LOGINBorn a day before the full moon, Yuki's family was wiped out for driving a curse into the world, but the moon goddess forbade them from killing her. Her life was spared, and she is marked as an omega. The worst of all - a cursed omega. Wolf bane and deprived of birth right, she knows nothing but pains. She isn't allow to choose a mate or be mated to. Who will even want her? What is the moon goddess thinking when her was paired Remus - the beast in golden mask. The future Alpha of Onyx Tails Pack. Will Remus accept her flaws and protect her or will he make her regret it? Is this a blessing in disguise or the beginning of another chaos?
View More"Hei sweetheart, kamu yakin tidak ingin ikut ke kolam renang?!" Marc merangkul istrinya dari belakang.
Valerie berbalik dan melihat Marc dengan wajah tertekuknya, "Bukankah di sana mereka semua akan bugil?!" tanya Valerie to the point.
"Betul sekali Val, malam ini adalah puncak acaranya. Semua tamu akan hadir disana, dan kamu tahu?” Marc menjawab dengan mata berbinar-binar sambil.
Valerie bergidik, "Tidak! Aku tidak mau Marc!" tolak Valerie mentah-mentah, membayangkan apa yang akan terjadi di sana membuat Valerie tiba- tiba mual.
"Apa kamu yakin?" tanya Marc sekali lagi.
Karena pasti jauh lebih menyenangkan jika bisa menikmati ini berdua dengan istrinya.
Valerie mengangguk dengan cepat, "Sangat yakin!"
"Hmm baiklah, tapi kamu akan bosan berada di kamar." Marc masih mencoba sedikit membujuk istrinya.
"Marc, bersenang-senanglah! Aku akan berjalan-jalan di kapal pesiar ini." Valerie benar-benar tidak bisa ikut dalam hal gila yang di sukai oleh suaminya.
"Ok sweety, kamu juga bersenang-senanglah," Marc menyerah membujuk Valerie.
Karena sejak awal pria itu tidak pernah memaksa Valerie untuk mengikuti hobinya yang sangat tidak biasa ini.
Contohnya seperti malam ini, mereka merayakan ulangtahun pernikahan mereka dengan liburan di kapal pesiar.
Bukan karena tanpa alasan, Marc memilih kapal pesiar ini dikarenakan ada event yang sangat ia nantikan—Naked Pool. Meskipun mereka berdua harus pergi ke negara sakura. Dimana para undangan yang hadir harus tanpa mengenakan sehelai benang pun saat acara berlangsung.
Acara ini di peruntukkan bagi jiwa-jiwa yang suka kebebasan.
"Hmm, tentu saja,"jawab Valerie mengedipkan mata dan tersenyum manis.
Dia tidak pernah keberatan dengan hobi aneh suaminya itu.
"See you sweety." Marc melambaikan tangannya kepada Valerie sebelum menutup pintu kamar.
Valerie dan Marc adalah pasangan yang tidak pernah menduga mereka akan berakhir dalam pernikahan. Karena mereka berdua memiliki kepribadian dan karakter yang bertolak belakang. Tapi siapa sangka, itu semua yang membuat mereka berdua saling tertarik satu sama lain dan menemukan kecocokan lebih baik dari dugaan mereka.
Valerie dan Marc berpacaran selama dua tahun dan memutuskan untuk menikah. Setiap tahun, mereka akan berbulan madu di negara yang berbeda-beda. Tentu saja dengan event-event yang di sukai oleh Marc.
"Ahh, lebih baik aku mencari udara segar di luar sana!!" gumam Valerie seraya memilih gaun panjang dan kardigan yang berwarna senada—pink pastel. Gaun tersebut melekat sempurna di tubuhnya.
"Manis!" gumam Valerie puas melihat dirinya di pantulan cermin.
***
Sedangkan, di kamar yang berada tepat di sebelah Valerie dan Marc terlihat dua pasangan sedang memadu kasih.
"Laura, milikmu meremasku sayang dengan begitu kuat!" erang Dylan di sela gerakannya yang panas.
Suara desahan Laura memenuhi ruangan kamar tersebut, "Ah sayang!" racauan wanita bertubuh seksi itu.
Dylan menjadi sangat bergairah ketika melihat Laura yang baru saja selesai mandi, tubuh istrinya yang masih basah terlihat sangat erotis.
Tepat saat itu juga, dia menarik tubuh istrinya membuat mereka berakhir dengan peraduan liar di atas sofa.
Dylan menaikkan kedua kaki Laura dan melebarkannya. Menusuk dengan dalam ke inti tubuh istrinya.
"Akh! Akh! Dylan lebih dalam please!" mohon Laura dengan mulut terbuka karena desahan nikmat.
"As your wish sayang!!" Dylan menghujam dengan dalam liang kenikmatan Laura dengan keras dan cepat.
"Oughh, nikmat Dylan, sayang a-a-aku mau keluar!"
"Bersama Lau!" seru Dylan dan semakin dalam menghujam Laura dan meremas kedua bongkahan istrinya.
"Ugh sayang, aku keluar!" erangan Dylan mendapatkan puncak kenikmatannya, dia tidak dapat menahan hisapan kuat dari kewanitaan istrinya.
"Yes Dylan!" Laura pun mengunci tubuhnya mendapatkan puncak kenikmatan bersama sang suami.
Dylan memeluk tubuh istrinya yang begitu seksi dan mengecupnya sekilas.
"Kamu yakin tidak ingin ikut sayang?" tanya Laura dengan nafas yang masih tersengal-sengal akibat gempuran suaminya.
Dylan mengecup kening Laura, "Ya sayang, kamu sangat tahu, aku tidak tertarik dengan hal-hal seperti itu, kamu nikmati saja, hmm?"ucapnya lembut mengizinkan istrinya untuk mengikuti event Naked Pool yang diadakan di kapal pesiar ini.
Yang sengaja dia hadiahkan untuk sang istri sebagai hadiah anniversary pernikahan mereka yang ketiga tahun. Karena Laura sempat membahas masalah event ini kepada dirinya.
Laura tersenyum senang dan mengecup bibir Dylan, "Thank you sayang! Kalau begitu aku berpakaian dulu!" serunya semangat dan mengambil kimono tipis untuk menutupi tubuhnya.
"Kamu tidak membasuh diri dulu sayang?" tanya Dylan.
Laura menggelengkan kepalanya sambil mengikat tali kimononya, "Tidak perlu sayang, lagi pula di sana aku akan masuk untuk berenang."
Dylan hanya tertawa kecil, "Terserah kamu saja, sayang."
Laura berlari kecil dan kembali menghampiri Dylan, "Cup! Bye sayang!" Laura mengecup bibir Dylan dan berpamitan.
"Have fun, sayang!" seru Dylan sebelum istrinya menghilang dari pintu.
"You too!" suara Laura terdengar samar-samar.
Yah, beginilah kami. Laura dan diriku memiliki kepribadian yang sangat berbeda. Tapi aku sangat mencintai dia yang apa adanya. Termasuk hobinya yang aneh itu.
Itu hanya sekedar hobi—pikirku. Jadi, tidak ada masalah selama dia bahagia, aku pun bahagia.
"Lebih baik aku bersih-bersih dan keluar untuk mencari udara segar!"
----
Marc berjalan penuh percaya diri dengan celana renang yang dia kenakan. Tubuhnya yang standart tapi masih dalam kategori sedap di pandang. Tidak menyurutkan dirinya untuk tampil tanpa sehelai kain ditubuhnya setelah melepaskan celana renangnya disalah satu kursi santai yang berada ditepi kolam renang.
"Ahh, karena semua di sini orang jepang, membuatku tidak khawatir kalau akan bertemu orang dari negaraku! Tidak mungkin ada orang lain yang sepertiku untuk pergi begini jauh hanya untuk mengikuti event ini!"gumam Marc dan masuk ke dalam kolam renang.
Marc melihat sekeliling dan sedikit kecewa karena tamu yang datang rata-rata sudah berumur. Hanya beberapa yang berada dalam seusianya, yang tentu saja mereka terlihat cuek untuk menikmati waktu mereka. Ada yang berpasangan ada juga yang seperti dirinya, sendiri menikmati event menyenangkan ini.
"Sebaiknya aku berenang saja!" gumamnya dan mulai berenang namun matanya tertuju pada siluet yang lewat di sampingnya.
Marc spontan berhenti dan terperangah ketika siluet tersebut berdiri lalu mengusap rambut panjangnya kebelakang.
"Wow! Luar biasa! Tubuhnya begitu seksi!" gumam Marc dalam hati tidak dapat mengalihkan pandangannya dari wanita cantik di depannya.
"Wajah, tubuh dan kulitnya sangat cantik, dan sepertinya dia satu-satunya wanita asing yang ada di sini. Di atas semua itu, wanita ini terlihat sangat percaya diri dengan penampilannya." kagum Marc melihat wanita didepannya.
"Parfaite!" seru Marc memuji wanita didepannya menggunakan bahasa negaranya—prancis. Parfaite artinya kesempurnaan untuk seorang wanita.
Namun, naasnya wanita yang dipuji tersebut menoleh ke arahnya.
"Yak!" teriak wanita tersebut menutupi tubuhnya dan berlari meninggalkan dirinya yang ikut terkejut.
"Shit! Jangan bilang kalau dia juga berasal dari Prancis?" tatapan Marc tidak dapat teralihkan dari kemolekan tubuh wanita yang baru dia temui.
"Damn! Dia terlalu sempurna!"
***
Dan di sisi kapal pesiar yang lainnya, Valerie tengah berjalan-jalan di deck kapal menikmati angin laut dan keindahan malam.
Brugh
"Sorry," suara pria yang menabraknya.
Valerie menoleh sedikit dan menjawab, "No problem," kemudian berlalu meninggalkan pria yang menabraknya tadi. Memilih untuk duduk di salah satu kursi panjang menghadap ke lautan lepas.
"Oh my! Apa dia seorang bidadari?" gumam Dylan terpesona dengan keanggunan wanita yang baru saja dia tabrak.
"Aku tidak pernah melihat wanita dengan kecantikan seperti ini!" Dylan tidak dapat meninggalkan wanita tersebut dalam kesendirian.
Pria itu memilih untuk mengawasi wanita manis yang ia tabrak tadi dari jarak jauh, menikmati keindahan yang mempesona didepannya. Seolah ada magnet yang siap mengikat dirinya dengan wanita itu.
Martius placed an herb pot on the fire and sat on a wood beside it.A minute later, his body vibrated, alarming him about a bad thing that had happened.“What's going on?”He tried to think about what happened for a minute and his mind went to Arram. “Did something happen to my lord?”The clouds turned dark, and a tornado appeared.The reaper walked out of the tornado and walked into the hut.“What's going on?” He raised a rhetorical question, keeping his mouth densely ajar till the reaper took Arram's soul and walked out of the hut.Martius wanted to stop the reaper. He took three steps towards him, but paused and watched the reaper walk back to the tornado and disappear.“I need to do something…” he thought. He bit the left side of his lower lip for a few seconds.He concluded and quickly stretched out his left hand. He drew a sign on his palm and closed his palm.“The incantation.” He chanted some incantation and opened his palm.He moved his palm to his mouth to blow it to blow, b
“What?!” Martius’s eyes widened, watching the sword struggle to penetrate Desdemona’s chest to no avail.“What’s wrong?”He quickly stretched out his left hand and used his index finger to draw on it. He looked into his palm and took a step backward in a mixture of shock and fear.“She is in possession of my lord’s relic?” He let out in disbelief.He stared at Arram’s face. “why are you going this far for her?” He queried.He resorted his gaze back at Desdemona. “Since I can’t harm you without my lord getting hurt, I will wait until you wake up and then, I will kill you.” He vowed.******{An hour later}Arram gradually opened his eyes and looking at his side to see Desdemona lying beside him, he instantly figured out he was still in his hideout.He raised his head and sat up on the bed. He felt a slight pain in his head, and he held his forehead, frowning his face in discomfort.Remembering the reaper had taken Desdemona’s soul, he instantly turned to her and checked her body, even t
{TWO WEEKS LATER}Arram entered the hut, holding a bowl of hot water in his hands and a towel hung on his shoulder. He put the water down beside the bed, where Desdemona had been lying unconscious for a week.After he brought her to his hideout- a hut built in the middle of a thick forest, he used herbs to heal her internal wounds but none worked. He sacrificed a lot to bring her down from the heaven and earth bridge, but she hasn’t opened her eyes yet.Arram sat on the bed’s edge and wiped the sweat on Desdemona’s forehead.He sat beside her on the bed and fixed his eyes on her peeled lips. “I don’t mind paying with everything I have, I will protect you…”He drew the water bowl closer and dug the towel into it, but quickly took his hands out because it was too hot.He blew air on his hand and quickly went outside to get water from the pot.He came back in with water in his hands and met her gasping.“What happened?!”He rushed to her side and scanned her from head to toe, trying to d
‘If she dies, you will never be free!’ Devour warned.Immediately as Devour's voice stopped ringing in Arram's head, the air became cooler and the smell of a fresh berry filled his nose.“What?” He frowned his face confused. He has felt and smelled Desdemona as his, and importantly, his wolf recognized her, but he still couldn’t believe she was his mate.He was the great heir of Alpha Brecc, Arram- the no-mercy crowned heir, a blessing to his Pack and a disaster to his enemies.His roar made thousands of soldiers shiver, and those who valued their lives quickly ran away while those who wished to be recognized as heroes died before they could take another step closer to him.His name spread across the continent like a plague and other Packs except the Blackwood Pack bowed to him.Years ago, he was stabbed in the face and traveled out of his pack, and ever since then, no one has heard from him. He was wandering around the continent in a golden mask.Arram quickly untied the rope from Des
Desdemona hit her back on the pole and she fell hard to the ground. “Hum!” She moaned and rolled on the floor, struggling to lift her head.He disappeared and appeared in front of her. He ground his teeth, querying in a low beastly voice. “How dare you?”He hit the pole with his hand and it broke into two pieces. He grabbed her on the neck and slowly lifted her till he firmly stood on his feet, putting her up in the air. “How dare you take off my mask!” He growled.“Following me is an offense, and I planned to cut your left foot and three right fingers for that, but you've done the worst and death is the penalty,” he informed. “You see my face, definitely you will die tonight,”“Helpless wolf, do you know why you will die?” He raised a question that didn’t require her answer.“It's because I’m mysterious… the last person who saw my face at dawn didn’t see the sunset that day,” he disclosed.“Helpless wolf, I will be kind for once to let you say your last prayer. Be fast with it.” He p
Desdemona noticed that the sun was always hotter any day Ailee wanted to punish her. She didn't know why it was like that, and also didn't want to believe that Ailee used to make a special sacrifice for it.Passing by Pack's members, including omegas like Desdemona, mocked her and, since no one would blame them, some stoned and threw objects at her.It was evening already, and the darkness of the night was about to take over.Balto came out of a corner and walked to the torture circle. “Let her down.” He ordered.Caxton and Derian walked to the pole. They untied her, and she tumbled to the front of their toes. Desdemona gasped, rolling on the fall. Blood was still rushing out of her body and her eyeballs had turned painfully red.“Give her two hundred canes.” Balto commanded.Derian hurriedly went to get two whips and he gave one to Caxton.Caxton stood on the right side while Derian stood on the left side, leaving Desdemona between them.Caxton whipped her twice, and Derian also whi
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Comments