Yumna pulang ke rumah setelah melewati hari yang panjang di kantor. Dia merasakan kelelahan menyelimuti seluruh tubuhnya, tetapi ada kelegaan ketika melihat Rizky masih terjaga di ruang tamu. Rizky, yang duduk di depan laptop, sedang sibuk mengerjakan tugas kuliahnya."Malam, Kak. Sudah pulang?" sapa Rizky dengan senyuman lelah namun hangat."Malam, Rizky. Iya, baru saja selesai lembur. Kamu belum tidur?" tanya Yumna sambil meletakkan tasnya di meja.Rizky menggelengkan kepala sambil melirik jam dinding. "Belum. Masih ada beberapa tugas yang harus kukerjakan. Tapi, bagaimana hari kamu?"Yumna merasakan kaki-kakinya berat saat ia merangkulkan diri di sofa. "Hari ini cukup melelahkan. Aurora juga terlihat senang di sekolah barunya."Rizky menyimak dengan penuh perhatian, lalu bertanya, "Bagaimana dengan Farez? Apa dia masih sering menghubungimu?"Yumna menggelengkan kepala. "Sebenarnya, Farez sedikit mengurangi kontaknya belakangan ini. Mungkin karena kesibukan dia di kantor. Tapi entah
Keesokan harinya, suasana di antara Farez dan Diana terasa canggung setelah kejadian kemarin. Farez merasa bersalah dan tidak tahu bagaimana cara menghadapinya. Dia merasakan ketegangan di udara ketika berada di sekitaran Diana, dan setiap kali mereka berdua saling pandang, perasaan tidak nyaman semakin kuat.Farez ingin memperbaiki hubungan mereka dan mengatasi masalah yang telah terungkap. Dia tahu bahwa dia harus berbicara dengan Diana secara jujur, meski dia merasa takut dengan kemungkinan konsekuensi yang akan timbul. Dia mengerti bahwa untuk memperbaiki hubungan ini, mereka perlu membicarakan perasaan masing-masing dengan terbuka.Dengan langkah berat, Farez akhirnya memutuskan untuk menghadapi Diana. Dia menghampirinya dengan penuh kehati-hatian dan meminta maaf atas segala kesalahan yang telah dilakukannya. Dia mengakui bahwa dia telah melakukan kesalahan dengan tidak jujur tentang asal-usul Aurora dan meminta maaf atas rasa sakit yang telah dia timbulkan pada Diana.Meskipun
Setelah Yumna mengantarkan Aurora ke sekolah dengan penuh kasih sayang, dia melanjutkan perjalanannya menuju kantor dengan semangat. Setelah beberapa waktu dalam perjalanan, dia tiba di kantor dengan senyum yang cerah di wajahnya. Yumna melangkah masuk dengan energi yang tinggi, siap untuk menghadapi tugas dan tanggung jawabnya di tempat kerja.Di meja kerjanya, Yumna membuka laptop dan memeriksa agenda hariannya. Dia merencanakan pekerjaan yang harus diselesaikan, pertemuan yang harus dihadiri, dan tanggapan yang perlu dikirim. Yumna menjaga fokus dan produktivitasnya, menyadari bahwa tanggung jawabnya sebagai ibu dan profesional harus seimbang.Dalam kesibukannya, Yumna terus teringat pada momen indah bersama Aurora di pagi tadi. Dia merasa bahagia dan berterima kasih atas hadirnya putri kecilnya dalam hidupnya. Meskipun ada tantangan dan perbedaan dalam keluarganya, Yumna memutuskan untuk tetap fokus pada kebahagiaan Aurora dan menciptakan lingkungan yang penuh cinta dan dukungan.
Diana berjalan perlahan melintasi taman yang terletak di dekat perusahaan suaminya. Sinar matahari yang hangat menyinari jalanan, menciptakan suasana yang nyaman. Tiba di salah satu bangku, dia duduk dan menikmati keindahan taman yang indah itu.Saat sedang menikmati momen sendiri, Diana melihat seorang karyawan dari perusahaan suaminya yang sedang berjalan melewati taman. Mereka saling kenal dan sering bertemu di acara perusahaan sebelumnya. Diana memutuskan untuk menghampiri dan menyapa karyawan tersebut.Mereka saling tersenyum dan Diana mengajak untuk duduk bersama di bangku. Mereka mulai berbincang-bincang tentang berbagai hal, termasuk perusahaan dan proyek terkini. Diana tertarik mendengar pengalaman karyawan tersebut dan cerita tentang suasana kerja di perusahaan.Sambil menikmati percakapan yang hangat, Diana juga bertanya tentang suaminya. Karyawan tersebut memberikan pujian atas dedikasi dan keahlian Farez dalam pekerjaannya. Mereka berbagi pengalaman dan sudut pandang tent
Diana duduk di depan Yumna dengan tatapan serius. Ada ketegangan yang terasa di udara saat mereka berdua duduk di kafe. Setelah beberapa saat diam, Diana akhirnya mengambil nafas dalam-dalam dan mulai berbicara."Yumna, aku harus jujur padamu. Aku tahu tentang hasil tes DNA antara Farez dan Aurora. Aku menemukan amplop itu di laci Farez. Awalnya aku tidak tahu apa yang ada di dalamnya, tapi begitu aku membacanya, semuanya terbuka. Aku tahu bahwa Aurora adalah anak Farez."Dengan suara yang sedikit gemetar, Diana mulai membuka pembicaraan. Yumna merasa hatinya berdebar-debar saat mendengarkan kata-kata Diana. Mereka saling berbagi perasaan, kesedihan, dan ketidakpastian. Yumna mendengarkan dengan penuh perhatian dan menghargai keberanian Diana untuk membicarakan hal ini.Meskipun situasi tersebut menimbulkan rasa tegang, Yumna berharap bahwa pertemuan ini bisa menjadi awal untuk memperbaiki hubungan mereka dan mencari jalan terbaik bagi kepentingan Aurora. Yumna menganggap percakapan i
Di kamar Yumna, suasana terasa sepi dan hening. Cahaya lembut dari lampu meja menyoroti sudut-sudut ruangan yang teratur dan rapi. Tempat tidur tanpa kehadiran Yumna terlihat terasa kosong, seakan menunggu kehangatan kehadirannya. Lemari pakaian tertutup rapat, tanpa jejak kehidupan yang biasanya menghiasi setiap sudutnya.Di meja belajar, buku-buku terbuka dan tugas-tugas kampus tersebar dengan rapi, menunggu sentuhan Yumna yang tak kunjung datang. Suasana sunyi dan hampa menggelayuti ruangan, menggambarkan betapa kehadiran Yumna memberi warna dan kehidupan di dalamnya.Dibalik jendela, cahaya senja mulai memudar, meninggalkan bayangan yang semakin gelap memenuhi ruangan. Keheningan yang terus berlanjut semakin menekan, seolah memperkuat kekosongan yang dirasakan dalam hati Yumna. Kehilangan kehangatan dan keceriaan di kamar itu membawa perasaan sedih dan rasa kehilangan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.Tak ada suara tawa, tak ada cerita yang diceritakan, hanya kekosongan yan
Dengan hati yang berat, Diana duduk di depan Farez, pandangan matanya penuh dengan kekhawatiran dan keputusan yang sulit. Dia perlahan mengambil nafas dalam-dalam sebelum berbicara."Dalam beberapa hari terakhir ini, aku telah memikirkan banyak hal, Farez," ucap Diana dengan suara yang penuh dengan rasa serius. "Aku telah mencoba untuk memahami situasi ini dengan jernih dan akhirnya aku menyadari bahwa kita harus menjauh satu sama lain."Farez terlihat terkejut mendengar kata-kata itu, namun Diana tetap tegar dalam keputusannya. "Yumna adalah sekretaris kamu dan aku tidak bisa membiarkan hubungan antara kita terus berlanjut. Ini bukan hanya tentang diriku atau dirimu, tapi juga tentang keluarga dan masa depan Aurora."Dengan perasaan campur aduk di hati, Diana memperhatikan Farez. Ia berharap bahwa Farez akan memahami arti dari kata-kata yang ia sampaikan, bahwa ia akan mengikuti arahan dan menjaga jarak yang diperlukan. Meski menyakitkan, ini adalah langkah yang perlu diambil untuk m
Farez menatap Yumna dengan penuh kelembutan, menggenggam tangannya dengan erat. Dalam suara lembutnya, dia berbicara, "Yumna, aku ingin kamu mengosongkan jadwalmu hari ini di kantor. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu, sesuatu yang penting bagi kita berdua."Yumna terkejut dengan permintaan Farez, namun dia bisa melihat kekhawatiran yang tulus di matanya. Dia mengangguk perlahan, memberikan persetujuan tanpa banyak tanya. "Tentu, Farez. Jika itu penting bagi kita, aku siap untuk mengosongkan jadwalku dan memberikan waktuku sepenuhnya."Orang-orang melihat Yumna dan Farez dengan penuh kehangatan dan keakraban yang menguar dari setiap tatapan dan senyuman mereka. Kedekatan mereka begitu alami dan mesra, sehingga tak heran jika banyak yang mengira mereka adalah pasangan suami istri. Tidak hanya itu, tetapi sikap saling memahami dan saling mendukung yang mereka tunjukkan membuat orang-orang yakin bahwa hubungan mereka bukan sekadar persahabatan biasa.Tidak jarang orang-orang m