Author POV
"Mas pergi sendiri aja ya? Kasian Rena kalau dibawa jalan pasti tambah rewel."
Hari ini hari terakhir mereka di Malaysia dan sore ini akan terbang langsung ke Aceh sesuai rencana mereka. Dan pagi ini rencana mereka bertiga akan jalan-jalan sebentar ke pusat oleh-oleh sebagai buah tangan untuk Yuni dan teman-teman dekat mereka di Jakarta. Namun saat melihat Rena yang rewel karena agak demam, terpaksa Nadia meminta Rendra untuk pergi sendiri.
"Ya udah deh. Mau Mas sekalian beliin obat nggak buat Rena, Sayang?"
"Nggak usah, Mas. Nanti siang juga paling agak mendingan. Rena cuma butuh tidur kayaknya. Dari kemarin 'kan dia kurang tidur."
"Oke, Mas pergi dulu kalo gitu."
Rendra berjalan keluar hotel sambil memikirkan sesuatu. Permintaan Fahri semalam benar-benar membuatnya bimbang.
Ini adalah pilihan antara menyenangkan orang y
Maaf ya soal bahasa Melayu yang mungkin agak mengganjal di mata kalian:) Koreksi aja kalau salah:)
Author POV Yuni mengedarkan pandangannya ke seluruh penumpang pesawat yang baru saja tiba dari Malaysia di pintu kedatangan bandara. Setelah hampir lima menit mencari-cari, matanya menangkap seseorang yang sangat dikenalinya. "Tri, Nadia!" Yuni melambaikan tangannya agar anak dan menantunya itu juga melihatnya. Hari ini bandara penuh sesak sekali hingga butuh waktu sekian detik bagi Rendra dan Nadia untuk mendengar teriakan Yuni. "Mama!" Rendra dan Nadia segera menyusul Yuni yang sudah menyambut mereka dengan senyum super sumringah. Satu bulan tak bertemu, Yuni lega luar biasa saat melihat anak, menantu dan cucunya dalam keadaan sehat dan selamat sampai di Aceh. Rendra dan Nadia mencium punggung tangan Yuni dan memeluknya bergantian. "Kangen banget sama Mama," ujar Nadia. Jika rata-rata menantu lain suka menghindari Mama mertua, tap
Rendra POV "Mas minta maaf, Nadia. Tolong jangan tinggalin, Mas!!" "Mas udah bohongin aku dari awal kita nikah, Mas!! Siapa yang terima dibohongin dan ditipu kayak gitu??!! Mas bilang Mas itu belum pernah nikah, tapi apa nyatanya?!! Pokoknya aku nggak mau tau lagi, aku minta pisah!!" "Enggak Nadia, enggak!! Jangan tinggalin Mas. Kamu udah janji, Nadia!! " Gue berusaha ngejar Nadia. Tapi entah kenapa Nadia, tenaga Nadia kuat banget sampai bisa ngelepasin genggaman gue dan lari kenceng begitu aja. Lari Nadia kenceng banget sampai gue nggak bisa ngejar dia dan perlahan pun Nadia menghilang, nggak ada jejaknya sama sekali. Aneh. "Nadia!!!" Gue panggil biar Nadia muncul lagi. "Nadia!! Kamu dimana??!! " Gue mulai frustasi, Nadia bener-bener hilang kayak di telan bumi. Gue terus manggil-manggil nama dia sampai akhirnya gu
Nadia POV Ini hari kedua kami ada di Aceh. Serius, pemandangan di Aceh itu indah banget. Adem, angin sepoi-sepoi. Dan Alhamdulillah, rumahnya Mama disini tuh kalau mau ke pantai cuma jarak beberapa langkah doang. Jadinya kalau lagi duduk di teras depan, pemandangannya tu langsung laut lepas, lengkap dengan sunsetnya kalo di sore hari. Seperti sekarang ini. Gue sama Mama nyantai di teras sambil ngeliatin suami gue, Mas Reza dan Mas Regi main bulu tangkis di halaman depan. Sesekali, nusambil goyang pelan ayunannya Rena biar dia nggak bangun dari tidurnya. Ayunan ini oleh-oleh dari Mas Regi. Kebetulan, berguna banget buat selama disini. "Mama apa nggak masuk angin ya kalo duduk di teras setiap hari kayak gini?" tanya gue polos dan Mama pun ketawa. "Ya enggaklah, Nadia. Mama 'kan jarang ada waktu buat duduk nyantai kayak gini. Kerjaan Mama itu nggak bisa ditinggal barang sehari aja." "Alh
Author POV Malam telah tiba. Setelah seharian berkumpul dengan keluarga, bercanda dan tertawa, bercerita tentang apa saja yang bisa mengocok perut, mereka semua pun masuk ke kamar masing-masing. Lusa, ketiga saudara itu sudah harus pulang. Kembali ke rutinitas masing-masing. Sementara Yuni harus tinggal disini, masih banyak urusan bisnis kopinya yang harus ia selesaikan. Nanti saat Hari Raya Idul Fitri, ia janji akan pulang ke Jakarta. Jika biasanya suara kendaraan yang lalu lalang yang menemani mereka di malam hari. Kini, digantikan dengan suara deburan ombak yang menghantam karang. Hanya sesekali kendaraan yang ikut bersuara. Benar-benar nyaman sekali disini. "Nadia?" Nadia yang sedang menyisir rambutnya pun menoleh. "Kenapa, Mas?" "Udah nyetok ASI kan?" Nadia menggeleng pelan."Belum. Besok aja pagi-pagi." "Kalau
Nadia POV Pas turun dari mobil, gue langsung buru-buru lari ke bibir pantai. Ngebiarin telapak kaki basah sama air laut. Alhamdulillah, setelah dua tahun nggak ke pantai, hari ini akhirnya terwujud juga. Mana cakep bener lagi ini pemandangannya. Subhanallah. Sesuai apa yang Allah firmankan di dalam Surah Ar-Rahman,"Nikmat TuhanMu yang manakah yang kamu dustakan?", gue bener-bener bersyukur banget sama apa yang Allah kasih ke gue. Di umur 20 tahun, gue dikasih kado terindah sama Allah dengan persatuin gue sama Mas Rendra dengan ikatan pernikahan. Setelah Allah ambil lagi Papa ke pangkuannya, ternyata Allah juga ngasih kebahagiaan setelah duka yang gue alamin. "Alhamdulillah Ya Allah, terima kasih," ucap gue sambil memejamkan mata. Mencoba mensyukuri semua anugerah yang terjadi di hidup gue satu tahun belakangan ini. Bener-bener nggak bisa di ungkapin pake kata-kata.
Rendra POV Ini hari Minggu. Waktunya bersantai sambil minum kopi ditemenin ama bakwan buatan istri tercinta. Seminggu setelah pulang dari Aceh, gue sama Nadia pun balik ke rutinitas seperti biasa. Gue yang harus balik ke kantor demi bisa menafkahi anak sama istri, dan Nadia kembali jadi ibu rumah tangga. Sesekali Nadia bikin pesenan donat. Katanya, udah banyak yang kangen sama donat buatan dia. Pas gue suruh tunda sebulan lagi, Nadia nolak. Katanya duitnya lumayan. Ya udah, gue bisa apa? Gue cuman bisa pesen sama dia jangan terlalu capek. Baru juga sebulan lebih melahirkan, nggak lucu 'kan harus masuk rumah sakit lagi. Baru gue mau nyeruput kopi, ada suaranya Mas Candil sama Ariel Peterpan, lagi nyanyi lagu berjudul Ayah. Pas gue telusurin, itu dari dalem rumah gue sendiri. Tumben-tumbenan Nadia nyetel musik pake speaker dengan mega volume kayak gini. Karena
Author POV Siapa yang tak muram saat baru saja kehilangan sepeda motor? Apalagi jika yang hilang itu peninggalan orang terkasih yang sudah tiada. Rendra ingin membelikan yang baru, tapi Nadia menolak. Ia bilang, kebutuhan mereka sedang banyak-banyaknya. Walau Rendra bilang ia akan membeli dengan uang simpanannya, tetap Nadia masih menolak. Ia kasihan pada Rendra yang sudah kerja keras beberapa bulan terakhir ini. Ia tak ingin menambah beban Rendra jika uang simpanannya terpakai untuk membeli sepeda motor baru. Ternyata, lingkungan perumahan ini benar-benar sudah tak aman lagi. Banyak warga yang melaporkan kehilangan namun tetap saja terjadi terus menerus. Satu bulan atau dua bulan sekali, pasti ada saja yang kemalingan. Rendra sudah melapor Polisi. Mudah-mudahan saja pelakunya cepat tertangkap. Apalagi ditambah rekaman CCTV yang menjadi bukti walau wajah si maling tak terlalu jelas kar
Author POVSebulan menunggu, akhirnya rumah peninggalan almarhum Bramono laku terjual dengan harga yang diinginkan Nadia. Untungnya, salah satu relasi Rendra ada yang memang berbakat menjual rumah hanya dalam waktu singkat. Semuanya seolah dipermudah Allah. Kini, keluarga kecil itu sudah tinggal di rumah yang bertingkat dua itu.Setiap hari Nadia selalu mencoba untuk beradaptasi dengan para tetangga barunya. Para tetangga juga bilang, mereka senang akhirnya rumah besar itu ada penghuninya lagi setelah beberapa bulan ditinggalkan."Sayang, rumahnya Papa gede banget, ya?Mama pasti bakalan lebih capek nih beresinnya.." Nadia bercerita pada putri kecilnya yang kini sudah berusia 3 bulan.Setiap hari, kegiatan ibu rumah tangga memang selalu seperti itu. Setelah pekerjaan rumah selesai, temannya mengobrol hanya anaknya sendiri walau anaknya itu belum bisa merespon perkataannya. Tapi, itu sudah cukup m