Share

5

Author: Nanaa_
last update Last Updated: 2021-04-04 14:02:47

Helena terisak saat mendengar jika putranya menangis meraung memanggil sang ayah, namun Helena tak tahu jika William mantan suaminya itu ada di sekolah Jovian dengan anaknya. Jovian tidak membuka mulut untuk bercerita atau berbicara mengenai kejadian hari ayah itu, Jovian selalu murung jika hal itu di ungkit lagi dan Helena tak ingin senyuman manis itu hilang.

"Mama pergi bekerja Jovian-nie, jangan membuka pintu jika ada seseorang yang tidak dikenal datang okay?" 

Hari ini Helena harus bekerja keras untuk menanam hingga mengangkut karung-karung hasil di ladang Kris, Helena masih bersyukur karena Kris selalu memberikan sayuran hingga buah-buahan segar untuknya dan Jovian tidak kekurangan nutrisi karena itu. Namun hari ini berbeda, Helena harus bekerja sampai sore dan meninggalkan Jovian di rumah, sedikit menghawatirkan memang tapi Jovian bersikukuh jika semuanya akan baik-baik saja.

"Baik ma, mama jangan terlalu lelah disana." Ucap Jovian membuat Helena tersenyum lembut, putranya memang pengertian.

"Iya sayang, hati-hati dirumah!"

Jovian melambaikan tangannya pada sang ibu yang mengayuh sepeda pemberian paman Kris dengan perlahan, punggung ringkih namun kokoh ibunya adalah hal yang terakhir kali dia lihat sampai di belokan sang ibu pun tak terlihat lagi, usia nya belum mampu untuk bekerja bahkan walaupun mampu pasti tidak akan ada yang mau menerimanya.

"Aku sayang Mama.."

-------------

"Lempar bolanya Sean!" 

Di teriknya sinar matahari tak membuat sebagian anak-anak laki-laki yang sedang bermain bola basket berhenti, Sean terus mendribble bola basket itu hingga akhirnya ia lemparkan pada ring dan masuk! Sorakan siswi-siswi di pinggir lapangan pun membuat tim basket Sean semakin semangat. Gadis-gadis cantik hingga laki-laki manis pun berkumpul untuk mendukung idolanya, Sean laki-laki tampan disekolah itu bahkan terkenal hingga ke sekolah lain.

Sifat dingin dan pendiam nya membuat para siswi semakin gila menghayal jika Sean adalah orang yang romantis jika mereka luluh kan hatinya, terlalu banyak membaca fiksi-fiksi romantis dan tak menilai hingga ke akar. Sean tidak akan mengelak jika dia memang populer, bahkan sangat populer dan Sean tidak bangga akan itu.

Yang Sean inginkan hanyalah Jovian-nya kembali, adik menggemaskan nya.

"SEAN!"

Teriakan memekakkan telinga itu sangat memuakkan, mereka selalu mendekatinya karena rupa dan nama keluarga. Sean tidak suka itu.

"Bro? You okay?" Tanya Matthew pada Sean yang terdiam melamun.

"Hmmm."

"Selalu dingin." Cibir Matthew.

"Pulang sekolah kita akan ke game center, kau ikut?" Tanya Matthew.

"Ya." Jawab Sean membuat Matthew mendengus dan yang lain tertawa.

Sean memang selalu seperti ini.

"Bagaimana kabar Sean di sana?"

"Tuan muda baik, dan dia sedang berada di game center dengan teman-temannya." 

"Kau sudah menemukan Jovian dan Helena?"

"Maaf tuan, di sekitar sekolah dasar itu tidak ada rumah yang pemiliknya bernama Helena."

William memijat keningnya, kepalanya sangat pening rasanya dia ingin berteriak pada siapapun yang ada di hadapannya jika saja dia tidak waras. Helena dan Jovian belum ditemukan alamatnya dan istrinya selalu saja menghamburkan uangnya. Bukan masalah uang bagi William, tetapi tanggung jawab sebagai seorang istri, Joe tidak merasa jika dia memiliki tanggung jawab sama sekali, pergi shopping, ke restoran mewah dengan teman-temannya bahkan liburan di pulau pribadinya meninggalkan Sean di rumah.

"Apa jadwal ku setelah ini?"

"Bertemu Mr. Steve direktur."

"Siapkan mobil."

Sudah berada lama William tersiksa karena mementingkan egonya? Tidak akan ada yang selesai jika ego masih di atas, William melupakan itu.

Diperjalanan pun terasa sangat hening, cuaca memang agak buruk sering terjadi badai. William sangat lelah dan rasanya ingin menyerah membawa Helena ke pelukannya namun lagi-lagi egonya yang lebih mendominasi. 

Mata William terpejam menahan pening di kepalanya dan melihat ke luar jendela mobil untuk menghirup udara segar, namun netranya melihat seseorang yang begitu ia kenal, seseorang yang di rindukannya, seseorang yang dicintainya. Helena sedang mengangkat karung berisi sayuran dan bajunya sangat berbeda dengan saat masih menjadi istrinya. Helena baik-baik saja? Apa aku boleh memeluknya sekali lagi saja?

"Berhenti!"

Sopir yang terkejut pun langsung menginjak pedal rem hingga ban mobil berdecit beradu dengan aspal. Melihat sang tuan yang tergesa-gesa membuka pintu dan hendak berlari namun terhenti saat William menatap mantan majikannya yang sedang di peluk pria tinggi. Ini tidak bagus, Geo tahu jika nyonya Helena tidak akan berbuat hal sehina itu, Geo tahu jika Helena sangat mencintai William bahkan disaat suaminya sendiri mengkhianatinya, selama 7 tahun menjadi sopir pribadi di keluarga William Geo tahu jika mantan nyonya nya itu masih mencintai mantan suaminya.

"Tuan, mungkin dia--"

"Lanjutkan perjalanan!"

"Tuan--"

"Tutup mulutmu!" 

Merasa jika keselamatannya terancam membuat Geo hanya bisa pasrah dan terdiam, dia masih ingin menikah dan menikmati masa tuanya dengan wanita impiannya bukan menjadi penghuni kuburan. Sambil melirik ke arah kaca yang memperlihatkan sang tuan yang sedang menahan amarahnya, Geo yakin jika saat ini William sedang mengepalkan tangannya kuat.

William membuang nafas kasar, mendengus dan tersenyum miring saat mengingat mantan istrinya tersenyum pada pria yang memeluknya. Jadi sudah ada penggantinya? Apa dia lebih kaya daripada dirinya? Pantas saja tidak meminta pesangon saat perceraian, ternyata sudah memiliki simpanan. Dan Jovian? William harap putranya baik-baik saja dengan ibu jalang nya.

"Sialan!" 

Kris dan Helena tertawa terbahak-bahak saat melihat ekspresi wajah Aldrich yang menurutnya sangat konyol. Kris bersyukur memiliki teman seperti mereka. Ketika dia terpuruk karena di buang oleh keluarga, ada pekerja yang siap membantu usahanya hingga berhasil seperti saat ini, dan tuhan menghadiahkan teman-teman seperti mereka adalah anugerah terindah bagi Kris dan Kris mengharapkan anugerah Tuhan untuk dirinya dan seseorang yang tidak mencintainya.

"Helena," panggil Kris

Helena menoleh pada Kris dengan senyuman manis nya, ah tak heran mengapa Jovian memiliki senyuman yang sangat manis ternyata itu jadilah dari sang ibu.

"Maaf tadi aku memelukmu, hehe?" Ucap Kris kikuk membuat Helena terkekeh geli.

"Aku mengerti, sabar tidak memiliki batas namun manusia terlalu lemah menyimpan sendirian jadi jangan sungkan untuk bercerita ataupun menangis padaku, kau sudah seperti adikku." Ucap Helena membuat Kris tersenyum kecut, dia hanya di anggap adik oleh Helena.

"Ya, aku bersyukur memiliki teman yang sudah seperti kakak ku sendiri, terimakasih Helena." 

Hanya sebatas adik? Apa tidak ada kesempatan? Apa Helena masih mencintai mantan suaminya? Opsi ke tiga sudah dipastikan benar, tapi apakah Helena tidak mencoba untuk membuka hatinya?

"Sama-sama adik kecil!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hug Me Papa   17

    Lorong itu sangat gelap, pengap dan tidak ada cahaya matahari yang masuk selain ventilasi udara di atas sana. Jovian menghela nafasnya berat, dalam hatinya terus bergumam jika keputusannya ini tidak salah. Jovian rela menukar apapun asalkan ibunya sembuh, seperti saat ini. Jovian akan meminjam uang kepada Mafioso dari China untuk pengobatan sang ibu, tak peduli keselamatan nyawanya terancam sekalipun."Kau sudah menungguku anak muda?" Suara berat itu terdengar dari belakan tubuh Jovian.Ketukan sepatu pantofel terdengar menggema membuat bulu kuduk Jovian meremang, dengan gugup Jovian meremas tangannya yang berkeringat itu dengan kuat. Matanya terpejam agar tidak takut, dan perlahan bola mata coklat itu terbuka, melihat pria berbadan besar yang menatapnya dengan seringai bengis."Saya Jovian." Ucap Jovian, dia berusaha menutupi ketakutannya."Ya aku tahu, apa yang kau butuhkan? Aku salut dengan keberanian mu mendatan

  • Hug Me Papa   16

    "Surat lagi? Wanita itu benar-benar tidak tahu malu!" Sepucuk surat yang sedikit lecek itu terlempar le pojok ruang kerja milik William, pria itu mendesis marah saat melihat nama yang membuatnya sesak itu tertulis di surat itu. Jangankan untuk membacanya membuka surat itu saja saranya William tidak sudi! Helena, wanita yang meninggalkan luka dihatinya itu sudah dua kali mengirimkan surat ke alamat rumahnya. William menyeringai sinis, ternyata mantan istrinya itu memang mempunyai nyali yang besar untuk membuang harga dirinya seperti ini. "Kau pikir aku bodoh? Semua wanita sama saja! Uang dan uang bahkan istriku juga." ucap William sambil memukul meja kerjanya. Mendengus saat memikirkan mengapa mantan istrinya mengirimkan surat setelah bertahun-tahun berpisah, apa laki-laki barunya jatuh miskin? Atau Helena dicampakkan sampai jatuh miskin? Memikirkan itu membuat William khawatir dengan putranya Jovian pasti dia sangat menderita.

  • Hug Me Papa   15

    Jovian menguap dan meregangkan persendiannya, menatap jam dinding yang menunjukan pukul 12 malam.Menatap sepucuk surat yang sudah ditulis oleh ibunya yang sudah rapi dan tinggal dikirim ke kantor pos nanti, sejujurnya Jovian sangat ingin membaca surat itu namun melihat gelagat Helena seperti merahasiakan sesuatu darinya membuat Jovian urung. Jovian hanya berfikir positif jika apa yang ibunya tulis bukanlah sesuatu yang akan membuatnya sedih.Apa papa akan membalas nya? gumam Jovian meremat kertas itu.Jovian sudah sering memberikan harapan palsu pada ibunya dan Jovian tak suka itu, membuat Helena kecewa itu sangat buruk bagi Jovian. Mengapa Mama ingin bertemu Papa? Dan mengapa suratnya tak dibalas oleh William saat itu? Banyak pertanyaan yang berkumpul di otaknya namun tak sanggup menanyakan hal itu pada ibunya, Jovian tak ingin membuat Helena merasa tak nyaman.Aku harap Papa membalasnya. ucap Jovian dan memasukan surat itu pada ransel yang selalu ia bawa.

  • Hug Me Papa   14

    Jovian berlari sekuat mungkin untuk segera sampai di rumah sakit, kata bibi Marry pemilik tempat Jovian bekerja ibunya sedang kritis. Jovian tidak memiliki ponsel bahkan sekalipun yang murah karena Jovian tidak punya uang lebih, jadi bibi Marry berbaik hati untuk menjadi perantara antara Jovian dan Dokter yang mengurus Helena."Mama..." Jovian melirih, air matanya sudah menggenang di pelupuk hingga membuat pandangan Jovian memburam."Aku mohon jangan...""Jangan ambil Mama."Meracau tak jelas dengan air mata mengalir membuat Jovian menjadi tontonan orang yang sedang berlalu lalang namun Jovian tidak peduli, apapun itu asalkan dia tepat waktu untuk menemui ibunya.Nafasnya tersengal dan dadanya bergemuruh saat netranya melihat gedung rumah sakit tempat Helena dirawat, Jovian segera berlari menuju ruangan ibunya dan bertemu dengan salah satu dokter yang baru saja keluar dari kamar rawat Helena."Dokter!""Bagaimana dengan Mama?" Ta

  • Hug Me Papa   13

    "Terimakasih." Jovian melambaikan tangannya pada pembeli susu, hembusan nafasnya tersengal namun tak melunturkan senyuman manis nya, Jovian bersyukur karena pembeli susu bertambah.Jovian mendongakkan wajahnya ke langit, hari yang cerah. Jovian menyukai birunya langit cerah namun tidak dengan panasnya. Sudah satu bulan semenjak Jovian mengirim surat pada ayahnya namun tak kunjung dibalas, Jovian tersenyum miris memikirkan itu, entah karena ayahnya tidak mau membantunya atau tidak membaca surat darinya dan berakhir Jovian yang meminjam uang pada seseorang dan Jovian bersyukur karena masih ada yang mau membantunya."Papa pasti sedang repot." Gumam Jovian mencoba berfikir positif dan melanjutkan langkahnya untuk menjual susu yang masih tersisa.Jovian mengamati sekitarnya berharap ada seseorang yang membuang baju atau pakaian yang masih layak, Jovian bahkan tidak sempat memperhatikan penampilannya karena terdesak oleh ekonomi dan pengobatan ibunya yang tak sedik

  • Hug Me Papa   12

    Hari demi hari berlalu dan Helena semakin memburuk, masalah ekonomi yang melanda mereka membuat Jovian berhenti sekolah dan mau tidak mau harus bekerja sebagai pengantar roti dan susu hingga menjadi office boy di sebuah toko. Jovian tidak mengeluh sedikitpun, dia rela asalkan Helena sembuh seperti semula walaupun hanya ada setitik cahaya harapan tapi Jovian tidak ingin memadamkan nya.Jovian tidak lagi bekerja di ladang milik Kris karena pasar dan kebun mereka pindah ke Shanghai hingga Jovian terpaksa harus mencari pekerjaan lain. Tidak ada paman Sam, Lily dan yang lain."Mama cepat sembuh."Jovian mengecup kening ibunya dan meletakkan sebuket bunga yang dia beli di pasar, Jovian ingin sekali membelikan bunga bagus namun tabungannya menipis sedangkan untuk biaya perawatan ibunya itu tidaklah kecil."Jovian?" Suara lirih itu membuat Jovian tersadar dari lamunannya, menoleh dan menemukan sang ibu tersenyum lemah di brankar rumah sakit membuat hati Jovian

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status