Alice menghentikan taksi tak jauh dari rumah kantor milik Fien Clark. Ia hendak memindahkan barang ke rumah kost untuk bersama Violet lagi. Tak banyak yang bisa ia ceritakan kepada Violet kecuali karena hendak berhenti bekerja atas permintaan Fien Clark.
Alice tak akan berterus terang dengan Violet kondisinya sekarang ini. Yang jelas, Fien Clark tak tahu kalau ia sudah meninggalkan rumah itu.
"Violet, apakah kau di rumah?" Alice menghubungi Violet ketika sudah di jalan.
"Aku? Aku sudah pulang ke desa Alice. Aku baru akan kembali setelah lima bulan mendatang. Apa yang terjadi?"
Alice menjadi gugup karena tak menyangka Violet sudah kembali ke kampung halamannya. Saat ini ia tak membawa uang kecuali sekitar lima puluh dolar di dompetnya. Sayangnya kartu peninggalan Erick telah ia tinggalkan di kamar Fien. Ia tak mungkin kembali menemui Fien Clark.
"Sial, kemana aku akan pergi? Aku tak mengenal seorangpun di kota ini untuk menumpang," sesalnya.
Malam semakin larut, Alice duduk di emperan sebuah toko. Ia baru saja membeli sebungkus roti seharga satu dolar untuk makan malam, dan sebotol air mineral ukuran sedang.Tadi ia sudah berupaya untuk mencari pekerjaan di beberapa toko makanan atau restoran. Sayangnya ia belum beruntung untuk mendapatkan pekerjaan. Besok ia masih akan melanjutkan melamar pekerjaan di area pertokoan yang lain. Sebab, ia mungkin akan kehabisan persediaan uang kalau sampai tak mendapatkan pekerjaan.Alice mengunyah roti itu perlahan. Udara malam yang semakin dingin membuatnya batuk beberapa kali. Ia menahannya dan menebalkan mantelnya dan bersembunyi di tempat yang lebih hangat."Ini adalah takdirku, Erick. Setelah kepergian mu aku merasa kehilangan segalanya." ujarnya sembari mengunyah roti dengan isian coklat leleh tersebut.Sementara itu Fien telah kembali ke rumahnya dengan kecewa. Eddie juga kembali dengan hasil yang nihil. Tak seorangpun yang bisa ditanya tentang k
Antonio merasa sesak saat memikirkannya. Bagaimana kalau adik perempuan satu-satunya itu memang benar di tangan pembunuh?"Ayah, lakukan sesuatu secepatnya jika itu benar-benar adikku," pinta Antonio memohon ayahnya.*Fien gelisah tak bisa memejamkan matanya. Ia melihat perkiraan cuaca yang cukup dingin di luar sana. Cuaca dingin berada pada temperatur rendah sekitar dua derajat Celcius. Ia teringat bahwa Alice alergi dingin. Bagaimana jika dia sampai kedinginan dan sakit karenanya?"Alice, kemana sebenarnya kau ini?" Fien menegakkan punggungnya tak jadi menarik selimut untuk tidur. Membayangkan Alice meringkuk sendiri dalam dingin ia bergidik ngeri. Ia mulai berpikir keras kemungkinan dimana Alice berada. "Kenapa kau tak menghubungiku dan minta dijemput?" gumamnya. Fien mencoba menghubungi Alice tapi tak bisa terhubung sejak siang tadi.Fien mengambil jaketnya dan keluar dari kamar tidurnya. Ia bisa melihat Grace terlelap di sebuah sofa di ruang
Ayah Fien sangat kesal karena memiliki putra keras kepala seperti Fien."Semua ini pastilah karena gadis tak tahu diri itu. Pernikahan Erick dan Laura juga sudah ditentukan dan Erick menolaknya karena gadis itu. Padahal, sebelumnya Erick adalah putraku yang paling penurut," sesal ayahnya."Sekarang, antara kau dan Grace menjadi kacau balau karena kehadiran gadis tak tahu malu itu," lanjutnya lagi."Paman, Alice pasti sudah sadar bahwa dia tak pantas menjadi anak menantu dari keluarga Fernandez. Sekarang semua kuserahkan pada paman saja masalahku dengan Fien," kata Grace dengan manjanya."Fien, lupakan gadis itu. Menikahlah dengan Grace sehingga hidupmu tak akan banyak masalah," nasehat ayahnya."Hmm, sepertinya ayah masih belum memahami ucapanku. Terserah, tapi aku tak akan menikah dalam lima tahun ini. Itu saja!" geramnya dan meninggalkan ayahnya dan Grace di ruang tengah.Fien melanjutkan istirahatnya karena ia berencana berkeliling
Beberapa waktu yang lalu ketika Fien Clark mendapatkan informasi bahwa Alice ada di sebuah taman kota Amanda Square, Fien Clark sungguh memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi karena sudah tak sabar untuk melihatnya.Akhirnya kedua orang temannya menunjukkan di mana Alice sedang duduk seorang diri."Oh God, terima kasih atas kerja keras kalian," lirih Fien yang tiba-tiba menitikkan air mata.Kedua temannya merasa terkesan dengan sikap Fien Clark yang menjadi lemah dan menangis. Selama ini mereka melihat Fien adalah orang yang keras kepala dan semaunya, tapi melihatnya seperti itu hanya karena seorang Alice, mereka sungguh keheranan."Ayolah bro, Alice sudah ditemukan, temui gadis itu, oke?"Fien mengusap air matanya. Ia tak mengerti apa yang akan ia katakan ketika menemui gadis itu.Dengan keberanian yang ia himpun iapun melangkah mendekati keberadaan Alice.Alice tak menyadari sejak tadi ada orang yang mengawasinya. Ia sudah ke
Sekian lama gadis itu akhirnya terdiam. Dalam kehangatan pelukan Fien Clark yang sebenarnya sangat ia rindukan. Benarkah masih ada cinta yang masih bisa dipertahankan?Baginya ia seperti di tengah puing reruntuhan yang sudah tak mungkin untuk dibangun kembali, ia tersesat dan linglung.Fien menegakkan punggung gadis itu dan membelainya lembut. Mereka masih bersimpuh di atas rerumputan."Apakah kau masih marah?" ujar Fien seraya menyapu bibir Alice yang kering. Wajah gadis itu tampak pucat dan tirus. Ia bisa melihat dengan jelas meskipun temaram lampu taman tak cukup menerangi wajah kuyu Alice.Sorot mata Alice kosong, Fien tahu karena Alice masih menutup diri darinya. Ia masih menerka bagaimana kedalaman palung luka yang sebenarnya ia sayatkan.Disisi lain ia masih belum sepenuhnya memaafkan Erick dan masa lalunya.Alice hanya diam tak berbicara saat Fien membawa tubuhnya berdiri dan melangkahkan kaki meninggalkan taman tersebut. Alice hanya
Dengan langkah perlahan Grace memasuki kamar tersebut. Ia hanya memberikan serbuk pencahar yang akan membuat Alice semakin lemah. Meskipun mungkin tidak terlalu membahayakan ia akan puas melihat gadis itu kepayahan dan semakin menyedihkan."Tunggu saja, ada hal-hal yang lebih mengejutkan jika kau masih bertahan di sisi pangeranku," lirihnya dan mulai menaburkan serbuk tersebut pada minuman Alice.Bagi Grace, membuat Alice menderita secara perlahan akan lebih menyenangkan.Setelah selesai dengan aksinya Grace mendengar suara pintu dibuka sehingga ia sedikit gugup. Ia segera mencari jalan untuk keluar dari kamar Alice.Fien masuk dan merasa heran karena melihat pintu kamar terbuka. Ia merasa sudah menutupnya tapi ia menjadi ragu karena nyatanya pintu itu terbuka.'Mungkinkah Alice sudah bangun?' batinnya dan bergegas melihat Alice. Akan tetapi Alice masih terlelap dan tak ada tanda-tanda terbangun.Fien Clark menutup pintu dan mengganti
Perdebatan antara perban dan plester tentu saja menghasilkan perban sebagai pemenangnya. Bagaimanapun Fien yang melakukan tindakan tersebut, sedang Alice harus pasrah menerimanya."Baiklah, aku menyerah.""Bagus, kau memang pasien baik dan penurut. Dan sekarang waktunya untuk tidur bersama," celoteh Fien.Fien memeluk Alice dengan sayang dan membelainya hingga Alice benar-benar tertidur.Pagi harinya, Fien dan Alice keluar dan berkumpul bersama teman-teman Fien. Mereka menikmati pagi di pantai yang cerah."Apa yang terjadi dengan kakimu Alice," Peter bertanya."Kecelakaan kecil, akibat kecerobohanku sendiri," jawab Alice."Kecelakaan apa sebenarnya?" Grace ikut nimbrung."Aku menjatuhkan gelas berisi air putih dan pecahannya mengenai kakiku sedikit."Mendengar itu Grace meremas gelas yang ada di tangannya. Itukah sebabnya Alice tampak baik-baik saja? Padahal, memberikan dosis yang lebih banyak dari biasanya."Yah,
Provokasi Anne dan Sherly membuat Grace semakin marah. Bahkan mereka adalah teman sejak lama dibandingkan dengan Alice. Tapi bagaimana bisa kedua temannya itu seakan mengejek dan melecehkan dirinya?Untuk itulah ia harus menekan Fernandez dan pamannya untuk memberikan bantuan yang maksimal.Ia juga berpikir bahwa melenyapkan Alice adalah cara yang paling efisien agar gadis itu tidak menghalanginya untuk bersama Fien Clark.Kini Grace kembali ke paviliun untuk menenangkan dirinya. Ia melihat paviliun masih sepi karena mereka masih berkumpul di tepi pantai."Baiklah, besok aku akan memberimu pelajaran teman-teman," lirihnya lalu ia menghempaskan dirinya di tempat tidur.***Antonio bergegas menemui ayahnya di perusahaan. Ia harus segera mengabarkan hasil tes DNA yang ia peroleh dari mencocokkan sampel ayahnya dan helaian rambut Alice."Kau seperti tergesa-gesa, Antonio. Mungkinkah karena berita gembira?"Antonio masih tersengal-sen