Awas Typo:) Happy Reading .... *** Regina menghembuskan napas pelan, mencoba tenang dan tidak panik. Tenang, Maria tidak mungkin menyakitinya, dia tidak boleh takut, Maria baik. "Panggil dia ke sini, Sher," ujar Regina memerintah. "Baik, Miss, sebentar." Namun, jujur sejak mendengar kalimat Maria yang mengatakan bahwa wanita itu ..., hkm! Mencintainya, Regina tidak bisa tidak takut, apalagi Maria tipe yang mudah melukai diri hanya untuk mendapatkan perhatiannya, wajar Regina pusing bukan? Mengambil langkah menuju kursi di dekat kolam renang, angin berhembus pelan. Oke-oke, tenang, pokoknya tenang. Regina menyatukan kesepuluh jari, ia atur detak jantung yang tidak tenang. Satu ..., dua ..., detik bergerak, kecemasan Regina semakin menjadi, mana suaminya tidak di rumah lagi, sialan kenapa otak jadi Regina sejahat itu? Mohon maaf, posisikan diri kalian menjadi Regina, menganggap seseorang, sesama jenis sebagai sahabat karena merasa cocok, sefrekuensi, eh tahu-tahu ia justru diang
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Kedua kelopak terpejam Regina sudah terbuka sekitar sepuluh detik, wanita itu menatap suaminya yang masih fokus dengan ponsel sampai tidak sadar si istri sudah terbangun dari lelapnya pingsan. "Suamiku semakin tampan memakai jas dokter." Kepala Raymond menoleh cepat, menatap ke arah Regina yang pasang senyum lirih. "Hi, Handsome, sibuk banget sampai nggak sadar istri udah bangun dari mimpi indah hihi," cekikikan, pelan-pelan Regina membawa tubuh duduk. Raymond tidak menyahuti kalimat Regina, pria itu meletakan ponsel ke atas pahanya sendiri lalu bergerak membantu sang istri untuk duduk. "Ini jam berapa, Husband?" tanya Regina. "Tujuh malam." Kali ini Raymond menyahuti, menjawab sambil mengatur letak bantal kepala di belakang tubuh Regina agar bisa disandari oleh si istri. "Ha? Sumpah? Perasaan tadi masih jam sebelas deh, kamu bercanda ya?" Regina tidak percaya, menoleh ke arah jendela kamarnya, boom! Dia menemukan kegelapan, fix Raymond seriu
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Aku tidak tahu marah dengan siapa, tapi aku sangat ingin marah." Regina diam, menunggu kalimat lanjutan dari pita suara suaminya. "Aku hanya tidak mau kamu kenapa-kenapa, Re, itu saja." Cup. Bibir Raymond jatuh lagi ke atas dahi Regina yang memejamkan mata, semakin merapatkan tubuh dengan tubuh suaminya. "I'm fine, Honey, i'm fine," bisik menenangkan. Tadi Regina sempat diceritakan oleh Sherly, siapa yang menyelamatkannya, siapa juga yang memeriksanya, sampai jam berapa Raymond pulang. Bagian terpenting untuk Regina adalah suaminya tidak bergerak dari kamar sejak masuk ke dalam sana, terus menunggu Regina membuka mata, sekhawatir itu Raymond, kata Sherly. "Aku khawatir, Regina, aku ingin marah besar jika kamu terus membantah." Namun ,dari tingkah laku suaminya dia percaya seratus persen akan kalimat Sherly. Kepala Regina mengangguk, dia paham. Dia sangat paham perasaan suaminya. "Tapi bukan marah denganmu." Iya, Regina sudah tahu. Ternya
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Kenapa Kakak bisa di sini?!" "Kenapa tidak bisa?" Regina memeluk Julia setelah terkejut setengah mampus. "Oh my god, i miss you," bisiknya. Julia sendiri tersenyum kecil, melepas koper dan, membalas pelukan adiknya. "I miss you too, Adik nakal," bisiknya juga memejamkan mata, merasakan kehadiran Regina yang sangat ia rindukan. Untuk beberapa detik mereka saling memeluk, melepas rindu antar saudara perempuan yang sudah lama tidak bertemu. Kalau diwaktukan, mungkin sekitar tiga empat tahun mereka tidak bertemu, itu semua karena Julia sendiri, pergi tanpa penjelasan kepada Regina. "Kakak, kenapa ke sini? Ayah sama bunda tau?" tanya Regina mengakhiri adegan peluk memeluk. "Salah mau lihat adik sendiri? Ayah sama bunda belum tahu, Kakak di sini juga sebentar saja, ada kerjaan kemarin jadi deh sekalian," jawab Julia santai. Kepala Regina mengangguk paham. "Kalau begitu Kakakku yang cantik sarapan dulu, aku mau mengurus suami, dia akan berangkat
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Come, Dude, aku tidak akan mengganggu waktumu dan Regina, juga tidak akan membuat keributan, santai." "Pegang kalimatmu atau kau ketendang dari sini." Tepat pukul lima sore Raymond sudah pulang bekerja, pria itu sengaja menyelesaikan semua pekerjaannya secepat mungkin, ada satu hal yang ingin pria itu lakukan, sudah pasti berkaitan dengan Regina. Well, tanpa diundang Jefri pun ikut menyelesaikan pekerjaan secepat mungkin, pria itu merengek ingin ke rumah Raymond, apalagi tujuannya? Yasudah pasti Julia lah. So, di sinilah dua pria tampan itu. Si psikiater tampan dan CEO sinting, melangkah memasuki rumah yang terasa sangat sepi. Cklek. Pintu kamar terbuka. "Loh, Abang udah pulang?" Itu Regina yang baru keluar dari kamar, si wanita mencepol rambut asal bersama kaos polos dan celana pendek. "Kok cepat banget, Sayang?" lanjut bertanya, Regina melangkah mendekati Raymond dan Jefri, dua pria itu duduk di sofa ruang menonton, satu membuka sepatu da
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Kelemahan kamu dimenahan napas, kita fokus di sana terlebih dulu," ucap Raymond menahan tubuh Regina dengan cara memeluk pinggang istrinya itu, Regina sendiri memeluk leher Raymond, harus diingat dia tidak bisa menapak di lantai kolam. "Oke, tapi bertahap ya," pinta Regina sudah menarik oksigen, menabung sebelum harus masuk ke dalam air. "Sepuluh detik?" tanya Raymond menatap paras cantik istrinya, begitu cantik walau belum mandi. "No! Tiga detik." "Are you kidding me?" "Enggak, Abang, serius kok. Tiga detik dulu, baru lima, baru delapan, baru sepuluh," jawab Regina sangat terdengar bersemangat. "Lima, sepuluh, lima belas, dan seterusnya, oke?" tawar Raymond, "Hm ...." Regina berpikir, dia sedang menimbang apakah dia bisa? Tapi masa iya lima detik saja tidak bisa, anak SD saja tamat, yakali dia kalah. Oke fine! "Oke, tapi jangan lepas tubuh seksi ini, kalau dilepas aku marah," setuju dan mengancam, Regina memasang mimik sok seram yang jatu
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Regina turun dari mobil saat pintunya dibukakan oleh Thomas, ia pasang senyum kaku nan canggung sebab merasa sangat tidak enak hati. Sumpah Regina tidak menyangka suaminya akan seprotect ini, Raymond Arthur William yang terlihat hidup sederhana walau nyatanya uang melimpah kini mulai memperlihatkan kekayaannya karena Regina. "Hm ..., Thom aku rasa kau tidak perlu ikut masuk," ujar Regina pasang cengiran kaku. "Tidak bisa, Miss, saya ditugaskan untuk bersama Miss. Saya jamin Miss tidak melihat keberadaan saya." Regina lupa Thomas anak buah sang suami bukan anak buahnya, sudah pasti lebih manut dengan Raymond. "Oke, aku pegang kata-katamu, jangan terlihat," balas Regina mengangguk, lalu membawa langkah menjauh dari mobil. Hah! Dia harus membiasakan diri dengan hal begini. Melangkah, Regina merogoh tas selempangnya, hari ini penyerahan tugas lirik lagu, dan dia juga sudah mulai masuk kuliah, masa cuti yang dibuat seenak jidat oleh sang suami sudah
Awas Typo:)Happy Reading ....***Diam, menunduk menatap kedua kakinya, Regina masih merasakan itu, perasaan terkejut, marah, takut, khawatir. Saat ini dia sedang duduk atas rumput taman kampus, menyatukan kedua tangan dan saling meremas, demi apapun Regina tidak tahu lagi harus mengatakan apa.Jadi ... senyum Maria tadi itu karena si wanita merasa bahagia telah ... damn! Regina tidak akan memasukan apapun ke dalam otaknya, dia harus kosong, pokoknya kosong! Jika dia berpikir otaknya semakin gila. Tidak tahu harus bagaimana, ada yang bisa memberikan Regina saran? Dia ingin ini segera cepat selesai lalu semua berjalan lancar."Hah ...." Menghembuskan napas, kepala Regina terangkat. Raymond tidak memiliki salah apapun, Regina harus menyadarkan Maria dari kegilaan yang sudah dimulai oleh wanita itu, sebelum semakin mengerikan, semakin runyam.Sejenak mengambil botol air mineral yang ia bawa di dalam tas, Regina meneguk agar lebih tenang. Setelah itu