku mau pergi dari sini Ayah."Seketika tangisku pecah. Ibu tiriku dan Zaky melihat kami."Mas sudah pulang?" Tanya Ibu tiriku."Yah." Jawab Ayahku."Tazkiyah kenapa kamu bawa tas?" Tanya Ibu tiriku."Dia mau kabur." Jawab Ayahku."Kabur? Memang ada salah apa sampai kabur. Ibu sudah berusaha menyenangkan hatimu. Uang ibu beri. Semuanya Ibu penuhi keperluanmu." Ujar Ibu tiriku.Inilah ibu tiriku, dia pandai sekali berbohong. Di depan ayah dia sangat licik. Jika aku membantah, ia pasti berkelit. Aku akan terlihat sangat bersalah nantinya."Kamu kenapa kabur, Kiah?" Tanya Ayah.Aku langsung memandang Zaky. Rasanya tak tahan aku melihatnya. Akhirnya aku jujur pada Ayah."Aku tak mau disini. Tak bisa aku serumah dengan Zaky. Malam tadi saat nonton tv, aku tertidur. Dia sengaja membaringkan aku di atas sofa. Setidaknya ia bangunkan aku!""Jangan sembarangan kamu bicara Tazkiyah!" Ujar Zaky."Memang kenyataannya begitu." Pungkasku."Sudah. Kalian ini ribut terus. Ayahmu baru pulang, Kiah. Kamu jangan bisanya ajak ribut. Zaky itu sepupumu. Dia mau kuliah disini!" Hardik Ibu tiriku."Tazkiyah, sebaiknya kita bicarakan dulu. Kamu tetap disini. Jangan langsung memilih kabur dari rumah!" Perintah Ayahku."Yah, Ayah." Jawabku.Kami bertiga duduk di ruang tengah. Namun Zaky dinantikan tak muncul juga. Ibu tiriku kemudian memanggilnya. Akhirnya dia muncul. Namun aku melihatnya membawa tas besar."Zaky kamu mau kemana?" Tanya Ibu tiriku.Zaky langsung duduk bersama kami. Ia ternyata ingin pamit pergi."Om dan Tante Fika. Zaky izin mau pindah." Ujar Zaky."Jangan diambil hati Zaky. Tetaplah kamu disini!" Pinta Ibu tiriku."Saya harus tetap oergit Tante. Maaf sudah banyak menyusahkan."***Setahun berlalu, kini kujalani kisah baru. Tak terasa hijab ini lama kukenakan. Namun, ujian selalu datang. Aku jatuh cinta dengan seorang pemuda. Walaupun ia tak terlalu tampan. Ia bisa membuat hatiku nyaman. Kami bertemu saat satu ruang kuliah. Namun, hubungan itu justru menodai hijrahku. Hingga pertama kalinya kulakukan dosa besar. Saat hujan rimti, aku hendak pulang."Tazkiyah, kamu gak pulang bareng?" Tanya Dhea."Aku masih ada keperluan kuliah.""Oke."Ramdan, ialah pemudah yang mampu menaklukkanku. Aku tipikal wanita yang sulit dipacari. Namun, dekat dengannya malah membuatku terjebak. Aku menjadi manusia bodoh. Laksana aku dipebudak olehnya. Sangat menyakitkan, aku menjadi budak hawa nafsunya.Kehormatanku ternodai, tanpa adanya ikatan."Kamu kenapa diam saja sayang?" Tanya Ramdan."Gak. Aku sedih harus melakukannya sebelum kita menikah. Padahal aku telah niat menutup aurat.""Kamu ingin kita menikah?""Kamu pikir, menikah bisa mengembalikan kehormatanku? Aku tak pernah menyangka seperti ini. Aku memang bodoh.""Kamu menyesal?""Yah.""Kalau kamu mau, aku bisa melamarmu.""Tapi aku belum selesai kuliah. Orang tuaku mau aku selesaikan kuliah dulu.""Kalau selama itu yah sudah. Kita tunggu sampai wisuda nanti.""Aku akan coba tanyakan lagi. Mungkin orang tuaku mau berubah pikiran.""Oke."Ramdan memegang tanganku. Ia menggenggamnya. Sikap inilah yang membuatku mudah tergoda. Andai aku tahu pacaran akan menjerumuskanku. Aku tak akan mau menjalaninya. Aku sangat menyesal."Dhea belum tahu kita pacaran yah?""Belum.""Dia sahabatmu, mengapa bisa gak tahu?""Biar dia tahu sendiri. Kami tak satu ruangan kuliah lagi. Jadi jarang bertemu. Itulah sebabnya ia belum tahu. Aku juga jarang curhat dengannya lagi.""Ayo pulang, aku antar yah!""Ya."Ramdan mengantarkanku pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, dia tak singgah. Ia pun langsung pulang."Hati-hati Sayang!""Ya. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Tiba-tiba ibu tiriku sudah di depan pintu. Ia memantau kami sejak tadi. Tatapannya sangat sinis. Aku tak tahu yang ada dalam benaknya."Gak disuruh masuk pacarmu yang kucel itu?" "Ibu apaan sih? Tolong jangan hina dia!"Aku tak sangka ayahku telah pulang. Aku langsung menghampiri dan menyalaminya."Assalamu'alaikum, Ayah." Salamku sambil menciumi tangannya."Wa'alaikumsalam. Siapa yang antar tadi?" Tanya Ayah."Itu loh, pacar kesayangannya Tazkiyah. Salamnya cuma Ayah saja. Ibu tirimu ini gak disalamin?" Singgung Ibu tiriku."Assalamu'alaikum, Bu." Ucapku sambil menyalami tangannya."Wa'alaikumsalam. Nah gitu dong! Itu baru anak Soleha. Sudah pakai jilbab. Akhlaknya harus baik dong. Ingat pacarannya hati-hati yah. Jangan berlebihan. Apalagi sering pulang malam." Kata Ibu tiriku. Aku sangat dongkol mendengarnya. Tak habis-habisnya dia menyindirku terus. Sengaja agar aku semakin tersudut. Dia ingin aku diperingatkan ayah."Benar kata Ibumu, Tazkiyah?""Aku pulang malam karena ada tugas kuliah.""Kamu pernah loh gak pulang sama sekali! Besoknya baru pulang.""Tazkiyah, jawab dengan jujur! Ayah sudah titipkan kamu sama
Rencana memang tak sesuai harapan. Aku sudah berusaha mencari. Nyatanya tak kudapatkan. Mungkin Allah belum memberikanku jalan. Apa niatku salah terlalu memikirkan jodoh?Mungkin ini peringatan dari Allah. Aku harus ikhlas menuntut ilmu. Bukan untuk meredam hawa nafsu. Menjadikan semua ini pelampiasan. Keinginan untuk mencari jodoh. Hingga kuputuskan mencari lewat biro ta'aruf. Aku selalu berdoa di sepertiga malam. Semoga mendapatkan imam yang rajin salat. Hanya itulah impianku. Jika salat tak ditinggalkan, ia takkan meninggalkanku. Aku tak mau mengalami luka yang sama. "Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Hatiku terenyuh, saat bekernalan. Pertama kalin aku mengenalinya. Ia yang pertama mengajakku berkenalan. Kutatap kedua bola matanya yang bening. Postur tubuhnya yang menawan. Kesannya begitu sangat berkarisma."Perkenalkan, Nama saya Tazkiyah." "Nama saya Hakim. Senang berkenalan denganmu.""Saya niat ikut ajang ini untuk ta'aruf.""Kapan bisa bertemu?""Terserah kapan bisa. Kam
Ketika waktu senggang, aku berencana mengutarakannya. Sengaja kuutarakan saat mas Hakim tenang. Kulihat ia sedang tidak ada beban. Jika pikirannya tenang, aku bisa bicara. Mas Hakim tampak sangat bahagia. Aku tak tahu apa yang membuat ia senang. Ia sedang bermain ponsel. Tampak serius sekali dan kadang tersenyum. Kutunggu ia selesai mengetik ponselnya. Lalu kudekati ia. Bismillah, coba kuutarakan hasrat ini."Mas Hakim." Sapaku."Yah?""Aku mau bicara sama Mas." Kucoba berkata dengan nada lembut. Supaya ia tidak marah. Aku perlahan ingin melunakkan hatinya. Maka kubuat ia sedikit nyaman denganku. Sebelumnya kusuguhkan ia kopi jahe kesukaannya."Ini aku buatkan kopi. Mas minum dulu!" Ujarku seraya tersenyum. "Yah, terima kasih."Mas Hakim usai juga minum kopi. Aku langsung mengatakannya. Keinginanku yang ingin bercadar. "Mas. Aku boleh tidak menutup diriku lagi?" Tanyaku."Menutup apa?""Ada hubungannya dengan penampilan."Aku berkata sangat ragu. Perasaan ini sangat takut. Tak ingi
Hampir sering aku bercadar. Sangat nyaman memakainya. Aku sampai tak ingin berhenti. Hasrat ini ingin terus tetap bertahan. Hingga pada akhirnya, aku terlena. Tanpa kusadari, mas Hakim mengetahuinya. Lambat laun sesuatu yang ditutupi akan terbuka."Kau pakai cadar?"Aku saat di rumah terkaget. Ketika ia pulang, tiba-tiba bicara demikian. "Apa Mas?""Aku melihatmu dengan Rumaisya tadi siang.""Mas tahu darimana itu kami?""Jelas-jelas dia bawa anaknya.""Mas lihat kami. Benar yang dilihat itu Fatih?""Iya. Fatih dan Rumaisya. Juga termasuk kamu. Kau pakai cadar juga?""Aku tak pernah minta uang buat beli cadar. Mas tahu pengeluaranku kan? Uang yang Mas beri juga..""Hey, aku tanya kau pakai cadar gak?""Iya, Mas. Itu aku."Rasa menyesalku tak jujur pada mas Hakim. Ia sangat marah padaku. Aku pun menangis."Kamu harus tahu. Aku tak suka kamu tanpa seizinku. Seenaknya pakai cadar!""Maaf, Mas."Aku memegang tangan mas Hakim. Ia langsung menangkisnya."Sudahlah! Capek aku dengar alasanmu
Aku berencana untuk ikut pengajian. Kebetulan di grup sedang ada jadwal kajian. Aku mengirim chat pada mbak Rumaisya. Jadi nanti bisa ketemu di mesjid. Setelah mempersiapkan diri, aku telah siap untuk pergi. Terpaksa sebelum pergi, kukenakan jaket. Ini kulakukan untuk menutupi jilbab besarku. Aku juga sudah mengirim chat pada mas Hakim. Sebelum pergi, aku menanti balasan darinya. Aku memutuskan meneleponnya karena terlalu lama. Mas Hakim tak mengangkatnya. Tak lama, ia mengirimkanku chat. Ia mengizinkanku pergi. Sebelum pergi, aku pamit pada mertuaku.Aku naik angkot saat pergi.Ketika pulang, mbak Rumaisya mengantarku. Ia sekalian ingin tahu rumah mertuaku. "Mampir dulu, Mbak Rum!" Ajakku."Kapan-kapan aja.""Ya.""Mbak pulang dulu yah.""Ya, hati-hati, Mbak. Makasih sudah anter!""Yah, sama-sama. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Aku masuk ke dalam rumah. Hari sudah hampir maghrib. Mas Hakim juga sudah pulang. Kukenakan kembali jaket untuk menutupi. "Sudah pulang kamu?" "Yah,
Di rumah, aku menghabiskan waktu sendiri. Aku tak mau jadi keluhan orang. Kegiatanku hanya berdiam diri di rumah. Apalagi mbak Namira akan mengiraku hanya makan tidur saja. Kuputuskan untuk mencari pekerjaan. Sebelumnya aku sudah minta izin pada mas Hakim. Ia mengantarku ke tempat lowongan kerja. Setelah interview, aku pulang. Aku sendirian menyusuri jalan pulang. Ketika menanti bis di halte, ada yang kukenal. Namun, wajahnya tak begitu kuingat. Lalu, aku ke arah orang itu. "Zaky ya?"Orang itu tak mempedulikan panggilanku. Kemudian aku berjalan ke arahnya. Dia sedang duduk di pinggir trotoar. Sambil mendengar earphone yang dikenakannya. "Zaky!"Suaraku terdengar keras. Ia menoleh ke arahku. Kemudian ia menatapku. Seolah ia ingin mengingatku kembali. "Ya?" Ia pun melepas earphone dari telinganya. "Kau masih ingat aku?""Kamu.. Tazkiyah!""Zaky. Aku tak menyangka ini kamu. Ternyata penampilanmu banyak berubah.""Apa yang berubah, aku tetap sama.""Pakaian dan rambutmu sangat rapi
Aku tak ingin berhenti. Namun perjalananku selalu dihalaunya. Mas Hakim tak ingin aku melanjutkan hijrahku. Keinginanku pun harus pupus. Aku terpaksa menurutinya. Ia tak memberikanku izin. Jika aku memohon, ia akan terus memarahiku. Aku tak mau ribut terus dengannya. Ia akan terus marah. Aku tak enak bila kedengaran keluarganya. Apalagi kalau ibunya sampai tahu. Jika mereka bertanya, pasti aku yang salah. Sudah pasti keluarganya akan membela dia. Aku heran melihat sikap mas Hakim. Ia semakin berubah. Tambah lagi ia selalu sibuk. Sedikit sekali waktunya untukku. Setiap di rumah dia hanya bermain ponsel. Sedangkan waktu untukku saat tidur saja. Sekali pun bersamaku, dia hanya sebentar. Entah pikiran buruk apa yang terlintas. Aku malah ingin memeriksa ponsel mas Hakim. Saat kuperiksa, aku melihat foto mas Hakim bersama wanita. Aku tak tahu itu siapa. Saat itu muncul mas Hakim. Aku langsung menanyakannya."Mas, ini foto siapa?" Tanyaku sambil memperlihatkan ponsel."Itu muridku. Memang ke
Di rumah aku menjadi sasaran mbak Namira. Selalu ada yang diributkannya. Ia selalu mencari masalah denganku. Itu hanya masalah sepele."Bu. Ada lihat ayam gorengku?""Memang ada apa?""Lauk makan siangku hilang, Bu. Siapa yang makan?""Mungkin tikus. Banyak tikus disini ngambil makanan.""Heran kok bisa? Siang gini ada tikus!""Jangan taruh sembarangan makanannya.""Biasanya gak hilang kok. Baru kali ini lauk makan bisa hilang. Siapa sih yah ngambil?""Jangan marah gitu. Mungkin memang dimakan tikus.""Aneh."Orang di rumah diam saja. Tak ada yang berani melawan iparku. Dia terus menggerutu. Mengeluh dan menyalahkan orang sekitar. "Sudah, Namira. makan saja yang ada.""Anakku, mana mau makan itu, Bu. Aku sudah belikan ayam goreng malah hilang!"Aku di rumah merasa tak enak hati. Ingin pergi saja rasanya. Seolah aku juga bersalah dengan ini. Padahal aku tidak tahu apa-apa."Kamu masih saja pakai kerudung di dalam rumah." Ucap Mbak Namira."Aku nyaman kayak gini, Mbak.""Panas-panas gi