Nasha mengerucutkan bibirnya. Satria tidak mengajaknya mengobrol sama sekali. Memang apa salahnya, sih bertanya seperti itu?
Satria kan juga cowok. Berarti berduaan dengan Satria juga tidak boleh.
"Satria," panggil Nasha namun, tak digubris Satria sama sekali. "Satria, ih," rengek Nasha karena Satria masih konsisten diam.
"Mending kamu tidur aja deh, Nas. Nanti kalau sampai dibangunin," jawab Satria tanpa may repot-repot menoleh pada gadis disampingnya. Membuat Nasha gondok.
Karena kesal diacuhkan terus Nasha memutuskan untuk tidur saja. Biar saja nanti Satria kerepotan membopongnya ke rumah.
Tak lama setelahnya Nasha benar-benar tertidur. Dengan tangan bersedekap dada karena tadi kekesalannya tadi.
Melihat Nasha benar-benar tertidur Satria memutuskan untuk menepikan mobilnya dan mengatur sandaran Nasha agar gadis itu bisa tidur dengan nyaman. Sebab tak membawa selimut Satria melepas jaketnya dan meletakkan di atas tubuh Nasha.
Tangan
"Itu Nasha?" Papa Satria memicingkan matanya. Kacamatanya belum dipakai. Jadi, beliau tidak terlalu jelas melihat siapa yang tidur di ranjang anaknya."Itu, Pa, ekhem, tadi—""Santai, Son. Jangan panik gitu." Papa berujar santai. Tangannya menepuk singkat bahu anaknya.Satria meringis pelan lalu terdiam untuk beberapa saat di tengah pintu. Mendadak linglung. Bingung apa yang mau dilakukannya. Apa ke-gap menyembunyikan perempuan di dalam kamar bisa berpengaruh pada kewarasan otak?"Sat, ngapain?" Tiba-tiba Nasha berdiri di belakang Satria.Matanya masih menyipit dan sebagian rambutnya ada yang berdiri. Kusut. Dahinya berkerut melihat Satria yang hanya terdiam di tengah pintu."Balik sana, mandi." Dengan tidak berperasaan Satria mendorong bahu Nasha untuk keluar dari kamarnya. Begitu usahanya berhasil Satria kembali masuk ke kamarnya dan menutup pintunya. Oh, tidak lupa menguncinya agar iblis yang menjelma perempuan cantik itu tidak bisa
"Nasha mana, Han?"Jihan yang hari itu menjaga kasir sejak pagi tanpa henti mengangkat pandangannya dan tersenyum begitu melihat sosok yang dikenalnya."Mbak Nasha di dalam, Mas. Lagi minum." Jihan berujar sambil sedikit menekankan kata terakhirnya. "Kayaknya," tambahnya lagi dengan tidak yakin.Sudah seminggu mereka kembali dari kediaman orangtua Satria dan Satria hanya beberapa datang ke bakery.Dia memutuskan untuk mengambil KPR dan tentunya KPR itu tidak bisa dibiarkan kosong terus menerus. Satria harus menempatinya. Yah, walaupun beberapa kali Satria masih nekat meninggalkan rumah itu dan menginap di bakery.Begitu membuka pintu kamar Nasha yang pertama kali terlihat adalah Nasha yang duduk di lantai menghadap jendela.Terlihat seperti orang sedang putus cinta. Galau. Merana. Bahkan bunyi tapak kaki Satria tidak bisa mengembalikan fokus Nasha."Kenapa?" Satria memilih untuk duduk di kursi rias. Tidak mendekat pada Nasha."
Lama Satria menunggu Nasha tak kunjung membuka mulut. Berdecak kesal Satria kembali mendekat. "Ada apa?" ulangnya."Cie, khawatir nih ye," goda Nasha. Sontak saja mata Satria membola. Dia ini sudah khawatir dan mengira Nasha akan bercerita dengan jujur apa yang sedang dirasakannya. Ternyata malah dapat zonk."Emang salah, Nas khawatir sama kamu."Nasha terkikik geli melihat raut wajah masam Satria. "Satria, kali ini serius." Sesuai dengan ucapannya Nasha memasang raut wajah serius.Tangannya menggenggam lengan Satria. "Nanti beliin charger ya. Charger aku ilang gak tau kemana. Pasti Bian cemas banget karena hp aku gak aktif." Nasha tidak bohong. Raut wajahnya menunjukkan keseriusan dan charger ponselnya memang hilang. Itu juga terjadi 2 hari yang lalu. Entah dimana charger itu."Kemarin Bian kesini," suara Satria terdengar santai."Loh, kok gak bilang sih, Sat," protes Nasha."Kamu mabok."Itu kan hanya tebakan Satria. Pa
Sesuai apa yang dikatakan Satria tadi formasi temannya lengkap. Nasha tersenyum senang saat melihat Dewangga memasuki bakerynya. Senyum Nasha semakin lebar saat Dewangga mendekat padanya."Pagi, Nas. Satria bilang lainnya sudah datang. Mereka dimana?""Di atas, Kak. Kak Dewa mau diantar?"Modus sedikit tidak masalah lah ya. Lagipula ini juga pertama kalinya Dewangga menginjakkan kaki di bakerynya tentu pria itu tidak banyak tahu tentang bakerynya. Kalau nanti Dewangga kesasar ke kamarnya bagaimana?Kalau Nasha senang-senang saja. Tidak tahu kalau Satria akan mengamuk nantinya."Iya."Aneh sekali si Dewangga ini. Seingat Nasha saat masih SMP yang tentunya saat Dewangga, Satria and the genk masih kuliah, Dewangga itu tidak seserius ini. Ini kenapa Dewangga jadi serius sekali?"Eh, Cil, astaga, udah gede aja nih anak. Lo apa kabar, Cil?"Nasha mendengus begitu sampai di roof top. Tadi saat teman-teman Satria datang dia masih sibuk
"kamu tahu, Nas apa yang barusan kamu lakukan itu termasuk pelecehan seksual."Senyum Nasha luntur. Raut wajahnya berubah jadi bingung. Dahinya berkerut-kerut. Sedangkan sosok didepannya masih memasang raut wajah datar."Loh, emang iya?" tanya Nasha pura-pura bodoh.Dewangga mendengus dan menurunkan tangan Nasha yang sedari tadi nyaman hinggap di dadanya. Heran. Nasha ini lulus sekolah karena nilainya bagus atau karena uang orangtuanya? Dewangga curiga ijazah Nasha hasil dari menyogok."Iya. Kamu nggak seharusnya melakukan skinship seperti tadi ke sembarang orang."Mengangguk paham Nasha kembali tersenyum lebar dan dengan tidak ada rasa kapok Nasha kembali mengusap dada bidang Dewangga."Kamu dulu juga pernah loh kayak gitu ke aku. Pas dari bazar. Pas itu aku masih kelas 2 SMA, aku masih 16 tahun, masih di bawah umur, Kak Dewa."Dewangga kicep. Cuma bisa pasrah. Tidak menyangka Nasha akan membalasnya dengan mudah."Jadi, ayo ki
Nasha merasa aneh dengan Satria yang menungguinya mencuci peralatan makan sambil menatapnya tajam. Pertanyaan yang dilemparnya tadi saat Satria kembali usai mengantar Dewangga belum juga mendapatkan jawaban.Oh my God! Gerakan tangan Nasha yang tengah membilas piring terhenti. Dia lupa tidak menanyakan nomor WhatsApp Dewangga. Ck, Nasha sudah semakin tua saja."Kenapa?" "Tadi kamu ngerjain Dewangga 'kan?" Bola mata Nasha seakan mau keluar. Tuduhan macam apa itu? Hei! Sejak kapan Nasha pernah mengerjai cowok ganteng seperti Dewangga. "Ngerjain apa sih, Sat," sanggah Nasha. Satria ngadi-ngadi. "Ck, jangan ngeles ya, Nas. Kalau kamu nggak ngerjain dia nggak mungkin dia buru-buru pergi." Satria memandang Nasha dengan senyuman miringnya. "Nggak percaya ya udah." Nasha membalas dengan santai lalu melenggang pergi begitu saja. Ini pasti Satria sedang melakukan wisata masa lalu saat Nasha
"Eh, sorry," ucap Nasha sungkan saat bahunya tak sengaja menyenggol lengan seseorang. Bukan main senggolannya. Dirinya sendiri yang menyenggol malah dirinya sendiri yang hampir terjatuh. "Sekali lagi maaf ya," ulang Nasha. Begitu kepalanya mendongak bisa dia lihat Januar tersenyum manis padanya. "Santai, Nas." Nasha tersenyum canggung. Tidak tahu kalau yang pria itu adalah Januar. "Abang lagi cari apa?" tanya Nasha basa-basi. Tidak enak kalau nyelonong begitu saja. "Cari kopi buat di kantor. Kopi yang dibeli OB nggak cocok buatku." Oke, Nasha tahu. Meskipun jangka waktu mereka tinggal bersama tidaklah lama, tapi Nasha tahu kalau Januar tidak suka kopi sachetan. Dia lebih suka kopinya bapak-bapak alias kopi hitam yang biasanya dibungkus plastik bening. "Kamu belanja banyak, Nas?" Januar melirik sekilas keranjang merah yang dibawa Nasha. "Iya, ini beli sabun sama shampo." Nasha mana pernah
"Masuk." Agarish menyingkir dari pintu. Memberi akses masuk untuk Januar dan Nasha. Tatap tajamnya pada Nasha tak berkurang sedikitpun bahkan sampai makan malam disajikan. "Nasha sekarang masih pacaran sama Bian?" tanya Pak Tanubrata pada Nasha. Setelah sebelumnya menyampaikan kabar yang menggembirakan yaitu pertunangan Januar yang akan digelar dalam waktu dekat. "Udah enggak, Pa." Ya kali dia masih mau pacaran sama Bian yang sudah tertangkap basah grepe-grepean sama perempuan lain dan lanjut nge-room sama perempuan yang sama juga. "Nanti bisa dong kenalan sama anak kenalan papa. Nanti pas Janu tunangan kamu kenalan sama dia ya."Nasha tersedak. Akan dikenalkan pada seorang laki-laki yang mana anak dari teman pak Tanubrata. Man, itu bukan kabar baik. Nasha yakin pak Tanubrata akan menggiringnya dan si lelaki itu ke arah yang lebih serius. Kalau Nasha hanya mempermainkan lelaki itu bisa tamat riwayatnya. Citra pak Tanubrata bisa