Share

Bagian 9 - I Got You

Awas Typo:)

Happy Reading ....

***

"Kamu nungguin aku? Ih, baik banget." Regina menatap tidak percaya saat Raymond belum menyentuh makanannya.c"Tapi udah dingin, pasti kurang enak deh," melanjutkan, Regina ambil duduk di kursi yang tersisa. Sedang Raymond hanya diam, tidak menyahuti namun tangan kanan dan kirinya bergerak menjangkau pisau juga garpu untuk memulai sarapan.c"Ck, kalau orang ngomong ya disahutin gitu, Ray, dasar," ucap Regina menjulurkan tangan kirinya, mencubit pipi kanan Raymond yang auto melirik. "Apa-apa? Apa lihat-lihat?" tantang Regina beralih mengusap yang ia cubit dengan punggung tangan.

Raymond memutar bola mata malas, tingkah laku perawan satu ini memang tidak kenal takut. Syukur ketemu dengan Raymond yang malas adu mulut. "Makan," kata pria itu agar Regina segera makan dan tidak bisa bicara karena mulutnya dipenuhi makanan.

"Iya-iya, Abang, eh tahu Abang nggak?"

Raymond hela napas, ia masih lagi baru mulai memotong daging, tapi dengar? Regina justru melontarkan kalimat tanya. 

"Jangan bilang nggak tau, mama kamu orang Indonesia loh," ungkap Regina lagi, ambil pose topang dagu menatap Raymond yang masih sibuk memotong daging untuk segera ia santap.

"Tahu."

"Bagus, aku panggil kamu Abang, Handsome, Honey. Suka-suka aku mau panggil apa." Info Regina tersenyum semangat. "Tapi seringin Abang aja deh, manis hihi."

"Kamu tidak lapar?" cetus Raymond penuh makna yang disambut tawa lucu dari Regina.

"Iya, Abang, laper. Ayo sarapan!" 

Huh ..., akhirnya gadis itu mulai juga, semoga tidak ada adegan mengunyah sambil mengoceh, kalau itu ada Raymond pastikan semua daging di atas piringnya masuk ke dalam mulut mungil Regina.

*****

Namun, syukur puji syukur tidak ada, Regina tahu tutorial makan yang baik. Sekarang gadis itu sedang mencuci piring, sedang Raymond bersiap-siap.

Si pria tidak niat kembali ke apartemen, setelah mengantar Regina dia langsung ke kampus saja, menyiapkan materi dan segalanya.

"Bang, mau bawa bekal buat lunch nggak?"

Bruk.

Sialan, berkas yang ada di tangan Raymond auto terjatuh detik gendang telinganya mendengar panggilan Regina. 

Oh ya my king, kenapa dia merasa merinding sendiri? Bang? Apaan coba?! Wahai setan, jin dan sebangsanya. Tolong jauhkan Regina dari dedemit kurang ajar agar Raymond tenang sepanjang mereka bersama. Hanya seminggu, tidak lebih. Jika kalian bisa membantu, mister William janji akan memberikan sesajen paling lezat.

"Apa yang jatuh?" tanya Regina cepat-cepat berlari dari dapur menuju bagian tengah apartemen Raymond.

Si kaum adam membungkuk, mengambil berkasnya. Lantas detik tubuh kembali berdiri tegak satu hal yang ia lakukan, menatap Regina. "Jangan memanggil seperti itu," ucap Raymond protes datar.

"Kenapa?" Si gadis bingung, mengerutkan dahi.

"Aneh," jawaban yang selalu singkat dan datar namun to the point. 

Regina menahan senyum, bahkan menahan tawa yang sangat ingin meledak. "Abang." Sengaja memanggil, sekali.

Raymond membawa tangan kiri yang tidak memegang apapun ke atas pinggang, menatap Regina seperti, are you kidding me?

"Abang Raymond, mau bawa bekal makan siang nggak? Kalau mau adek buatin."

"Regina, shut up."

"Oke, adek buatkan salad sayur. Masih sempat banget kok ini." Mata Regina menggerling genit. 

"Sini kamu," pinta Raymond meminta Regina mendekat, namun si gadis menggeleng.

"Abang, Abang, Abang. Abang Raymond kiss me."

"Regina." 

Habis sudah kesabaran Raymond, pria itu mengambil langkah, mengikis jarak dengan si gadis yang berlari kecil menuju dapur.

"Bang, stop! Jangan nodai adek yang masih suci-"

Brak.

Cool! Mana mungkin Regina bisa kabur, sebesar-besarnya apartemen, jika tidak keluar ya tetap tertangkap. Dan gadis itu berhasil dikurung oleh Raymond Arthur William dengan kedua lengan si pria yang mana tangan kiri masih menggenggam berkas.

Sayangnya Regina tidak merasa takut, justru pasang senyum manis. Kedua lengan pun diam di depan dada bersama netra yang bersitatap dengan Raymond. "Kamu mau dipanggil apa kalau Abang nggak boleh? Aa? Mas? Tapi Abang sweet tau," ujar Regina memakai nada berbisik-bisik.

Raymond diam, telinganya mendengar jelas suara Regina, namun otaknya tersumbat beningnya mata si gadis dari jarak sedekat ini.

Tik, tok ..., hening. Mereka hanya saling menatap, Regina masih pasang senyum.

"Ray, aku tebak," berbisik lagi, kedua tangan Regina naik, melingkari leher Raymond yang belum puas akan kenyamanan netra bening di depannya. Sumpah, saat ini si mister William merasa seperti ada aliran air segar menyiram dirinya, netra Regina bagai mata air di gurun pasir. 

"Sebelum seminggu ..., kita akan menikah," lanjut si gadis menghitung detik dalam kepala. "Kalau itu terjadi, kamu harus janji." Lagi, Regina memajukan wajah mendekat dengan wajah Raymond. "Kamu harus menuruti semua kemauan istrimu."

Tit, tit, tit.

Cklek.

Cup.

Perfect Regina Adinda Putri! 

"Oh my god!" 

Selamat, rencananya bersama Jefri ..., sukses.

*****

'Mudah, serang dia saat ada mamanya.' 

'Miss William itu masih sangat memegang budaya Indonesia, buat seakan-akan kalian melakukan adegan maksiat. Aku akan menghubungimu jika miss William on the way menuju apartemen Raymond.'

Regina menunduk sambil terus tersenyum-senyum.

"Mama nggak mau tau, nikahin! Itu anak gadis orang, Ray, kamu gila ya? Bla bla bla."

"Ma, dia yang menciumku."

"Mana mungkin, kalau pun iya dia yang menciummu kenapa dia bisa di sini pagi-pagi begini?"

'Thanks Jefri Smith,' gumam Regina dalam hati bersorak riang mencuri dengar dialog Raymond dengan sang mama.

"Hah! Aku tidak mau," jawab Raymond mulai frustasi.

Mata Regina terpejam, berdoa semoga ini berakhir baik. Ceritanya dia duduk di sofa tengah yang untuk menonton televisi, sedang mama dan Raymond ada di dapur.

"Are you serious?"

"Yeah, aku tidak mau menikah."

"What?"

"No, maksudku aku belum mau menikah."

Hening. Tidak ada lagi suara setelah suara Raymond. Entah apa yang terjadi, Regina sungguh tidak tahu karena dia terus berdoa.

"Kamu." 

Tiba-tiba suara mama terdengar kuat.

"Hei, kamu."

Regina yang dipanggil? Mencoba memastikan, ia buka matanya, ia angkat kepala yang menunduk lalu menoleh lah ia ke arah dapur. Benar! Mama menatapnya yang berarti tadi memanggil Regina.

"Siapa namamu?" tanya mama tersenyum lembut penuh keibuan.

Raymond yang berdiri di depan wanita paruh baya itu auto memejamkan mata semakin frustasi. Shit! Regina benar-benar tidak bisa ia anggap remeh.

"Regina Adinda Putri, Miss William." 

"Ah cantik, berapa umur kamu, hm?" tanya mama lagi masih memasang senyum lembut.

"Dua puluh tiga tahun, Miss."

"Maukan dinikahi oleh Raymond?"

God! Pertanyaan macam apa itu? Hanya gadis bodoh yang menolak dinikahi pria seperti Raymond Arthur William.

Namun, tidak mungkin Regina menjawab cepat, apalagi saat Raymond menatap ke arahnya. Memberikan pancaran penuh ancaman.

Hah! Ini seru sekali, Regina sangat ingin bersorak riang.

"Jika ..., Raymond mau dan Miss merestui," bisik Regina padahal kalau boleh ia ingin berteriak saja.

"Oke, nikahi dia Raymond Arthur William!" tegas mama berjalan mendekati Regina yang kini bersitatap dengan Raymond.

"I got you, Handsome," ucap Regina tanpa suara, hanya sekedar gerakan bibir.

Persetan! Lawan Raymond luar biasa licik.

.

.

To Be Continued

Terbit: -05/Februari-2k21

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status