Semua bangsawan bungkam, mereka saling melirik satu sama lainnya. Ada yang mengeluarkan kipasnya dan menoleh ke arah lain.
"Ini masalah keluarga ku." Duchess Anabella memejamkan matanya. "Tidak ada urusannya dengan kalian. Aku menderita atau pun bahagia, sama sekali tidak ada urusannya dengan kalian semua."
Duchess Anabella langsung pergi meninggalkan tempat menyesakkan itu. Ia berjalan dengan langkah berat. Seakan tubuhnya tak bisa ia tumpu. Ia langsung terduduk di tanah berumput itu.
"Nyonya," ujar Zoya seraya membantu memapah tubuh majikannya. Sama hal dengan dirinya, air matanya tak bisa ia tahan. Sudah ia duga, semuanya akan seperti ini. Sudah cukup penderitaan bagi majikannya. Sampai kapan majikannya bisa hidup bahagia.
Duchess Anabella di papah oleh Zoya sampai ke kereta. Selama di perjalanan, air matanya terus membasahi pipinya. "Ayah."
Flasback
"Anabell," seru seorang pria paruh baya dengan memperlihatkan deretan giginya yang putih, ia melihat seorang gadis yang tengah bercermin memandang pantulan wajahnya.
"Ayah," ujar gadis itu menoleh. Ia berlari memeluk sang ayah di ambang pintu kamarnya.
"Ayah ada sesuatu yang harus ayah sampaikan." Ucapanya sambil melepaskan pelukan putrinya. "Ayo duduk." Sambungnya lagi seraya merangkul pundak gadis itu agar duduk di tepi ranjangnya.
Sang pelayan pun pergi. Mereka memberikan ruang pada ayah dan anak itu.
"Ada apa Ayah?" Tanya gadis itu dengan wajah serius. Ia melihat ayahnya menarik nafasnya dalam-dalam. Jantungnya berdetak hebat, ia merasa ada sesuatu yang akan terjadi.
"Ayah ingin menjodohkan mu dengan anak dari teman ayah."
Bagaikan hujan anak panah, hatinya memanas. Dadanya naik turun, ia tidak percaya. Ia yakin salah mendengarkan perkataan ayahnya.
"Ayah, maksudnya apa? Anabell .."
"Ayah ingin menjodohkan mu dengan anak teman Ayah." Satu perkataan itu seolah menjungkit jiwanya. Bagaimana mungkin dia percaya? Dirinya sudah memiliki kekasih dan pria paruh baya di depannya tau akan hal itu.
"Ma-maksud Ayah?"
"Maaf Anabell, kamu tidak bisa bersamanya."
Air matanya langsung keluar, bukankah selama ini ayahnya mendukungnya. Lalu kenapa sekarang tiba-tiba tidak menyetujuinya. "Ma-maksud Ayah apa? Anabell tidak paham."
"Kamu tidak bisa bersamanya, Nak?"
"Ayah, Anabell dan dia saling mencintai. Saling menyayangi, kenapa tidak bisa bersamanya?" Tanya Anabell, ia tidak mengerti pikiran sang ayah saat ini.
"Anabell, terimalah kenyataan. Dia tidak bisa bersama mu. Dia akan menikah dari keluarga Duke."
"Me-menikah, tidak, itu tidak mungkin Ayah." Ia tidak percaya, ia hanya ingin menikah dengan kekasihnya. Bukan dengan orang lain.
"Anabell!" Bentak pria paruh baya itu. "Kamu harus tau, Baron kecil seperti kita tidak akan memperkuat kedudukan dan posisinya. Kamu harus paham, di dunia hanya ada pernikahan politik tidak ada yang namanya pernikahan tulus. Andia semua bangsawan memikirkan hal itu, tapi nyatanya keluarga Marquess tidak memikirkan cinta."
"Aku baru mendengarkan kabar, dia akan menikah."
Anabella mematung, ia menangis terisak-isak. Benar, semuanya hanya karena politik. Seharusnya dari awal dia tau, tapi dirinya dan Marquess sudah berjuang. Tidak mungkin Marquess akan meninggalkannya.
"Aku tidak percaya,"
"Cukup Anabella, semakin kamu tidak menerima kenyataan. Semakin kamu akan tersakiti. Terimalah, Nak. Ayah sudah menjodohkan mu. Mau tidak mau, kamu harus menerimanya Anabell. Demi ayah," ujarnya. Ia memeluk putrinya yang terlihat rapuh. Lalu pergi, Ia tidak tega melihat kerapuhan putrinya. Ia tidak sanggup, hati ayah mana yang sanggup melihat kerapuhan putrinya.
Ia begitu mencintainya putrinya. Sejujurnya ia ingin putrinya bahagia bersama laki-laki yang dia cintai. Namun takdir berkata lain. Ia masih ingat dengan jelas. Dimana laki-laki itu meminta maaf padanya karena tidak bisa melanjutkan hubungannya. Waktu itu ia memang memarahinya. Namun, bagaimanapun juga, ia tidak bisa berbuat apa-apa. "Anabella, maafkan ayah. Nak."
Flasback off.
"Ayah." Duchess Anabella memegangi dadanya yang tak karuan. Ia menutup kedua telinganya, mencoba menghilangkan semua perkataan ayahnya.
"Anabell, dia laki-laki baik. Ayah sangat yakin."
"Bagaimana jika dia memiliki kekasih Ayah?"
"Tidak mungkin, Ayah tidak mendengarkan dia memiliki kekasih. Justru Ayah mendengar kabar kehebatannya dan ketampanannya. Keluarga Duke Wilson sangat baik. Mereka mengutamakan cinta untuk putranya. Ayah yakin dan sangat yakin. Dia bisa menjaga mu."
"Nak, aku titip Anabell. Jangan menyakitinya."
"Anabella, kamu putri ayah. Saat kecil, kamu menangis di dekapan ayah. Ayah menimang dirimu tanpa kenal lelah, di tangan ini kamu menangis. Saat kamu sakit, betapa khawatir dan takutnya ayah. Ayah sangat mencintai mu, Nak. Tidak ada seorang ayah yang ingin melepaskan putrinya untuk orang lain kecuali saat dia tak akan mampu melindunginya lagi. Ayah rapuh, Ayah sering sakit-sakitan. Kini waktunya, Ayah melepaskan tanggung jawab Ayah pada suami mu. Tundukkan kepala mu padanya. Hormati dan hargai dia."
Pria paruh baya itu memeluk Anabella yang saat ini menggunakan gaun putih. "Semoga bahagia sayang." Ucapnya lagi seraya mencium kening putrinya.
"Aku berjanji akan menjaga Nona Anabella."
"Ayah.""Nyonya." Zoya memeluk Duchess Anabella.
"Dia yang melanggar Ayah, dia tidak menjaga ku. Dia menghancurkan ku. Aku sudah menyerahkan hati ku, jiwa ku, tapi dia, dia ..."
Duchess Anabella tidak sanggup meneruskannya lagi. Ia ingat dimana Duke masih mengacuhkannya. Pada saat itu, ia tidak tau tentang Duke yang mengacuhkannya. Ia kira Duke Alex hanya terkejut dengan pernikahan ini. Namun seiringnya waktu, ia tau. Duke Alex memiliki seorang kekasih. Ia tahu saat dirinya mengantarkan camilan siang dan melihat sebuah lukisan.
"Nyonya,"
Zoya menepuk punggung Duchess Anabella."Kenapa aku bisa bodoh Zoya? Kenapa aku menyerahkannya begitu saja? Aku kira dia akan melihat ku, tapi kenyataannya.."
Duchess Anabella meremas dadanya. Sungguh sakit, sangat sakit.
"Nyonya, kita sudah sampai."
Zoya melepaskan pelukannya. Secepatnya, Duchess Anabella menghapus air matanya. Ia turun dengan wajah menunduk. Memasuki kediaman Duke selangkah demi selangkah.
Saat dirinya hendak membuka handle pintu. Ia mendengarkan seseorang tertawa. Ia mencoba tidak memperdulikannya. Akan tetapi, hati dan pikirannya sangat penasaran. Ia memutar tubuhnya ke samping kanan.
Melangkah, mendekati suara itu. Ia mengintip di balik pintu yang tidak tertutup rapat itu. Begitu banyaknya luka Duke yang dia torehkan. Dengan mudahnya dia tertawa bersama dengan Floria di atas kesedihannya. Tidakkah dia memikirkan perasaannya sedikit saja, tidakkah dia merasakan kekecewaan di hatinya. Istri mana yang kuat melihat suaminya bercanda dengan orang lain. Apa lagi kekasih masa lalu.
Matanya tidak bisa berkedip melihat Duke Alex tertawa, mencubit hidung Floria dengan lembut. Lalu mengambil sebuah kalung di tangan Floria dan memakaikan di lehernya.
Deg
Nyilu dan perih melihat laki-laki mencium leher wanita lain dengan sangat mesra.
"Duke, kamu anggap apa hati ku?"
Tiga bulan telah berlalu. Hubungan Duchess Anabella dan Duke Alex semakin membaik. Bahkan keduanya sangat harmonis. Dimana ada Duke Alex sudah pasti ada Duchess Anabella. Tak heran, jika keduanya menjadi perbincangan panas di antara para bangsawan. Pernikahan yang awalnya sempat hancur. Kini telah membaik. Duke Alex selalu menempel pada Duchess Anabella. Jika ada sesuatu yang mendesak di istana. Duke Alex selalu meminta Duchess Anabella ikut menemaninya. Kelengketannya, membuat Duchess Anabella semakin jengah. Menurutnya terlalu berlebihan, dan alasannya hanya satu. Tidak bisa berjauhan.Dan seperti saat ini, keduanya turun dari kereta kuda. Duchess Anabella seharian ikut Duke Alex ke istana. Di saat Duke Alex sedang membahas sesuatu dengan Kaisar, barulah Duchess Anabella mengobrol hangat dengan sang Ratu."Aku mencintai mu." Duke Alex terus membujuk Duchess Anabella yang merasa kusut. Ia selalu memaksa istrinya ikut bersamanya. "Sayang, maaf aku tid
Pelayan Zoya yang melihat dari jauh kedatangan Duchess Anabella, beranjak menghampirinya. "Nyonya."Duchess Anabella menghentikan langkahnya, ia memandang Duke Alex yang berceloteh sendiri. Yang tengah asik mencium, menimang-nimang bayi gembulnya."Selama saya berkerja di kediaman ini. Saya tidak pernah melihat Tuan sebahagia itu. Saya yakin, Duke Alex sangat mencintai Duchess.""Apakah Emelin juga bahagia setelah melihat ini?""Saya yakin Emelin bahagia, pasti saat.ini dia sedang tersenyum."Duchess Anabella menatap langit, berusaha air matanya agar tidak tumpah. "Ya, aku sangat merindukannya.""Duchess."Duke Alex melangkah tergesa-gesa menghampiri istrinya. "Lihat, aku tidak kaku lagi menggendongnya."Duchess Anabella menggerakkan tangannya, mengelus pipinya. Tidak ada yang paling membahagiakan baginya, kecuali melihat kebahagian Duke Alex. Laki-laki yang sangat ia cintai. "Aku sangat senang, melihat mu seperti ini."
Suara tangisan itu, membuat Duke Alex melepaskan benda kenyal itu. Dia bergegas turun menghampiri putranya yang sedang menangis. "Sayang, sudah bangun."Duke Alex memeriksa bokong baby Oliver. Dan benar saja dugaannya, baby Oliver mengompol. "Sayang." Duke Alex kembali menaruh baby Oliver di box bayi. Kemudian mengganti popok dan pakaiannya. "Sekarang waktunya baby mengisi perut."Duchess Anabella tersenyum, ia mengulurkan kedua tangannya menyambut putranya itu. "Sini sayang."Duchess Anabella memasukkan benda kenyal berwarna hitam itu ke mulut baby Oliver. Dengan lahapnya, baby Oliver menyedot semua asinya. "Uh, lapar ya sayang." Gemesnya seraya menyentuh pipi gembulnya."Jadi pengen," ujar Duke Alex melihat putranya yang menyusu dengan rakus. Duke Alex mendekati salah satu milik istrinya. Namun kepalanya di hentikan oleh tangan Duchess Anabella."Sudah, sana mandi.""Tapi sayang, aku ma ...""Sayang, sana mandi atau tidak akan menda
OekOek Suara tangisan bayi itu, membuat Duke Alex langsung mengucek matanya. Ia langsung menyingkapi selimutnya, agar tangisan putranya tidak membangunkan wanita yang tengah tidur pulas itu. "Sayang, kenapa?" Tangannya yang terasa kaku itu, mencoba menggendong Baby Olive. Oliver yang artinya kesayangan. Sebuah nama yang Duke Alex berikan untuk putra pertamanya sekaligus putra tercintanya. Ia berharap, nama indah ini akan menjadikan sosok yang tangguh dan pemberani Saat tangannya menyentuh bokong bayi mungil yang terasa hangat itu. Dia langsung mengerti, putranya tengah ngompol. "Shut, sayang. Jangan menangis ya. Jangan bangunkan ibu mu, ayah akan menggantinya.". Ucap Duke Alex dengan lembut. Selama sebulan ini, ia berusaha menjadi suami yang baik. Menghabiskan waktu untuk istri dan putranya. Membantunya, sebisa mungkin. Agar istrinya, Duchess Anabella tidak terlalu lelah menjaga putranya. Meskipun ada ibu asuh, Duchess Anabella tetap menjaga putra
"Duchess,"Wanita itu memberikan hormat layaknya putri bangsawan ketika kesadarannya mulai memenuhi otaknya. Melihat Duchess Anabella, selain cantik dan anggun. Wanita di depannya mencerminkan wanita yang penuh kelembutan. Bahkan matanya saja tak bisa ia kedipkan. Pantas saja, Duke Leon sangat menyukai Duchess Anabella."Saya, Violet. Tunangan Duke Leon.""Silahkan," ujarnya Duchess Anabella mempersilahkan Violet duduk di depannya. "Dimana Duke Leon? Aku tidak melihatnya.""Tadi, Duke Alex ingin berbicara berdua dengan Duke Leon.""Kamu sangat cantik Violet,""Terima kasih atas pujian dari Duchess. Tetapi saya tidak secantik Duchess."Kini waktunya akhiri dan juga meminta maaf. Ia tidak ingin terlalu jauh menyakiti wanita di hadapannya. Ia pernah merasakan sakitnya, jadi ia tahu sakitnya. "Aku meminta maaf atas hubungan ku dengan Duke Leon. Sejujurnya aku tidak memiliki niat apapun. Kita hanya teman, masa lalu tetaplah akan menjad
"Tuan,"Masih tersenyum, Duchess Anabella merasakan sentuhan cinta Duke Alex dan penyesalannya. Tapi, hatinya masih belum bisa menerimanya. "Aku tidak bisa membahagiakan Tuan. Kejarlah, Floria. Cegah dia pergi.""Aku tidak mau, satu atap dengan mu aku sudah bahagia. Sebaiknya kamu istirahat, nanti malam kita akan mengadakan pertemuan."Harapan tidak akan pernah pupus dari hati manusia, termasuk dirinya. Biarlah nantinya jika dia di anggap bodoh sekalipun. Dia hanya mencintai istrinya, ini sudah jadi tugasnya membuat Duchess Anabella bahagia dan betah bersamanya."Baiklah, sejenak aku istirahat."Duke Alex mengangguk, ia pun mengantar Duchess ke kamarnya. Setelah ia membaringkan tubuh Duchess Anabella, mencium keningnya dan yang terakhir mencium perut buncitnya."Tidurlah dan maaf, aku telah memaksa mu untuk tetap di sisi ku. Meskipun kamu tidak menginginkannya." Ucap Duke Alex.Duchess Anabella memutar tubuhnya, ia tidak tahu harus mela