Nasha Aqila punya Satria Bimantara, teman satu atapnya yang multifungsi. Bagi Nasha Satria adalah tempatnya untuk bersandar dan bergantung sebab dia selalu merasa asing ditengah keluarga barunya, yaitu keluarga dari pernikahan kedua sang Bunda. Nasha selalu merasa Bunda menjauhkannya dari keluarga barunya. Kemudian pada suatu hari Satria mengajak Nasha untuk berkomitmen dan menikah. Mereka akan menjadi housemate untuk seumur hidup. Selain status yang berbeda tentu ada hal lain yang berubah dari hidup keduanya. Tak disangka karena sebuah insiden setelah pernikahannya dengan Satria terkuak alasan sesungguhnya Bunda yang seakan menjauhkan Nasha dari keluarga barunya "Jangan jadikan alasan pertemanan dan persahabatan sebagai alasan untuk menolak, Nasha. Kita ini friendhome bukan friendzone," kata Satria Bimantara pada Nasha Aqila.
Lihat lebih banyak"Aku sponge cake, Mbak 2 yang bentuknya cinta, ya," pinta seorang remaja laki-laki pada wanita yang berdiri di belakang meja kasir.
Nasha, si pemilik bakery yang hari ini turun tangan menjaga kasir langsung mencatat pesanan pelanggannya dalam sebuah tablet.
"Spesial buat kamu cintanya saya kasih bertumpuk-tumpuk," balas Nasha dengan senyum manisnya lalu menyerahkan sekotak roti pada pengunjung setianya itu.
Remaja laki-laki yang hampir setiap hari mampir untuk membeli sponge cake itu menerimanya dengan senang hati lalu memberikan sejumlah uang untuk membayar kue pesanannya.
Sudah 2 tahun ini Nasha fokus mengelola bakery miliknya. Dia yang semula bekerja di sebuah agen properti memilih untuk resign dan membuat usaha sendiri. Ya, meskipun tidak mudah. 2 tahun Nasha membangun bakerynya dan baru setahun ini pelanggannya meningkat pesat.
"Saya cheesecake satu."
Senyum Nasha langsung berganti dengan wajah ketusnya. Dengan pongah Nasha menyebutkan harga yang harus dibayar oleh pria tadi.
Pria tadi adalah Satria Bimantara. Teman Nasha Aqila. Well, teman dalam segala bidang maksudnya.
Teman SMA, teman kuliah, teman curhat, teman kondangan bahkan teman serumah alias housemate. Roommate? Bisa iya bisa juga tidak. Nasha sendiri tidak yakin.
Hanya yang dia tahu Satria adalah teman yang sangat bisa diandalkan dalam berbagai situasi dan kondisi.
Ya, terkecuali semalam. Hal yang membuat Nasha gondok setengah mati. Satria tidak bisa menemaninya ke acara pernikahan mantan kekasihnya.
God! Ego Nasha rasanya tersentil saat menghadiri pernikahan mantan seorang diri. Mau bagaimana lagi, Satria juga memiliki urusan lain yang tidak bisa ditinggalkan.
"Nas, masih ngambek?" tanya Satria begitu sepotong cheesecake dihidangkan di depannya. Bahkan sekarang pria itu menarik sebuah kursi agar bisa bertahan lebih lama lagi di depan meja kasir.
"Sat, really kamu tanya gitu? Itu mantanku, Satria. Oh my god!"
Dengan kesal Nasha meninggalkan meja kasir dan memberi kode pada salah seorang pegawai untuk menggantikan posisinya. Rambut panjangnya yang semula diikat menjadi satu kini diurai.
Dia sangat ingin menyembur Satria dengan berbagai umpatan, tapi tentunya bukan di depan khalayak umum. Bakerynya baru naik daun. Jangan sampai dia menjatuhkan usaha yang sudah dibangunnya dengan susah payah.
"Saya udah bilang saya gak bisa, Nas. Keisha lulus SMA dan semalam keluarga lagi makan-makan. Saya udah ajak kamu juga kan, tapi kamu gak mau."
Tentu Nasha menolak dan lebih memilih untuk menghadiri pesta pernikahan mantan kekasihnya. Jelas Nasha tidak mau diberi cap gagal move on.
"Ya ampun, Satria. Andai kamu tahu aku sama sekali gak berminat datang kesana. Aku terpaksa datang." Belum sempat Nasha merampungkan kalimatnya Satria sudah menyela lebih dulu.
"Itu pilihan kamu sendiri, Nas. Kamu bisa menolak, tapi kamu tetap datang. Memangnya ada kenangan apa sih sama mantanmu yang itu?"
Langsung saja Nasha terdiam. Apa dia harus jujur bahwa mantan kekasihnya yang kemarin menikah adalah laki-laki pertama yang pernah mencumbunya?
"Mbak Nasha," panggil Jihan, pegawai bakery yang memasuki dapur dengan terburu-buru. "Bantuin di depan dong, Mbak! Rame banget itu."
Mengangguk singkat Nasha langsung mengikuti langkah Jihan dan dengan sigap kembali berdiri di belakang meja kasir. Tanpa sadar Satria kembali mengikutinya dan duduk di kursi yang tadi sempat dipakainya.
Mencoba acuh dengan keberadaan Satria Nasha terus melempar senyum pada pelanggannya. Sampai seorang pria lain yang datang membuat Nasha tertegun. Nasha tidak menyangka pria itu akan datang ke bakerynya.
"Tiramisu 2 dan roll cake pandan 1," ucapnya nyaris tanpa nada. Pun demikian dengan sorot wajahnya yang datar.
Dengan kaku Nasha mengangguk. Tatapan matanya tak luput mengawasi interaksi antara Satria dengan pria yang merupakan kakak tirinya, Agarish.
Bibirnya tersenyum miris. Agarish bisa tersenyum tipis dan mengobrol santai dengan Satria. Sedang dengan dirinya? Agarish hanya akan menampilkan wajah datarnya. Entah kesalahan apa yang pernah Nasha perbuat hingga Agarish selalu acuh padanya.
Padahal kalau diingat-ingat lagi Nasha belum pernah membuat satupun masalah di keluarga barunya. Bagaimana bisa membuat masalah kalau sejak awal pernikahan bunda dengan pak Tanubrata, papa Agarish Nasha jarang sekali berada di kediaman Tanubrata.
Masa SMA-nya dia habiskan dengan tinggal bersama ayah. Lalu setelah ayahnya meninggal Nasha dimasukkan ke asrama sampai dia lulus kuliah, bukannya ikut tinggal di kediaman papa sambungnya.
Setidaknya dalam seminggu hanya 2 kali Nasha mampir ke rumah itu. Ya, Nasha menyebutnya mampir.
Lalu dimana Nasha tinggal? Tentu di tempat kos dengan alasan menghemat biaya transportasi yang sebenarnya juga tidak seberapa. Kemudian saat memiliki bakery yang diberi nama 'Aqila's Bakery' tersebut Nasha memanfaatkan salah satu ruang sebagai tempat tinggal.
"Udah, Bang," ujar Nasha sambil menyerahkan pesanan Agarish. Sesuai dugaan Agarish hanya memandangnya datar lalu pergi usai berpamitan dengan Satria.
Dia hanya berpamitan dengan Satria. Tidak dengan Nasha. Dipandanginya punggung tegap tersebut sampai tidak sadar Satria sudah memanggilnya beberapa kali.
"Gak nyoba buat ngajak ngobrol?" Satria jelas tahu betul sepak terjang kehidupan Nasha.
"Takut, Sat. Dia kelihatan gak tertarik sama kehadiran aku." Suara Nasha lirih terdengar.
Bisa Satria tangkap dengan jelas nada kesedihan disana. Mereka saudara tiri, tapi lebih terlihat seperti 2 orang asing. Satria sendiri kurang paham apa yang membuat Agarish bersikap kelewat acuh terhadap Nasha.
Seolah teringat satu hal Satria langsung menandaskan cakenya dan berpamitan, "Saya ada kerjaan lagi, Nas. Nanti balik lagi."
Tangan Satria bergerak mengusap kepala Nasha pelan. Pria itu nampak terburu-buru.
"Take care, Satria," ucap Nasha dengan senyumnya. Ya, meskipun tadi dia sempat sinis terhadap Satria, tapi Nasha tidak bisa berlama-lama sinis dan ketus pada Satria. Bagaimanapun juga Satria itu seperti penyelematnya.
Penyelamat saat Nasha merasa kesepian, sendirian, maupun dalam segala situasi yang terasa sulit Nasha lewati. Nyatanya Nasha bisa melewati semua itu karena Satria masih setia berdiri disampingnya. Memberinya sebuah lengan untuk berpegangan saat Nasha merasa dunianya akan runtuh.
Senyum Nasha mengembang sempurna kala melihat mobil Satria keluar area parkir bakery. Tidak masalah kakak tirinya seakan tak pernah menganggapnya ada. Yang terpenting dia masih mempunyai Satria.
"Mbak, kenapa gak jadian aja sama mas Satria?" Kemudian pertanyaan itu membuat senyum Nasha berganti dengan raut wajah keheranan.
"Mbak Nasha sama mas Satria kelihatan cocok. Daripada nanti cari calon lain terus ternyata dalam sama luarnya beda. Mending sama mas Satria aja, Mbak. Udah hapal luar dalam."
Ucapan asal dari pegawai bakerynya itu ternyata mampu mengetuk sisi lain dari Nasha. Menikah. Apa dia masih bisa bergantung pada Satria kalau pada akhirnya pria itu akan menikah? Tuhan bahkan belum memberitahunya siapa jodoh Satria kelak. Lalu jika wanita beruntung itu bukan dirinya, Nasha harus berbuat apa?
Menginjakkan kaki di kediaman Tanubrata Nasha dibuat terheran-heran. Bunda dan pak Tanubrata terlihat bahagia sekali duduk menunggu di ruang tamu. Apa ada berita bagus?Bisa jadi eforia pertunangan Januar yang masih terasa. Mungkin mereka berdua merasa senang karena Januar akan segera menikah. Bisa jadi sih."Nah, akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga," sambut Januar dengan gembira. Bunda dan pak Tanubrata yang sedang duduk di ruang tamu juga ikut tersenyum.Nasha berpikir apa dia ini habis pulang dari membela negara? Kenapa mereka terlihat riang sekali menyambutnya?"Bunda sama Papa apa kabar?" Nasha mencium pipi Bundanya dan mengangguk singkat pada pak Tanubrata."Baik, Nas. Makin baik begitu dapat kabar gembira nih."Kabar baik? Nasha melirik Januar yang juga tampak tersenyum cerah. Pernikahan Januar memang sudah direncanakan sejak pertunangannya digelar. Kenapa senangnya baru sekarang?"Bang Janu udah nemu tanggal nikahnya ya?
Berpikir keras adalah hal yang dilakukan Satria sejak Nasha memberitahunya kalau dia diundang ke kediaman Tanubrata. Bingung dan gugup. Dia sedang memikirkan apa yang harus dia katakan nanti.Tak jauh dari Satria ada Nasha yang sibuk bermain dengan adonan sambil sesekali menatap aneh pada Satria. Satria jarang terlihat seperti itu.Terakhir dia melihat ekspresi itu saat Satria hendak wawancara kerja di salah satu kantor notaris. Lalu sekarang ekspresi itu muncul lagi. Membuat otak Nasha berpikir yang tidak-tidak.Tidak mau terus berpikir ngawur Nasha langsung menghampiri Satria begitu adonannya masuk oven."Ekhem, Satria," panggil Nasha. "Kamu ada masalah ya di kantor?" lanjut Nasha begitu berhasil mendapat atensi Satria."Kenapa mikir gitu?" Satria sudah biasa dihadapkan pada masalah bukan? Dia malah tinggal satu atap dengan masalah."Mukamu kelihatan bingung gitu. Jasa notaris kamu sepi job ya? Apa mau gulung tikar?"Satria cuma bis
"Bang," sapa Nasha sambil sedikit menunduk. Kesopanan."Kamu belum jawab pertanyaan saya," balas Agarish dingin."Tadi itu nggak sengaja kok. Bang Janu bantuin aku." Hawa panas di sekeliling Nasha sekarang bertambah panas."Kalau nggak bisa bawa sendiri ajak karyawan. Jangan sok-sokan bawa sendiri."Apakah itu tadi? Perhatian atau ejekan? Nasha sampai tidak bisa berword-word lagi. Agarish langsung pergi setelahnya. Sumpah. Nasha tidak mengerti dengan semua yang berhubungan dengan Agarish."Mbak, ojek, Mbak?" tawar seorang tukang ojek.Karena sedang melamun dan salah tangkap ucapan tukang ojek tadi Nasha malah balas marah-marah, "Enak aja. Saya ini bukan tukang ojek."Bapak ojek yang tak tahu apapun jadi bingung. Dia ini sedang menawarkan jasa ojeknya. Bukan sedang bertanya apakah Nasha ini tukang ojek apa bukan."Dasar anak jaman sekarang," gumam Bapak Ojek.Meskipun hanya bergumam, tapi Nasha bisa mendengarnya dengan je
Pulang dengan dicarikan kendaraan oleh 'mas future' membuat Nasha sudah senang sekali. Apalagi kalau Dewangga sendiri yang mengantar. Pasti hati Nasha sudah 'berflower-flower'."Mbak, aduh, mikirin apa sih," tegur Jihan setengah kesal."Iya-iya maaf. Kenapa?""Ini pesanannya gimana? Jadi siapa yang ngantar?""Gue aja, Han. Gue mau sekalian cuci mata. Lo bagian jaga warung. Oke?" Tanpa menunggu persetujuan Jihan Nasha langsung ngibrit mencari tasnya.Dia dapat pesanan beberapa kotak kue dari sebuah perusahaan. Katanya sih untuk rapat. Di perusahaan itu pasti banyak cowok-cowok cakep kan?"Nanti kalau yang nyariin bilang aja kalo gue baliknya agak maleman ya," pesan Nasha."Itu mau nganter pesanan apa mau mangkal, Mbak? Lama amat. Perasaan sejam udah balik kesini lagi deh," protes Jihan.Sayangnya Nasha bodo amat. Memang tujuan utamanya bukan hanya sekedar mengantar pesanan."Permisi, saya dadi Aqila bakery. Ini pesanannya
"Mau bimbingan skripsi?"Nasha terkejut. Ternyata bukan Dewangga. Ya Tuhan! Jadi dia dikibulin sama mahasiswa tadi? Astaga."Eh, bu-bukan, Pak. Ekhem, saya, saya cari Mas Dewangga." Nasha sampai tergagap saat menjelaskannya. Pria itu kelihatan dingin sekali. Tatapannya juga sangat tidak bersahabat."Oh, cari Dewangga. Kamu bukan anak sini?" Otomatis Nasha menggeleng kuat-kuat. "Masuk saja dulu. Dewangga masih ada kelas."Ternyata itu betulan ruangan Dewangga. Baru saja Nasha ingin bersumpah ingin mencari mahasiswi yang tadi karena membohonginya. Tapi tidak jadi. Itu memang ruangan Dewangga. Hanya saja Dewangga masih ada kelas."Masih berapa lama lagi ya, Pak?" tanya Nasha. Merasa awkward. Begitu dia masuk dan duduk di salah satu kursi belum ada lagi percakapan."Sebentar lagi. Mungkin 10 menit lagi. Kamu tunggu saja ya," jawabnya ramah. Ini membagongkan. Maksudnya membingungkan. Tadi pria itu bersikap kaku, tapi sekarang tersenyum manis seka
"Kamu? Kamu ngapain disini?" tanya Nasha dengan sinis pada salah seorang pelanggan. "Mau beli kue, Mbak. Disini jualan kue 'kan?" balas pelanggan tersebut. "Enggak. Saya jualan minyak goreng." Nada ketus Nasha membuat pelanggan tadi menggaruk tengkuknya. Bingung. Dia ini datang membawa rejeki, loh! Kenapa diketusin? "Mbak, jangan ngadi-ngadi ya. Entar rating bakery kita turun," peringat Jihan sambil berbisik. Merasa sungkan pada pelanggan tersebut. "Cari kue apa, Mbak? Biar saya siapin." Jihan beralih pada wanita berpakaian modis dihadapannya. Pelanggan adalah raja."Ekhem, emm, saya agak bingung sih kue apa. Boleh minta saran?" Nasha masih memasang muka judes. Bersedekap dada mengawasi gerak-gerik Jihan dan pelanggan tersebut. Sedangkan Jihan agak bingung. Kue macam apa yang diinginkan pelanggannya itu. "Kue buat acara apa ya, Mbak? Buat ngemil santai, hantaran, acara besar atau apa?"
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen