Share

Bab 2 Mantap Berhijab

Pagi ini, aku bersiap untuk ke kampus. Hari ini tak seperti biasanya. Aku memilih pakaian yang akan kukenakan. Aku berencana untuk mengenakan hijab. Bismillah, akan kukenakan hijab ini. Semoga nanti menjadi jalanku membuka hidayah. Saat kukenakan, sangat terasa nyaman. Aku merasa jauh lebih baik.

Setelah selesai, aku bergegas turun. Ketika hendak sarapan, aku terkejut. Ada seorang lelaki yang duduk disana. Aku tak mengenalinya. Lalu kutanyakan pada bi Kusma.

"Bi, itu siapa yang duduk di kursi makan?"

"Keponakannya bu Rafika, Neng."

"Kok aku baru lihat."

"Dia keponakannya dari jauh. Orang dari kampung, memang belum pernah kesini."

"Namanya siapa?"

"Namanya Zaky, Neng."

"Zaky?"

"Iya."

"Neng sudah mulai pakai hijab yah?"

"Iya, Bi."

"Alhamdulillah. Semoga istiqomah yah, Neng."

"Amin."

Aku perlahan menghampiri meja makan. Lalu, lelaki itu menoleh ke arahku. Ia melihatku dengan tatapan aneh. Aku merasa takut ketika ia menatapku. Nakal sekali tatapannya. Badannya penuh dengan tato. Ia juga terus merokok. Asap rokoknya membuat nafasku sesak.

Aku jadi hilang selera makan. Saat itu ibu tiriku muncul. Ia hendak sarapan juga pagi ini.

"Tazkiyah, tumben berhijab? Ada acara?" Tanya Ibu tiriku.

"Gak Bu. Aku hanya ingin pakai saja."

"Oh, baguslah. Sudah sadar kamu, jadi mau tobat yah.."

"Aku memang mau pakai, Bu."

"Yah semoga tak dibuka lagi yah!"

"Aku mengambil piring untuk makan. Tadinya ingin kuurungkan untuk sarapan, tapi ibu tiriku muncul. Aku tak mau ia marah nanti."

"Ajak kenalan dong. Ini sepupumu dari kampung!"

"Saya Tazkiyah." Kataku sambil memperkenalkan diri.

"Zaky." Katanya sambi menyalamiku.

Ia menyalamiku dengan gelagat aneh. Erat sekali menyalamiku. Aku langsung menarik tanganku dan melepaskannya.

"Orang ngajak salaman, kok sikapmu gitu!" Bentak Ibu tiriku.

"Sudah kusalami, Bu. Gak mungkin lama kan salamannya."

"Zaky akan tinggal agak lama disini. Ia rencana mau kuliah."

"Tinggal disini?"

"Ya. Kuliahnya di kampus kamu."

"Kampusku?"

"Yah. Dia bukan asli sini, jadi kamu harus temani dia. Dia belum punya teman. Jadi Ibu minta tolong arahkan dia!"

Di dekatnya saja aku sangat tidak nyaman. Apalagi harus menemaninya. Setelah kuberhijab, tak nyaman dekat lawan jenis. Melihat badannya banyak tato terkesan nakal. Aku tak mungkin bersama dia terus. Firasatku tidak baik dengan dia. Aku sangat takut sekali.

Ketika hendak pergi, ibu tiriku memanggil.

"Tazkiyah, kamu pergi sama Zaky yah!" Perintah Ibu tiriku.

"Pergi pakai bis kota, Bu?"

"Zaky ada motor kok. Kamu boncengan sama dia. Zaky kan belum tahu alamat kampusnya."

Betapa beratnya aku ketika diajak bersamanya. Apalagi aku harus satu motor dengannya. Tapi ini perintah ibu tiriku. Ia pasti akan sangat marah bila tak kuturuti.

"Zaky, kamu pergi sama Tazkiyah. Dia akan tunjukkan kamu jalan kesana. Kalian kan satu kampus." Ujar Ibu tiriku pada Zaky.

"Oke, Tante." Jawab Zaky.

Aku masih tak rela pergi bersamanya. Aku sangat jarang dekat dengan lelaki. Selalu kujaga diriku dengan lawan jenis. Aku tak ingin lelaki lain menjamahku.

"Ayo naik!" Ajak Zaky.

Kulihat ibu tiriku, ia masih berdiri melihat kami. Aku tak kuasa menolaknya. Terpaksa aku mengikuti ajakannya. Akhirnya kunaiki motor besarnya.

"Ayo pegangan!" Pinta Zaky.

"Pegang apa?" Tanyaku.

Zaky langsung meraih tanganku. Ia memaksaku memeluk pinggangnya. Sontak aku langsung melepaskannya.

"Kenapa dilepas?" Tanya Zaky.

"Tidak perlu."

"Kalau kamu jatuh, aku gak mau tahu yah!"

"Ya.."

Saat di perjalanan, aku tak nyaman. Zaky sangat kencang mengendarai motornya. Ia seolah sengaja mengegas motor. Sehingga aku nyaris terbentur dengannya. Aku berusaha pegangan di bagian belakang. Rasanya ingin cepat tiba di kampus.

"Ini sudah di depan, berhenti!"

Ia langsung mengerem motornya. Bunyi motor Zaky sangat berisik. Aku langsung turun di gerbang kampus.

"Kenapa gak berhenti di dalam?" Tanya Zaky.

"Kamu cari saja, ada parkiran disana. Tanya sama satpam. Aku berhenti disini saja."

"Kamu tunggu aku di depan kampus yah. Aku parkir dulu!"

"Ya."

Aku tak semangat menemani dia. Saat berjalan dengannya, aku menjaga jarak. Sengaja kupilih jalan yang ramai. Itu kulakukan agar dia tak mengangguku.

"Kita kemana?"

"Kamu harus masuk ke ruanganmu. Ini sedang kuantar kesana."

Aku mengantarkan Zaky ke ruangan belajarnya.

"Disini ruanganya. Aku pergi dulu yah!" Ujarku

"Eh, mau kemana?"

"Aku mau ke ruangan mata kuliahku."

"Sebentar, aku minta nomor w******p mu yah!"

"Buat apa?"

"Buat menghubungimu. Kalau saja aku tak tahu ruangan sini."

"Kamu bisa tanya orang sekitar sini. Tak perlu tanya aku segala."

"Sudah, aku minta saja dulu. Mana tahu perlu!"

Aku memberikan nomor ponselku padanya. Dalam benakku, kalau kau aneh-aneh takkan kugubris.

Dhea sudah menantiku di kursi luar ruangan. Kira-kira sepuluh menit lagi kami masuk.

"Tazkiyah, ini kamu?"

"Yah kenapa?"

"Aku sampai paling. Tambah cantik!"

"Hehe, makasih."

"Semoga istiqomah yah!"

"Ya."

"Kamu sudah mantap sekali nampaknya."

"Aku sudah ingin sekali pakai. Kamu benar, hijab ini sungguh nyaman."

"Alhamdulillah."

***

Saat hendak pulang, Zaky mengirimkanku chat. Firasatku mulai buruk dengannya. Ia mengajakku pulang bersama. Terang saja langsung kutolak. Aku tak ingin dekat dengannya. Setelah beberapa menit tak kugubris, ia meneleponku.

"Hallo."

"Ada apa Zaky?"

"Kamu ini kok gak balas chatku?"

"Aku lagi sibuk. Mangkanya gak sempat balas."

"Belum pulang yah?"

"Belum."

Aku terpaksa bohong, sengaja agar tak diajak pulang.

"Aku tunggu kamu di kantin yah!"

"Kamu sudah selesai kuliahnya?"

"Sudah."

"Lebih baik kamu pulang saja!"

"Aku lupa jalan pulang."

"Gak mungkin lupa. Kampusnya gak terlalu jauh kok."

"Tapi aku benar-benar lupa."

Dia sampai lupa jalan pulang. Kalau begini aku dengannya terus. Aku tidak mau!

"Kamu belum punya teman?"

"Ada sih yang kenal."

"Yah sudah. Ajak temanmu yang kenal itu. Minta tolong dia arahkan jalan ke rumah. Nanti kukirim alamatnya."

"Ada. Tapi pulangnya temanku beda arah."

Keterlaluan sekali, aku tak dapat menghindar.

"Yah sudah tunggu saja di kantin!" Perintahku.

"Oke.

Aku sangat kesal sekali. Sampai kapan seperti ini. Sabar Tazkiyah, dia hanya butuh bantuan.

"Ada apa Kiah? kok kayak bete gitu." Tanya Dhea.

"Sepupuku Zaky, dia ajak pulang bareng."

"Naik apa?"

"Motor."

"Hati-hati, Tazkiyah! Aku jadi penasaran dia orangnya kayak apa?"

"Nanti kamu bisa lihat. Persis seperti preman."

"Jangan bareng dia pulangnya. Bisa gawat kalau di rumah cuma sama dia."

"Ada bi Kusma sih."

"Bi Kusma gak bisa terlalu diandalkan!"

"Jadi aku harus gimana?" Tanyaku bingung.

"Ayo kamu pulang denganku saja! Biar dia mengiringi kita di jalan."

"Oke, makasih Dhea."

"Ya."

Untunglah Dhea mau membantuku. Aku dan Dhea pergi ke kantin. Kami menghampiri Zaky yang duduk sendirian. Ia sedang merokok sambil duduk.

"Zaky!" Sapaku.

"Tazkiyah, ayo pulang!" Jawab Zaky.

"Aku pulang bareng temanku. Oh ya kenalkan ini Dhea."

"Dhea." Ujar Dhea sambil memperkenalkan dirinya

"Zaky." Jawab Zaky memperkenalkan diri juga.

Dhea tampak tak ingin bersalaman. Ia segan, mungkin karena penampilannya.

"Aku pulang sama temanku yah!" Ujarku.

"Loh, jadi aku pulang sama siapa?" Tanya Zaky.

"Kamu ikuti saja kami dari belakang. Dhea juga bawa motor."

"Oke."

Zaky tampak kecewa sekali. Ia seperti tak semangat dan terpaksa. Akhirnya ia mengikuti motor Dhea. Tak hanya mengantarku, Dhea juga mampir.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status